Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Indonesia

'Lebih baik kalah nasi, daripada kalah aksi': Ketika angkot di Manado bersaing modifikasi demi merebut hati

'Lebih baik kalah nasi, daripada kalah aksi': Ketika angkot di Manado bersaing modifikasi demi merebut hati
Angkot modifikasi antre menunggu penumpang di Pasar 45 Manado. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

MANADO, Indonesia: Tidak lama setelah matahari terbenam di cakrawala, jalanan kota Manado menjadi semarak dengan kilau warna-warni lampu LED dan dentuman suara musik dansa elektronik yang memekakkan telinga. 

Sumber kemeriahan dan gegap gempita itu - sebagian orang menganggapnya gangguan - mungkin akan membuat para pendatang keheranan. Tapi 423.000 warga Manado sudah paham, bahwa keramaian itu tidak lain dan bukan berasal dari mobil-mobil minivan angkutan kota (angkot).

"Di Manado, penumpang tidak mau naik kalau tidak pakai audio (di dalam angkot) ... Toa (audio) itu berpengaruh di Manado. Orang bilang tidak asyik kalau tidak pakai toa," kata seorang sopir angkot di Manado, Steriandi Panambunan, 31, kepada CNA.

Banyak orang menganggap angkot yang bising dan berpenampilan mencolok ini sebagai karya seni berjalan dan diterima sebagai salah satu keunikan Manado. Tapi ada juga yang memandangnya sebagai gangguan.

Salah satunya adalah para pejabat kota yang menganggap angkot-angkot seperti ini telah mengganggu ketertiban umum, sehingga terus ditindak atas pelanggaran peraturan keamanan lalu lintas.  

ANGKOT BERPINTU GUNTING ALA LAMBORGHINI

Menurut data pemerintah setempat, ada hampir 1.900 angkutan kota berjenis minivan yang beroperasi di Manado. Antara 50 sampai 70 persen di antaranya - menurut perhitungan sopir dan warga lokal - sudah dimodifikasi.

Bukti nyata bisa dilihat di Jalan Suprapto, sebuah jalan yang membelah Pasar 45, salah satu distrik perbelanjaan paling ramai di kota itu.

Di ruas jalan tersebut, puluhan angkot bersaing menarik perhatian calon penumpang yang keluar dari toko-toko dan restoran di sekitarnya.

Mereka berlomba memikat mata dan telinga para calon penumpang, menjadikan jalan empat lajur itu tak ubahnya tempat pameran mobil dadakan.

Tampilan interior angkot modifikasi di Manado. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Sebagian besar angkot dihiasi dengan lampu LED yang berkelap-kelip, menerangi kabin dan kolong mobil dengan sebanyak mungkin warna pelangi. Sementara yang lainnya dimodifikasi pada bagian catnya, digambari dengan teknik airbrush menutupi warna biru langit standar eksterior angkot.    

Beberapa sopir bahkan melengkapi kendaraan mereka dengan ban lebar yang dihiasi lis berwarna putih. Sementara sopir lainnya memilih memanjakan penumpang dengan kursi bersabuk pengaman yang dapat direbahkan.

Lalu ada juga sopir yang bertindak lebih jauh dengan memasang sunroof dan pintu gunting yang terinspirasi dari Lamborghini. Hampir semua angkot itu memiliki sistem audio yang cukup kencang, yang suaranya bisa terdengar dari jarak ratusan meter.

"Ada angkot modifikasi juga di daerah lain (di Indonesia), tapi tidak sebanyak di Manado," kata seorang sopir angkot Rendo Tumelap, 25, kepada CNA.

Angkutan kota di Manado yang dihiasi karya seni airbrush bergambar tokoh anime Jepang. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Bagi para sopir angkot di Manado, memiliki kendaraan yang dimodifikasi jadi sumber kebanggaan dan sarana mengekspresikan diri.

Bahkan ada kontes yang rutin diadakan oleh klub dan bengkel otomotif untuk mencari angkot dengan sistem audio terbaik dan modifikasi cat yang paling menarik. Pemenangnya mendapatkan hadiah uang tunai, piala, dan yang terpenting, prestise dan harga diri.

MEROGOH KOCEK DALAM-DALAM

Ribuan orang di Manado bergantung pada angkot, yang dikenal oleh warga setempat sebagai "mikro", terutama anak-anak sekolah yang belum cukup umur untuk mengendarai motor atau mobil sendiri.

Seperti kebanyakan kota di Indonesia lainnya, angkot adalah salah satu moda transportasi paling murah, yang mampu menembus jalan-jalan kecil padat penduduk.

Untuk sekali perjalanan dengan mikro biasanya dipatok tarif Rp6.000.

Para sopir angkot di Manado telah memodifikasi kendaraan mereka sejak puluhan tahun lalu. Semua ini bermula ketika pemutar kaset di dasbor menjadi populer dan merebak di seluruh Indonesia pada tahun 1970 dan 1980-an.

"Ada peribahasa di Manado - 'lebih baik kalah nasi daripada kalah aksi'," kata sopir angkot, Steriandi.

Steriandi Panambunan, 31 tahun, sopir angkot di Manado. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

"Kalau ada satu sopir pasang sistem audio kencang, sopir lain pasti dorang (mereka) pasang yang lebih kencang lagi. Itu sama kalau torang (kami) punya modifikasi cat dan aksesoris lain."

Demi menjadi yang terbaik di kota itu, sopir berusia 31 tahun ini mengaku telah memodifikasi cat angkotnya beberapa kali. Modifikasi cat terbaru, kata dia, menggunakan gambar gim mobile favoritnya: PUBG: Battlegrounds.

Namun tidak semua sopir memodifikasi cat pada angkot mereka.

Rendo Tumelap mengaku lebih suka angkotnya tetap berkelir biru langit sesuai peraturan agar tidak ditangkap polisi ketika beroperasi di siang hari.

Tapi di malam hari atau di tempat yang jauh dari pengawasan aparat, Rendo akan menyetel kencang-kencang sistem audionya yang terpasang rapi di bawah bangku depan. Dia juga akan menyalakan lampu-lampu LED yang menerangi bagian dalam dan luar kendaraannya.

"Ada orang yang pilih-pilih angkot mana yang akan dinaiki. Banyak orang yang suka naik angkot yang dimodifikasi," kata dia.

Rendo Tumelap, 25 tahun, di dalam angkotnya di Manado. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Rendo memodifikasi angkotnya lebih untuk mengekspresikan diri dan kebanggaan memiliki kendaraan yang beda daripada yang lain, bukan untuk memuaskan dan memenuhi kebutuhan penumpangnya. Itulah sebabnya dia terus merogoh kocek demi mobilnya, walau penghasilannya sebagai sopir angkot hanya sekitar Rp150.000 per hari.

"Untuk semuanya? Sekitar Rp70 juta," kata Rendo saat ditanya sudah berapa banyak uang dia habiskan untuk memodifikasi mobilnya selama lima tahun jadi sopir angkot.

Jumlah itu, imbuh dia, dua kali lipat dibanding uang yang dia keluarkan untuk membeli Suzuki Carry keluaran tahun 2005 itu pada 2018.

"Punya mobil modifikasi itu buat torang semangat kerja dan tahan sampai berjam-jam ada di jalan," kata pria 25 tahun ini.

KUCING-KUCINGAN DENGAN APARAT

Warga Manado Ryainheart Sulangi bingung bagaimana harus bersikap soal angkot semacam itu di kotanya.  

Di satu sisi, kata dia, angkot-angkot itu yang membuat kotanya unik. Tapi di sisi lain, dia merasa beberapa modifikasi lebih mementingkan gaya ketimbang keselamatan penumpang.

Ryainheart memberi contoh, sebuah angkot pernah kesulitan menanjak pada jalanan berbukit lantaran beban pada audio sistem yang terlalu berat.

Beberapa kali juga, kata dia, spoiler depan dan fender belakang angkot yang dipasang asal-asalan terlepas di jalanan yang tidak rata.

"Demi berhemat, para sopir mikro sering kali memasang sendiri aksesoris ini. Dorang tidak peduli pada kualitas bahannya atau apakah dipasang dengan benar di bengkel, karena semua itu hanya untuk pamer," kata dia kepada CNA.

Interior angkot modifikasi di Manado, Indonesia. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Kepala Dinas Perhubungan Manado Jeffry Worang mengatakan bahwa masalah keamanan penumpang dan keluhan warga soal kebisingan yang ditimbulkan angkot jadi alasan utama mereka sering mengadakan razia kendaraan.

"Setiap suku cadang dan aksesoris yang tidak memenuhi persyaratan teknis untuk mobil angkutan kota, menganggu ketertiban umum atau berbahaya bagi keamanan masyarakat itu dilarang keras," kata dia.

Sebuah angkot modifikasi di Manado dilengkapi televisi layar datar dan sepiker. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Jeffry mengatakan, para sopir akan melepaskan modifikasi dan mengembalikan mobil dalam keadaan standar setiap kali akan menjalani inspeksi kelaikan jalan dua tahun sekali.

Itulah sebabnya, razia rutin diperlukan untuk mencegah adanya modifikasi angkot yang tidak aman dan mengganggu warga di jalanan. "Jika mereka terus beroperasi tanpa melakukan perubahan, maka kami akan mencabut izinnya," kata dia.

Steriandi, sopir angkot, mengatakan dia dan sopir lainnya sering kali bertukar informasi melalui grup WhatsApp soal keberadaan razia polisi dan petugas dari pemerintah kota.

"Jadi sopir-sopir lainnya bisa berbalik arah atau cari jalan alternatif. Kami cari rute yang lebih aman untuk menghindar (razia)," kata dia. 

Dua anak kecil bermain di dalam angkot modifikasi di Manado, Indonesia. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Tapi menurut sopir angkot lainnya, Rifli Mincelungan, 21, petugas pemkot sudah menyadari taktik ini dan mulai menempatkan petugas di jalan-jalan kecil.

Rifli mengaku pernah membayar denda yang cukup besar karena beberapa pelanggaran, mulai dari tidak adanya pintu penumpang, kaca spion yang terlalu kecil, dan memodifikasi mobilnya jadi ceper.

"(Petugas) juga menyita toa saya dan melemparkannya ke pinggir jalan," kata dia kepada CNA.

"Sekarang saya sedang menabung untuk membeli sound system baru. Anak-anak sekolah suka mendengarkan musik saat pergi atau pulang sekolah. Kita (saya) sendiri juga suka mendengar musik."

Untuk saat ini, benderang lampu dan dentuman musik masih akan berlanjut dalam mobil-mobil angkot modifikasi. Tapi dengan razia yang kerap dilakukan dan persaingan dengan jasa angkutan online, entah sampai kapan mereka dapat terus bertahan.

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris. 

Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini soal kekeringan dan ancaman gagal panen akibat El Nino di beberapa desa di Indonesia.

Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.

Source: CNA/da(ih)

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan