Bongkar drama anggaran Rp6,7 miliar di balik film Merah Putih One For All, Hanung Bramantyo ikut bersuara
Visual grafis kaku dan cerita hambar ini berbiaya hampir Rp7 M? Netizen sih geleng-geleng kepala, namun Hanung Bramantyo justru pasang badan untuk kreator film ini.

Salah satu adegan dalam film animasi Merah Putih One For All yang tayang menjelang HUT ke-80 RI. (Foto: YouTube/@HistorikaFilm)
JAKARTA: Film animasi Merah Putih: One For All mendadak menjadi topik panas di jagat maya sepanjang akhir pekan lalu. Bukan karena kisah heroiknya yang menyentuh, tapi karena kualitas animasinya yang dinilai warganet terlalu rendah untuk ukuran produksi miliaran rupiah.
Proyek garapan rumah produksi Perfiki Kreasindo ini dipimpin oleh produser utama Toto Soegriwo, dengan produser eksekutif Sonny Pudjisasono, dan disutradarai oleh Endiarto serta Bintang Takari — yang juga bertindak sebagai animator visual utama.
Menurut unggahan Instagram @totosoegriwo, biaya produksi film ini mencapai Rp6,7 miliar, meski dikerjakan kurang dari dua bulan, bahkan ada klaim prosesnya rampung di bawah satu bulan demi tayang menjelang 17 Agustus 2025.
Fakta ini memicu tanda tanya besar. Bagaimana mungkin anggaran sedemikian besar menghasilkan film Indonesia dengan grafis kaku, alur yang dinilai hambar, dan kualitas di bawah standar film animasi independen yang beredar gratis di YouTube?
Kecurigaan semakin memanas setelah YouTuber Yono Jambul membongkar bahwa sebagian aset visual dalam film ini tidak dibuat sendiri, melainkan dibeli dari toko digital Daz3D.
"Mereka ada adegan jalan kan. Nah mereka belinya aset street of Mumbai. Aneh banget kan makanya jalannya," ujarnya, dikutip dari Detik (9/8).
Menurut Yono, penggunaan aset siap pakai yang hanya dipoles sedikit membuat film ini terasa kehilangan nuansa lokal. Karakter dan latarnya disebut dibeli seharga tidak lebih dari belasan dolar.
Perbandingan pun bermunculan — anime populer seperti One Piece atau Demon Slayer menghabiskan sekitar Rp1,8 miliar per episode dengan kualitas jauh lebih unggul.

SIAPA PENDONOR MERAH PUTIH ONE FOR ALL?
Nama-nama di balik film ini juga tidak terlalu dikenal di industri perfilman, menambah rasa penasaran publik mengenai siapa saja sebenarnya pihak yang membiayai dan mendorong proyek ini bisa masuk bioskop.
Terlebih, anggaran yang disebut fantastis itu memungkinkan film ini menembus layar lebar, dengan promosi tiket Rp17 ribu untuk penayangan pada 17 Agustus 2025.
Pihak pembuat film Merah Putih One For All belum memberikan klarifikasi rinci soal penggunaan aset murah di tengah klaim anggaran miliaran rupiah.
Toto Soegriwo, sang produser, justru memilih merespons kritik dengan nada santai bercampur sindiran.
"Senyumin aja. Komentator lebih pandai dari pemain. Banyak yang mengambil manfaat juga kan? Postingan kalian jadi viral, 'kan?," tulisnya di Instagram.

HANUNG BRAMANTYO BELA KREATOR FILM
Di tengah derasnya kritik, sutradara ternama Hanung Bramantyo ikut buka suara. Melalui Instagram Story, ia justru membela pihak kreator film ini.
"Saya yakin ini bukan salah kreatornya. Tapi salah yang ngasih proyek," tulis suami Zaskia Adya Mecca tersebut.
Hanung menduga film ini dipaksa tayang pada bulan kemerdekaan sehingga pengerjaannya berlangsung tergesa-gesa.
"Maksain harus tayang 17 Agustus karena ngasih proyek ngejar moment ditonton pejabat kementerian yang masih bertugas," ujarnya.
"Kalo belain kualitas, keburu si pejabat turun," tambahnya.
Ia juga menanggapi cuitan Bobby Batara di X yang menyebut anggaran produksi mencapai Rp6,7 miliar. Menurut Hanung, nominal itu masih terlalu kecil untuk menghasilkan film animasi yang benar-benar memukau.
"7 miliar untuk film animasi, potong pajak 13 persen kisaran 6 miliar, kalo toh tidak dikorupsi hasilnya tetap jelek!" tegasnya.
Hanung lantas menyinggung perbandingan dengan film animasi sukses seperti Jumbo, yang disebutnya menghabiskan biaya produksi sekitar Rp30 miliar, meski ia tidak menyebutkan judulnya secara eksplisit.
"FYI standar film animasi yang bagus minimal 30 miliar plus 10 miliar promosi dan dikerjakan dalam jangka waktu lima tahun," terangnya.

SINOPSIS FILM MERAH PUTIH ONE FOR ALL
Sinopsis resmi Merah Putih: One For All menggambarkan sebuah desa yang tengah mempersiapkan perayaan Hari Kemerdekaan.
Delapan anak dari beragam latar budaya — Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan Tionghoa — tergabung dalam "Tim Merah Putih" untuk menjaga bendera pusaka.
Namun, tiga hari sebelum upacara, bendera itu hilang. Mereka pun bersatu dalam misi heroik untuk menyelamatkannya.
Sayangnya, alih-alih memicu rasa bangga, film ini justru menuai cibiran karena dianggap tak sepadan dengan anggaran yang dikucurkan.
Netizen menyebutnya contoh nyata proyek besar yang terkesan dikerjakan terburu-buru dan minim sentuhan artistik, meskipun dibalut semangat nasionalisme.
Beberapa komentar bahkan lebih pedas, menyebut grafis Merah Putih: One For All terkesan terburu-buru dan mirip tugas sekolah.
"Maaf bukan maksud enggak nasionalis ya, tapi jujur film ini kerasa kayak hasil tugas proyek PPKn anak SMA yang dikerjain seminggu sebelum deadline," tulis seorang netizen di YouTube.
Terlepas dari pro-kontra yang beredar, Merah Putih: One For All tetap dijadwalkan tayang di bioskop pada 14 Agustus 2025.
Ada juga yang menyindir, "Saya dengar katanya ini film mau masuk bioskop? Saya rasa ngeliatin kursi bioskop kosong selama dua jam mungkin lebih menghibur daripada nonton ini."
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.