'Ada healing dari kekonyolan': Gen Z China keranjingan pelihara benda aneh, dari biji mangga hingga ragi
Para pakar mengatakan, tren ini menunjukkan bahwa para pemuda China kian merasa kesepian di tengah tekanan hidup perkotaan.

Mulai dari biji mangga hingga gumpalan pasta gigi dan toples berisi ragi, para Gen Z di China menemukan kebahagiaan dari memelihara benda-benda aneh. (Foto: Xiaohongshu/Maolizi, Xi, Ahzhuzaozao)
SINGAPURA: Kebanyakan orang pasti akan membuang gumpalan pasta gigi yang terjatuh ke wastafel.
Tapi tidak dengan Celeste Shao.
Perempuan 23 tahun dari provinsi Jiangsu di timur China ini menjadi viral karena memelihara gumpalan pasta gigi biru yang menurutnya "lahir di wastafel".
Di media sosial Xiaohongshu, sejak Agustus 2024 Shao memposting cara-cara merawat gumpalan pasta gigi itu, mendapatkan 95.000 like dan 12.000 komentar.
"Perlu disiram secara rutin atau dia perlahan akan kering. Setelah diairi, dia akan kembali montok dan terhidrasi," tulis dia dalam keterangan postingan di medsos.
"Kalau kamu bosan, kamu bisa melihatnya berselancar. Berselancar memang membantu dia tetap lembab, tapi juga akan memperpendek umurnya," kata dia.
Meski membuat kita mengernyitkan dahi, tapi pasta gigi Shao bukanlah benda paling aneh yang dipelihara netizen China.
Dalam setahun terakhir ada banyak peliharan unik yang dirawat oleh para Gen Z China yang stres dan kesepian. Misalnya ada "anjing mangga", yaitu peliharaan berupa biji mangga yang dihias serupa makhluk berbulu yang lucu. Ada juga batu yang dipelihara dengan diberi nama serta dipercantik.
"Ini sangat menarik dan menurut saya banyak yang merasakan seperti itu juga," kata Shao kepada CNA.
"Saya sangat sibuk bekerja dan tidak punya energi tersisa untuk punya hewan betulan, jadi 'peliharaan' jangka pendek seperti ini membuat saya bisa merasakan senangnya merawat peliharaan."

Tidak mau kalah, netizen China lainnya juga memamerkan peliharaan aneh mereka di medsos, yaitu toples berisikan ragi. Beberapa menamakannya "Bayi Ragi" atau "Si Gumpalan Kecil" dan membagikan foto serta tips membuat fermentasi ragi dari adonan tepung dan air.
Beberapa orang bahkan membandingkan ragi ini seperi memelihara Tamagotchi, permainan hewan virtual yang populer di awal tahun 2000-an.
"Tidak perlu diajak jalan-jalan atau dimandikan, tapi benda ini hidup," kata Xiao Xiao, pembuat roti rumahan di Shenzhen yang aktif memposting perjalanannya 'membesarkan' sourdough atau ragi alami di medsos Xiaohongshu.
"Benda ini tumbuh, bernapas dan bereaksi terhadap perawatan," kata dia.
"Ketika saya membuka tutup toplesnya dan melihat ada gelembung-gelembung, anehnya itu membuat saya bahagia."
Pembuat roti lainnya dengan nama akun Peach kepada CNA juga mengaku menemukan kebahagiaan ketika melakukan fermentasi ragi. "Setiap kali saya membuka tutup toplesnya, saya melihat raginya bergerak, dan itu sangat menarik," kata dia.
Seperti halnya merawat hewan betulan, menjaga agar ragi tetap hidup juga membutuhkan komitmen seperti memberinya makan setiap hari dengan tepung dan air, lanjut dia.
Terhitung sudah berbulan-bulan dia mengembangkan ragi tersebut yang menurutnya tidak mudah, terlebih jika masuk musim dingin ketika suhu sedang turun.
"Tentu saja (memeliharanya melibatkan perasaan), sama seperti membesarkan hewan," kata dia.
"Jika tumbuh dengan benar, maka itu membuatmu bahagia. Kau harus memberinya makan setiap hari, kan? Nah, itu memberikan kamu rasa tanggung jawab. Bahkan anak-anak bisa menikmati bermain dengan benda ini."

Setelah raginya terfermentasi dengan cukup kuat, beberapa orang mengubahnya menjadi sourdough.
Tapi sayangnya, tidak semua eksperimen membuat ragi berhasil. Beberapa blogger di China mengatakan: "Starter ragi yang sehat harus beraroma seperti buah atau alkohol. Jika baunya busuk atau mulai berjamur, maka harus dibuang."

Di platform jual beli online China yang populer, Taobao, ramai terjual "batu peliharaan".
Sebuah toko bernama XiaoxueG Design Inspirations Store, dengan hampir 900 pengikut, mengklaim telah menjual lebih dari 1.000 batu.
"Saya tidak perlu takut kalau (batu saya) mati, sakit atau menggonggong tetangga," tulis salah satu pengguna Taobao. "Mereka pendengar yang baik".
Beberapa pengguna medsos di China lainnya mengaku senang dengan kelucuan dan keanehan dari tren ini.
Mereka mengatakan memelihara benda-benda unik adalah cara murah untuk mengekspresikan kreativitas dan rasa sayang. Pasalnya, kata mereka, memelihara hewan betulan terlalu mahal dan menghabiskan waktu.
"Ada healing dari kekonyolan," ujar salah satu netizen China. "Ini jadi pengingat, bahwa hidup jangan terlalu dibawa serius."
"Ini aneh, tapi hangat. Dan ini sangat humanis," kata netizen lainnya di Weibo.

MEREDAKAN STRES DAN EMOSI
Para pakar mengatakan, hobi yang tidak umum ini menunjukkan bahwa para Gen Z di China memerlukan penyaluran stres dan cara untuk mengatasi beban emosional yang mereka alami setiap hari.
"Dengan kehidupan perkotaan yang serba cepat, banyak anak muda menghadapi tekanan berlebih dan kesepian," kata dr. Qi Jing, Wakil Direktur Departemen Psikologi Klinis di Rumah Sakit Hunan.
"Peliharaan yang statis ini menjadi semacam alat penyaluran emosi. Meski sedikit, tapi benda-benda ini bisa menciptakan rasa tanggung jawab, keterhubungan dan rutinitas."
Zhang Xin, lektor kepala dari Fakultas Psikologi dan Sains Kognitif di Peking University, melihat tren unik ini sebagai bagian dari gambaran yang lebih besar.
"Setiap bentuk ekspresi dari emosi menguras energi psikologis, dan mengeluarkannya jadi beban tersendiri bagi seseorang," kata dia kepada cNA.
"Memelihara juga membebani fisik dan psikologis."
"Hal yang menyembuhkan (healing) dari hubungan semacam ini terletak pada kenyataan bahwa tidak membutuhkan emosi dalam memelihara benda-benda ini, jadi tidak ada risiko untuk sakit hati."
Entah itu hewan betulan atau cuma benda mati, milenial dan Gen Z di China memang lebih memilih punya hewan peliharaan ketimbang berumah tangga.
Berdasarkan prediksi terbaru Goldman Sachs, pada 2030 nanti jumlah hewan peliharaan di China hampir dua kali lipat lebih banyak dibanding populasi anak-anak. Pasalnya, para pemuda di negara ini menunda atau memilih tidak menikah dan memiliki anak.
Di akhir dekade ini, jumlah hewan peliharaan di perkotaan diperkirakan akan tembus 70 juta ekor, sementara populasi anak-anak di bawah usia 4 tahun hanya 40 juta.
Tren ini juga terlihat dalam Pet Fair Asia tahun lalu, sebuah pameran hewan peliharaan terbesar di Asia yang diselenggarakan di Shanghai.
Seluruh 17 ruang dalam pameran tersebut dipenuhi para pedagang hewan peliharaan, demi memenuhi permintaan anabul yang terus melonjak di kalangan pasangan child-free atau profesional muda.
"Generasi sekarang sudah kurang berhasrat lagi untuk punya anak. Dan hewan peliharaan bisa menjadi pendamping dan mengambil peran seorang anak," kata Liu Yinghui, pemilik kucing berusia 30-an yang datang bersama suaminya ke pameran tersebut.
"Membesarkan kucing hampir sama seperti membesarkan anak."
Tapi bagi mereka yang enggan atau tidak bisa terikat dalam komitmen seperti itu, maka memelihara ragi atau biji mangga barangkali bisa jadi jawabannya.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.