Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Indonesia

Sampai mati: Anjing dan babi hutan bertarung dalam tradisi berburu yang kontroversial di Sumbar

Sampai mati: Anjing dan babi hutan bertarung dalam tradisi berburu yang kontroversial di Sumbar
Babi hutan dikejar oleh seekor anjing di sebuah kamp pelatihan anjing pemburu di Tanah Datar, Sumatra Barat, Indonesia. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

SIKALADI, Indonesia: Pada suatu pagi di Februari lalu, kota Sikaladi yang biasanya tenang dibuat terjaga oleh riuh rendah suara ratusan pria dan gonggongan tanpa henti dari sahabat berkaki empat mereka.

Beberapa hari sebelumnya, warga melihat seekor babi hutan memamah kacang-kacangan di lahan pertanian di atas bukit setinggi tiga puluh meter yang menghadap ke Sikaladi, sebuah kota agraria berpenduduk 1.500 orang di wilayah pegunungan Sumatra Barat.

Anggota Persatuan Olahraga Berburu Babi Indonesia (PORBI) yang mendapati kabar tersebut langsung memberi tahu anggota lainnya untuk berkumpul di kaki bukit. Mereka akan memburu sang babi.

Sejak pukul 8 pagi di hari itu, pemburu sudah memadati Sikaladi. Mereka datang satu per satu dengan motor yang kedua sisinya dipasangi kandang besi berisikan anjing-anjing. Pemburu yang lebih mapan datang mengendarai pikap, mampu membawa serta empat hingga delapan anjing dalam sekali angkut.

"Menegangkan sekali ketika melihat anjing-anjing kami mengejar babi hutan, suara gaduhnya, gonggongan, sorakan teman-teman," kata Sumantri, pekerja bangunan yang mengaku sudah berburu babi liar sejak kecil, saat berbincang dengan CNA.

Para pemburu dan anjing mereka melintasi kota Sikaladi, Sumatra Barat, untuk melacak jejak babi hutan. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Selama beberapa generasi, masyarakat Sumatra Barat telah berburu babi hutan yang merambah dan merusak lahan pertanian mereka.

Tetapi sekarang praktik ini menjelma menjadi olahraga dan hiburan, tidak sekadar perkara pemberantasan hama. Ajang perburuan babi hutan bahkan bisa membuat para penggemarnya datang dari kota dan desa lain yang jauhnya hingga puluhan kilometer.

Beberapa kabupaten di Sumatra Barat bahkan menjadikan perburuan babi hutan sebagai penarik wisatawan, dengan mengadakan ajang perburuan yang didatangi ribuan pemburu dan penggemarnya dari seluruh Indonesia.

Karena perburuan ini sudah menjadi sebuah atraksi, populasi babi hutan semakin berkurang. Hal ini berimbas pada kelangsungan hidup harimau Sumatra yang kian terancam punah di kawasan tersebut.

Para pemburu dan anjing mereka mengikuti jalan setapak berlumpur di sebuah bukit bervegetasi lebat di Sikaladi, Sumatera Barat, untuk mencari babi hutan. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

PERBURUAN YANG BRUTAL, NALURI MEMBUNUH

Berabad-abad sudah perburuan ini dilakukan. Namun satu-satunya yang tidak berubah adalah sifatnya yang brutal.

Para pemburu tidak menggunakan senapan atau senjata lainnya untuk memastikan buruannya mati dengan cepat. Mereka hanya mengandalkan naluri pembunuh anjing-anjing yang telah dilatih sejak kecil.

"Saya tidak bisa menggambarkan betapa girangnya saya setiap kali anjing saya membawa darah (babi)," kata Sumantri - yang berperawakan pendek kurus dengan kumis tipis beruban - sambil menyeringai.

Pekerja bangunan Sumantri, 51 tahun, mengatakan bahwa ia telah berburu babi hutan sejak ia masih kecil (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Ada kalanya babi hutan berhasil kabur tanpa melukai diri sendiri atau sekelilingnya.

Tapi tidak jarang juga hewan liar itu menyerang balik, terutama jika sudah terpojok. Pertarungan itu biasanya baru berakhir jika babi hutan bisa melarikan diri atau dibantai dan dicabik-cabik oleh kawanan anjing yang mengepungnya.

Babi hutan terkadang berukuran lebih besar dan lincah ketimbang anjing-anjing yang mengejarnya. Dalam pertarungan, taring-taring babi bisa melukai atau bahkan membunuh anjing-anjing pengejarnya sebelum akhirnya mati atau meloloskan diri.

Sekawanan anjing pemburu diturunkan dari sebuah pikap menjelang perburuan babi hutan di Sikaladi, Sumatra Barat. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Ini persisnya yang menimpa salah satu anjing milik Muhammad Azrifa beberapa bulan lalu. Di tengah pengejaran, babi hutan melawan balik dan menancapkan taringnya ke perut anjing dan merobek organ-organ vitalnya.

"Babinya lolos dan abang saya membalut luka (anjing) dengan bajunya. Dibawanya ke dokter, tapi anjingnya mati sebelum sampai," kata petani berusia 17 tahun ini kepada CNA.

"Saya sedih. Tapi namanya hidup."

Muhammad Azriza, 17, pernah memiliki seekor anjing yang mati saat berburu babi hutan. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

PRAKTIK BERBAHAYA

Dalam perburuan ini, korbannya bukan hanya anjing dan babi hutan.

Para pemburu juga kerap terluka akibat serangan babi hutan, gigitan ular atau terjatuh ketika berjalan di lereng perbukitan yang licin.

Warga setempat juga bisa menjadi korban.

Pada ajang perburuan November lalu, para pemburu mengejar babi hutan sampai masuk ke dalam desa Sungai Limau, sekitar 72km dari Sikaladi. Serudukan babi itu lantas melukai dua warga: Bocah tujuh tahun dan neneknya yang berusia 64 tahun.

Insiden serupa terjadi di bulan yang sama, tepatnya di desa Aur Malintang, 22km jauhnya. Korban adalah gadis berusia 10 tahun yang mengalami luka di kaki dan tangannya akibat terjangan babi hutan.

Seekor anjing mencium aroma babi hutan saat berburu di perbukitan yang rimbun di Sikaladi, Sumatra Barat, Indonesia. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat sudah berusaha mencegah praktik perburuan babi hutan ini.

Pasalnya, babi hutan adalah salah satu sumber makanan utama bagi harimau Sumatra yang terancam punah. BKSDA Sumbar memperkirakan 120 dari 600 harimau Sumatra yang tersisa di dunia ada di Sumatra Barat yang 56 persen wilayahnya masih dirimbuni hutan.

"Kami menyerukan (para pemburu) untuk mengejar dan mengusir babi-babi itu kembali ke hutan," kata kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono kepada CNA.

Menurut Ardi, populasi babi hutan yang menurun akan membuat harimau merambah ke permukiman warga dan lahan pertanian, meningkatkan risiko konflik antara manusia dan hewan dilindungi tersebut.

Para pemburu dan anjing mereka menyusuri persawahan untuk mencari jejak babi hutan selama perburuan di Sikaladi, Sumatra Barat, Indonesia. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Karena babi hutan bukanlah spesies dilindungi, hampir tidak ada penelitian mengenai hewan ini. Akibatnya, sulit memperkirakan berapa populasi mereka dalam beberapa tahun terakhir.

Demi melindungi sumber makanan harimau, pemerintah setempat telah menerapkan zona larangan berburu di habitat harimau.

Namun pemerintah Sumatra Barat tidak secara tegas melarang perburuan ini. Mereka beralasan, perburuan penting juga untuk mengendalikan populasi babi hutan di Sumbar yang 20 persen dari 5,5 juta penduduknya adalah petani.

Para pemburu beristirahat dan makan siang di tengah perburuan babi hutan di Sikaladi, Sumatra Barat, Indonesia. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Selain itu, menurut pemerintah provinsi dan politisi setempat, perburuan babi hutan telah menjadi sebuah tradisi di Sumatra Barat.

Ada lebih dari 4.000 pemburu di Sumatra Barat yang terdaftar di PORBI - terbanyak dibanding wilayah lainnya di Indonesia.

Lantaran kian populer, beberapa kabupaten di Sumbar bergantian mengadakan ajang berburu skala besar. Beberapa ajang bahkan bisa diikuti oleh ribuan peserta, yang beberapa di antaranya datang dari Jakarta dan Jawa Barat.

Para pemburu dan anjing mereka melacak jejak babi hutan saat berburu di Sikaladi, Sumatra Barat, Indonesia, sementara penduduk setempat menonton. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

PARA PENCARI ADRENALIN

Kebanyakan pemburu di Sumbar sudah mulai berburu sejak kecil.

Salah satunya Azriza si petani muda, yang sudah berburu babi hutan saat berusia 12 tahun. Pada awalnya, dia mengira kegiatan ini tidak lebih dari sarana bercengkerama dengan ayah dan kakaknya - dua pria yang memperkenalkannya pada olahraga berburu.

Setelah beberapa kali mengalami kegagalan dan kekecewaan dalam berburu, akhirnya anjingnya berhasil membunuh seekor babi hutan beberapa tahun silam.

"Saking senangnya saya peluk anjing saya," kata dia.

Ada rasa kebanggaan dalam diri Azriza, bahwa dari sekian banyak anjing yang ikut berburu, anjingnya yang berhasil menangkap babi. Sejak saat itu, dia ketagihan.

Para pemburu dan anjing mereka mencari jejak babi hutan dalam perburuan di Sumatra Barat, Indonesia. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Sensasi dari keberhasilan memburu babi memang membuat ketagihan, hal ini diakui sendiri oleh para pemburu kepada CNA. Itulah alasannya mengapa mereka mau bersusah payah untuk mengulangi pengalaman tersebut lagi.

Fahrur Rozi mengaku sudah menjelajahi pelosok Sumatra Barat dan provinsi tetangga Riau untuk berburu babi hutan. Untuk hobinya ini dia rela merogoh kocek hingga puluhan juta rupiah, sebuah nilai yang besar untuk seorang penjual makanan seperti dirinya.

Seekor anjing pemburu yang belum terlatih dihargai mulai dari Rp1,5 juta, kata pria 36 tahun pemilik empat anjing ini kepada CNA. Harganya bisa naik dua kali lipat jika anjing telah dilatih dan dianggap siap turun berburu. Harganya akan naik dengan drastis jika anjing tersebut diketahui pernah membunuh babi.

"Saya pernah melihat anjing yang harganya lebih dari mobil," kata Fahrur.

Fahrur Rozi, 36, dalam perburuan babi hutan di Sikaladi, Sumatra Barat. (Photo: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Ada sekolah-sekolah khusus untuk melatih anjing-anjing pemburu ini. Di sekolah ini, anjing-anjing mendapatkan pelatihan halang rintang dan mengendus bau babi hutan. Setiap kali melihat babi, mereka dilatih untuk membunuhnya.

Setelah menjalani pelatihan, anjing-anjing juga perlu dijaga kebugarannya. Setiap pemburu punya cara khusus untuk menjaga stamina anjing-anjing mereka, mulai dari mengajak berenang di sungai hingga memberikan asupan vitamin dan suplemen.

"Keseruan berburu membuat semua kerja keras ini terbayarkan," kata Fahrur.

Seekor babi hutan dikejar oleh anjing-anjing di tempat pelatihan anjing pemburu di Tanah Datar, Sumatra Barat, Indonesia. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Namun belakangan melacak jejak babi hutan semakin sulit, menandakan kian menurunnya populasi hewan tersebut.

Salah satunya adalah perburuan di Sikaladi yang berakhir nihil tanpa ditemui penampakan - apalagi penangkapan - babi hutan. Padahal perburuan selama berjam-jam itu telah mengerahkan ratusan pemburu dan sekitar dua ratus anjing untuk menyisir setiap sudut perbukitan.

"Sebelumnya, paling tidak kami selalu bisa menangkap satu babi dalam perburuan seperti ini. Sekarang, ada kalanya kita pulang dengan tangan kosong," kata Zulfikar Idris, pemburu berusia 43 tahun yang berprofesi sebagai pedagang pakaian di pasar.

Seorang pemburu beristirahat saat anjing-anjingnya mengawasi tanda-tanda keberadaan babi hutan dalam perburuan di Sikaladi, Sumatra Barat. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Saking jarangnya penampakan babi hutan di beberapa bagian Sumatra Barat, terkadang para penyelenggara ajang berburu sengaja melepaskan babi yang pernah ditangkap atau diternakkan sebelum perburuan dimulai. Biasanya ini dilakukan dalam ajang perburuan skala besar.

Kondisi ini tidak melemahkan semangat Zulfikar yang mengatakan masih akan terus berburu babi hutan.

"Ini adalah sesuatu yang diwarisi dari satu generasi ke generasi lainnya di keluarga saya," kata dia. "Ini lebih dari hobi, ini tradisi."

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.

Para pemburu dan anjing mereka kembali ke rumah setelah perburuan babi hutan di Sikaladi, Sumatra Barat, tidak membuahkan hasil. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)
Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan