Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Asia

'Hidup baik-baik saja tanpa produk AS': Ketika warga China ramai-ramai dukung merek lokal

Konsumen di China mengubah kebiasaan berbelanja di tengah perang dagang dengan Amerika Serikat. Menurut pengamat, yang bakal merugi justru konsumen AS yang terlalu bergantung pada produk-produk China.

'Hidup baik-baik saja tanpa produk AS': Ketika warga China ramai-ramai dukung merek lokal

Orang-orang berbelanja di Gedung Komersial Fuyoumen di Shanghai, China, 16 April 2025. (Foto: Reuters/Go Nakamura)

SINGAPURA: Yu, pedagang online berusia 32 tahun dari Hangzhou, biasanya mengendarai mobil Porsche 718 buatan Jerman.

Namun dia telah menggantinya dengan mobil listrik enam kursi buatan China, Li Auto. Menurut Yu, mobil barunya itu lebih "smart" dengan berbagai fitur navigasi dan pengalaman berkendara yang unggul dari Porsche.

Harga dan gengsinya memang berbeda, kata Yu yang hanya ingin disebut nama depannya saja, namun peralihannya ke produk lokal China tidak berhenti sampai di mobil saja.

"Suami dan saya pernah bercanda dengan menghitung ada berapa produk Amerika di rumah kami - ternyata hanya Macbook dan iPhone saja, dan itu pun dibuat di China."

konsumen lainnya yang bekerja di sektor teknologi infomasi dan komunikasi kepada CNA mengatakan bahwa banyak orang di China yang "hidupnya baik-baik saja tanpa produk Amerika".

“Ponsel, komputer, router, dan jam tangan saya semuanya dari Huawei, televisi saya dari TCL Technology, dan AC saya dari Gree,” kata dia, yang meminta namanya tidak disebutkan, menyinggung nama produsen elektronik besar asal provinsi Guangdong, China.

“Kualitas bagus, layanan bagus, dan harganya wajar — kalau produk buatan AS memenuhi kriteria itu, saya juga akan memilihnya.”

“Terakhir kali saya melihat produk yang benar-benar buatan Amerika adalah beberapa hari lalu di Costco China,” katanya. “Itu adalah daging sapi Amerika, tapi saya tidak membelinya karena baunya amis dan pernah ada kasus penyakit sapi gila juga.”

DARI MENGEKSPOR JADI MENJUAL DI DALAM NEGERI

Perang dagang yang dilakukan Presiden AS Donald Trump terhadap China memicu perubahan yang dramatis. Berbagai merek, eksportir dan perusahaan-perusahaan di China mulai beralih menjual dan mempromosikan produk mereka untuk pasar dalam negeri.

Para pakar kepada CNA juga mengatakan konsumen di China juga kian beralih ke merek dan produk-produk lokal ketimbang barang impor.

"Produk pengganti dari dalam negeri ini adalah strategi jangka panjang, tidak hanya menargetkan merek dan produk Amerika," kata Dan Wang, direktur untuk China di lembaga konsultan politik Eurasia Group.

"Idenya adalah menggantikan sebanyak mungkin (produk asing) agar bisa swasembada, dan karena ketegangan bilateral yang terjadi, maka merek-merek AS yang akan merugi."

Presiden AS Donald Trump menyampaikan pernyataan tentang tarif di Gedung Putih, Washington, D.C., AS, 2 April 2025. (REUTERS/Carlos Barria/File Photo)

Sejak kembali memimpin AS Januari lalu, Trump meningkatkan tarif dagang untuk China hingga 145 persen, memicu ketidakpastian ekonomi globnal.

Pembicaraan dagang kedua negara belum dimulai, tapi pemerintah Beijing mengatakan bahwa mereka akan membantu perusahaan-perusahaan yang terdampak tarif AS. China juga mengatakan mereka masih menimbang tawaran AS untuk berunding.

Dalam pernyataannya 2 Mei lalu, Kementerian Perdagangan China mengatakan pintu negosiasi masih terbuka. Namun, kata mereka, pemerintah AS harus menunjukkan ketulusan dalam berunding dan harus siap membatalkan tarif.

"Mencoba menggunakan perundingan sebagai dalih untuk memaksa dan memeras tidak akan berhasil," katanya.

China juga telah menerapkan pengecualian tarif untuk produk-produk tertentu yang masuk dalam "daftar putih", di antaranya produk farmasi, mikrocip, mesin pesawat, atau etanol dari AS. 

Pemerintah Beijing juga telah meminta perusahaan-perusahaan dalam negeri memberikan daftar barang-barang penting yang harus dibebaskan dari tarif, seperti yang dilaporkan Reuters pada 25 April lalu.

Laporan Reuters yang mengutip sumber terpercaya juga menyebutkan, para pejabat pemerintah di pusat manufaktur kota Xiamen baru-baru ini mensurvei perusahaan-perusahaan soal dampak tarif terhadap usaha lokal. 

Para pengamat mengatakan, pendekatan terukur tersebut menunjukkan bahwa Beijing menyadari beban yang akan dialami oleh industri.

Menurut Wang dari Eurasia Group, bebannya bukan ada pada konsumen, tapi produsen, terutama usaha kecil dan menengah (UKM).

"Kebangkrutan UKM adalah hal nyata akibat perang tarif ini," kata Wang, sembari memperingatkan dampak yang lebih luas terhadap lapangan kerja karena sektor-sektor tertentu di China masih sangat bergantung pada ekspor dan teknologi AS.

Lynn Song, kepala ekonom untuk China di grup perbankan dan keuangan Belanda ING, mengatakan pemerintah Beijing juga memperhatikan adanya kesadaran harga di kalangan konsumen China.

“Skenario tarif ini jelas akan menjauhkan permintaan (dalam negeri China) dari produk-produk tersebut,” kata Song.

Di China, barang-barang impor asing cenderung "mudah tergantikan" dengan produk lokal, kata Song. "Dampaknya terhadap konsumen China cenderung kecil."

Zhu, pria 25 tahun yang tinggal di Shanghai, mengatakan bahwa ia melihat tren “menolak” merek dan produk AS semakin berkembang. “Sebenarnya saya tidak bisa menemukan apa pun di sekitar saya yang dibuat di AS,” kata dia.

Sebagai seorang gitaris, Zhu juga menyadari harga gitar dari Amerika meroket akibat tarif impor. "Orang-orang berhenti membeli barang-barang itu," kata dia.

"Saya merasa semangat perlawanan nasional telah berkobar. Di internet orang-orang mengatakan, 'Ayo kita lawan balik!'"

Pengamat mengatakan, sebelum adanya perang tarif pun, merek-merek Amerika sudah kalah pamor di China. 

"Jika soal merek asing, konsumen di China sudah banyak yang memilih merek-merek Eropa atau Jepang," kata Wang. "Bahkan untuk kosmetik, sudah banyak penggantinya yang diproduksi di dalam negeri."

"Kinerja merek-merek Amerika tidak terlalu baik jika menyangkut konsumen di China."

BAGAIMANA DENGAN KONSUMEN DI AS?

Tapi bagaimana dampak perang tarif terhadap konsumen Amerika?

Seperti halnya China yang diam-diam melakukan perlindungan terhadap impor strategisnya, pemerintah AS juga telah melakukan hal yang sama, terutama di industri teknologi.

Menurut data resmi, impor utama AS dari China sebagian besar berupa mesin listrik dan suku cadang, dengan nilai sekitar US$123,8 miliar dan mencakup 28,2 persen dari total impor.

Untuk menghindari pembalasan dan melindungi teknologi AS seperti Apple—yang produknya dibuat dan diproduksi di China—perangkat yang diimpor dari China seperti ponsel pintar, laptop, dan elektronik lainnya, serta cip semikonduktor, panel surya, dan TV layar datar, dikecualikan dari tarif Trump.

“Ini semacam tanda bahwa Trump akan mendengarkan jika ada suara lobi yang cukup kuat menentang (tarif),” kata Song.

Wang mengatakan, perangkat yang digunakan sehari-hari seperti iPhone dikecualikan juga karena alasan politis.

"Kalau barang seperi iPhone tiba-tiba menjadi lebih mahal, karena sebelumnya memang sudah mahal, atau bahkan menghilang dari pasaran AS, tekanan politik akan sangat besar, bahkan bagi Trump."

Namun menurut Wang, harga yang lebih mahal akan bermunculan di toko-toko AS dalam beberapa bulan ke depan. "Pilihan barang bagi konsumen di Amerika akan lebih sedikit, jadi pada dasarnya ini berdampak langsung."

Logo Walmart terlihat di luar sebuah toko di Mexico City, Meksiko pada 27 Juli 2023. (REUTERS/Henry Romero/File Photo)

ANCAMAN DI BLACK FRIDAY DAN NATAL

Dampak terbesar tengah mengintai, kata para pengamat. "Dampaknya akan memburuk dalam beberapa bulan lagi," kata Song.

"Begitu stok barang yang ada sekarang habis, perusahaan akan dihadapkan pada pilihan antara membiarkan rak kosong atau membayar tarif."

"Tekanan inflasi nyata adanya," kata Wang, menambahkan bahwa dampaknya akan sangat terasa pada periode belanja besar-besaran seperti Black Friday, masuk sekolah usai liburan, dan Natal.

Raksasa e-commerce AS, Amazon, sudah membatalkan pesanan untuk berbagai produk dari China dan negara Asia lainnya serta mulai mencari pemasok baru.

Federasi Ritel Nasional (NRF), yang anggotanya termasuk Target dan Walmart, telah memprediksi penurunan tajam impor AS untuk paruh kedua tahun 2025, sebagai sinyal kehati-hatian menjelang masa penjualan yang krusial.

Pengamat mengatakan, konsumen Amerika akan kesulitan mencari alternatif dari barang-barang buatan China. Pasalnya, dominasi China dalam manufaktur murah, mulai dari elektronik dan mainan hingga barang rumah tangga, telah menciptakan ketergantungan yang sulit digantikan.

“Banyak dari produk ini sebenarnya tidak punya alternatif yang lebih murah,” kata Song, yang mencatat bahwa perusahaan-perusahaan AS pernah mencoba mendiversifikasi sumber pasokan mereka selama perang dagang AS-Tiongkok pertama, tetapi ternyata sulit.

“Tidak bisa begitu saja meningkatkan produksi di Vietnam atau Meksiko,” kata Song.

“Biaya akan dibebankan kepada konsumen AS.”

“Sangat kecil kemungkinannya AS bisa membangun rantai pasok yang kuat seperti China,” kata Wang, seraya menambahkan bahwa meskipun beberapa perusahaan AS telah meningkatkan fasilitas produksi mereka, tapi tetap tidak akan bisa menyamai skala, kecepatan, atau efisiensi biaya seperti China.

Menurut data dari Vizion, platform pelacakan kontainer berbasis AI secara real-time, pemesanan kapal kontainer besar untuk impor oleh AS turun 64 persen pada Maret dan April saat tarif Trump mulai diberlakukan.

Raksasa pelayaran Jerman, Hapag-Lloyd, melaporkan adanya pembatalan hingga 30 persen untuk pengiriman dari China ke AS. Juru bicara perusahaan ini mengatakan ada "lonjakan besar" permintaan pengiriman dari Thailand, Kamboja, dan Vietnam.

DAMPAK SETAHUN KE DEPAN

Terlepas dari aksi saling balas yang terus meningkat, para pengamat mengatakan bahwa China maupun AS tampaknya belum siap untuk benar-benar memutus hubungan di tingkatan konsumen.

Jika China benar-benar ingin memutus hubungan dagang, maka akan memicu nasionalisme konsumen seperti yang pernah terjadi dengan Jepang dan Korea Selatan. “Tapi sejauh ini pemerintah Tiongkok menahan diri untuk tidak melakukan hal itu,” kata Wang.

Menurut data perdagangan, Amerika Serikat membeli barang senilai US$439 miliar dari China pada tahun 2024. Nilai ini tiga kali lipat lebih besar dibanding penjualan AS ke China senilai US$143,5 miliar.

Meskipun Wang mengatakan inflasi mungkin lebih terasa di AS, namun risiko yang lebih terasa justru ada pada China.

“Bagi AS, sebagian besar masalah terletak pada potensi resesi, tapi itu bukan disebabkan oleh tarif,” katanya.

“Inflasi mungkin disebabkan oleh tarif, tetapi tampaknya rakyat Amerika tidak terlalu khawatir tentang inflasi dibandingkan resesi. Jadi saya pikir risikonya lebih besar bagi China.”

Pakar lain menambahkan bahwa ketidakpastian global akan terus berlanjut dalam beberapa bulan ke depan.

Ini adalah “permainan kuat-kuatan menunggu,” kata Song. “Kita sedang dalam ujian ketahanan sekarang — pihak mana yang lebih dulu merasakan tekanan dan pihak mana yang harus tunduk dan duduk di meja perundingan.”

Para pakar sebelumnya mengatakan kepada CNA bahwa banyak pabrik di China sudah mulai mengalami kelebihan pasokan dibandingkan permintaan, dan tidak semua barang yang ditujukan untuk pasar AS cocok untuk konsumen dalam negeri.

China tidak akan kebal terhadap tekanan, kata Wang.

“Meskipun China bisa memproduksi segalanya, dampak tidak langsung dari membanjiri pasar konsumennya yang sangat masif bisa sangat besar.”

Tarif tinggi yang ekstrem tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang, kata para pengamat, namun bahkan jika tarif itu nantinya dikurangi, hubungan antara AS dan China sudah berubah.

“Mungkin kita akan melihat pergeseran secara bertahap dari hubungan yang sangat erat antara AS dan China sebelumnya, mengingat risiko geopolitik yang lebih luas,” kata Song.

Namun bagi konsumen seperti Yu, pergeseran dari global ke lokal sudah terjadi.

“Zaman sudah lama berubah,” katanya. "Perubahan itu tidak mengganggu kehidupan kami. Kalau pun ada dampaknya, itu justru memperkuat dukungan kami (untuk merek-merek lokal).”

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan