Review film Harbin: Drama kemerdekaan Korea dari jajahan Jepang berbalut pengkhianatan
Menawarkan kisah patriotik dengan visual mewah dan scoring megah, Harbin dirilis di waktu yang tepat sehingga terasa relevan dengan gejolak politik di Korsel saat ini.
Kisah perjuangan kemerdekaan Korea dari penjajahan Jepang di awal tahun 1900-an selalu menjadi tema yang menarik untuk diadaptasi ke layar lebar.
Beberapa film Korea Selatan dengan tema serupa telah sukses besar di pasaran.
Ada The Age of Shadows (2016) yang dibintangi Gong Yoo dan Song Kang-ho, Assassination (2015) dengan bintang Squid Game Lee Jung-jae, serta film hitam putih puitis Dongju: The Portrait of a Poet (2016) yang menampilkan Kang Ha-neul.
Di penghujung tahun 2024, Harbin hadir dengan membawa nama besar Hyun Bin untuk memerankan sosok pahlawan ikonik Korea, Ahn Jung-geun.
Tidak berlebihan jika saya menonton Harbin dengan ekspektasi tinggi, membayangkan bahwa film beranggaran besar ini akan memiliki kualitas setidaknya setara dengan tiga film bertema serupa tersebut.
Saya pun memasuki bioskop dengan harapan merasakan ketegangan dan emosi mendalam saat menyaksikan Harbin.
Namun, sayangnya, ekspektasi itu tidak terpenuhi.
SINOPSIS FILM HARBIN
Film Harbin mengisahkan perjuangan Letnan Jenderal Ahn Jung-geun (Hyun Bin), seorang pahlawan kemerdekaan Korea yang pada tahun 1909 melancarkan misi rahasia untuk membunuh Perdana Menteri pertama Jepang, Ito Hirobumi.
Misi ini dilakukan demi membebaskan Korea dari cengkeraman penjajahan Jepang.
Harbin sendiri adalah nama sebuah kota di China, lokasi di mana rencana misi tersebut akan dijalankan.
Namun, cerita dalam Harbin dimulai setahun sebelumnya, yaitu pada tahun 1908, ketika Ahn Jung-geun memimpin kemenangan atas tentara Jepang dalam pertempuran di Gunung Sina, dekat perbatasan utara Korea.
Sebagai seorang pemimpin yang menjunjung tinggi prinsip hukum perang, Ahn membebaskan tawanan perang Jepang.
Namun, tindakan itu berujung tragis: banyak rekan seperjuangannya tewas, dan perpecahan pun muncul di antara pasukan pejuang kemerdekaan.
Setahun kemudian, pada 1909, Ahn bersama sekelompok aktivis—Woo Duk-soon (Park Jeong-min), Kim Sang-hyun (Jo Woo-jin), Ms. Gong (Jeon Yeo-bin), Choi Jae-hyung (You Chea-myung), dan Lee Chang-sup (Lee Dong-wook)—berkumpul di Vladivostok, Rusia.
Mereka merancang misi pembunuhan Ito Hirobumi, yang sedang dalam perjalanan dengan kereta api menuju Manchuria untuk menghadiri pertemuan dengan Rusia.
Harbin menjadi tempat pemberhentian kereta, sekaligus lokasi di mana rencana pembunuhan tersebut akan dilaksanakan.
Namun, misi ini menghadapi ancaman besar: keberadaan seorang penyusup Jepang di antara kelompok aktivis yang mendukung Ahn.
Sebelum melanjutkan misi, Ahn harus mengungkap siapa pengkhianat tersebut, meski ia berkejaran dengan waktu.
VISUAL INDAH, SCORING MEGAH
Dalam durasi 114 menit, Harbin menyajikan pengalaman visual yang luar biasa, didukung oleh scoring yang menggetarkan.
Film ini dibuka dengan adegan pertempuran brutal di Gunung Sina, yang kerap menggunakan teknik slow motion untuk memperkuat dramatisasi pertempuran sadis berlatar pegunungan bersalju.
Seiring alur cerita, penonton diajak menjelajahi sejumlah lokasi menawan, mulai dari Vladivostok di Rusia, gurun misterius tanpa nama, hingga Harbin, kota di China yang menjadi lokasi penting dalam narasi.
Kostum bergaya spy thriller yang dikenakan para karakter turut menambah ketegangan dan daya tarik visual film ini.
Sinematografi apik dalam film ini adalah karya Hong Kyung-po, sinematografer kenamaan Korea yang dikenal lewat film-film berkelas seperti Mother (2009), The Wailing (2016), Burning (2018), Parasite (2019), hingga Broker (2022).
Sementara itu, departemen audio digarap oleh Yo Jeong-wook, komposer legendaris di balik sejumlah film ikonik Korea seperti Joint Security Area (2000), Oldboy (2003), Thirst (2009), The Handmaiden (2016), dan Decision to Leave (2022).
Dengan standar produksi setinggi ini, tidak mengherankan film ini menelan anggaran sebesar 30 miliar won (sekitar Rp390 miliar), menurut laporan distributor CJ ENM.
Harbin pun mendapat sambutan hangat di Korea. Dalam pekan pertama penayangannya, Dewan Film Korea mencatat film ini telah menarik lebih dari 3 juta penonton.
Menurut pengamat budaya Korea dan penggemar film, Kim Hern-sik, kesuksesan Harbin tidak lepas dari relevansi emosionalnya dengan gejolak politik di Korea Selatan saat ini, yang dipicu oleh deklarasi darurat militer oleh mantan Presiden Yoon Suk Yeol tahun lalu.
"Penonton merasa terhubung dengan karakter-karakter yang menolak menyerah, meski situasi Korea pada 1909 sangat suram. Perjuangan itu mencerminkan realitas masyarakat Korea saat ini," ujar Kim kepada The Korea Times.
KEDEKATAN EMOSIONAL DAN KONFLIK SETENGAH MATANG
Bagi masyarakat Korea, Letnan Jenderal Ahn Jung-geun adalah simbol perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan Jepang.
Namun, bagi penonton internasional, sosok Ahn mungkin kurang dikenal. Penonton awam yang baru pertama kali mendengar nama ini tentu sulit membangun kedekatan emosional dengan cerita yang ditawarkan Harbin.
Meskipun tidak dapat disangkal Harbin memiliki visual memukau dan scoring spektakuler, namun inti sebuah film tetap terletak pada kekuatan naskahnya, dan bagaimana cerita itu dieksekusi.
Sebagai sutradara sekaligus penulis naskah, Woo Min-ho menghadirkan konflik yang menurut saya masih kurang matang.
Dalam genre spy thriller, kejutan atau twist menjadi elemen wajib. Sayangnya, twist dalam Harbin terasa datar dan kurang mampu meningkatkan intensitas cerita.
Yang paling mengecewakan, adegan misi pembunuhan Ito Hirobumi—yang seharusnya menjadi klimaks utama—justru terasa hambar dengan eksekusi yang kurang masuk akal.
Alhasil, apa yang seharusnya menjadi puncak cerita malah terasa anti-klimaks.
Di antara beberapa adegan yang mengecewakan, perlu diakui ada juga momen-momen kuat, seperti ketika Ahn berhasil mengungkap pengkhianat di dalam kelompoknya, atau adegan penutup yang menyentuh tentang nasib para aktivis.
Bagaimanapun juga, kerja keras sutradara Woo Min-ho patut diapresiasi karena berhasil menyampaikan pesan utama film ini: kebaikan akan selalu berbuah kebaikan.
Pada akhirnya, Harbin mengingatkan kita, bahwa sekalipun beranggaran besar, dibintangi aktor ternama, menawarkan visual menawan dan scoring megah, tetap saja nyawa sebuah film ada pada kisah yang disajikan.
Harbin tayang di bioskop Indonesia sejak 1 Januari 2025.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya.