Gunting tak pernah pensiun: Nenek berusia 108 tahun di Jepang jadi tukang cukur perempuan tertua
"Tahun ini umur saya 109 tahun, jadi saya akan terus bekerja sampai berusia 110 tahun," ujar Shitsui Hakoishi.

Ilustrasi tukang cukur lansia sedang bekerja memotong rambut pelanggannya. (Foto: iStock/Photographer and Illustrator)
TOKYO: Berambut putih dan bertubuh ramping, Shitsui Hakoishi, perempuan berusia 108 tahun ini belum berencana berhenti bekerja sebagai tukang cukur.
Menurut lansia asal Jepang ini, pengakuan dari Guinness World Records itu membuatnya sangat bahagia — selain pengakuan dari para pelanggannya, tentu saja.
Pada awal Maret lalu, ia menerima sertifikat resmi dari organisasi pencatat rekor dunia tersebut.
Ada kategori terpisah untuk barber pria, tetapi pemegang rekor sebelumnya, Anthony Mancinelli dari Amerika Serikat, yang meraih gelarnya di usia 107 tahun pada tahun 2018, sudah meninggal dunia. Hal ini menjadikan Shitsui satu-satunya pemegang rekor saat ini.
Menurut situs resmi Guinness World Records, salon milik Shitshui terletak sekitar tiga jam perjalanan dari Tokyo, di pinggiran Prefektur Tochigi yang dikelilingi pegunungan.
Di ruang kerjanya yang mungil, terdapat berbagai peralatan cukur klasik, termasuk sepasang gunting yang telah ia gunakan sejak sebelum Perang Dunia II.
Shitshui telah berkarier selama sembilan dekade, dan ia merasa semua itu berkat para pelanggannya.
"Saya bertahan sejauh ini hanya karena para pelanggan saya," kata Shitsui dalam konferensi pers bertempat di kampung halamannya di Nakagawa, Prefektur Tochigi, di sisi timur laut Tokyo. "Saya sungguh terharu dan penuh kebahagiaan. "
"Hidup saya selalu sulit sejak saya kecil, tapi kini saya benar-benar bahagia," tambahnya.

Lahir pada 10 November 1916 di keluarga petani di Nakagawa, Shitshui memutuskan menjadi tukang cukur di usia 14 tahun. Ia pindah ke Tokyo untuk belajar sebagai murid magang di satu salon.
Saat ia lahir, dunia masih berada di tengah kecamuk Perang Dunia I.
Keputusannya untuk menjadi tukang cukur bermula ketika ibu dari seorang teman menawarkannya kesempatan magang di salon. Tanpa ragu, ia mengemas barang-barangnya dan berangkat ke ibu kota, seorang diri.
Pada tahun 1934, saat berusia 18 tahun, Shitshui lulus ujian tukang cukur dan dengan cepat menjadi salah satu barber yang populer di salon-salon tempat ia bekerja.
Dua tahun kemudian, setelah memperoleh sertifikat tukang cukurnya, ia membuka salon bersama suaminya, Jiro. Mereka dikaruniai dua anak sebelum Jiro gugur dalam Perang Jepang-China yang pecah pada 1937.
Tragedi susul-menyusul menimpanya. Jiro direkrut menjadi tentara dalam Perang China-Jepang Kedua dan meninggal dunia. Salon sekaligus tempat tinggalnya hancur akibat pemboman terhadap Tokyo oleh militer Amerika Serikat.
Shitshui kehilangan salonnya dalam serangan bom yang meluluhlantakkan Tokyo tersebut. Ia dan anak-anaknya sempat dievakuasi ke wilayah lain di Prefektur Tochigi, tempat mereka akhirnya mendapatkan perlindungan.
Delapan tahun berselang sebelum ia kembali membuka salon pada 1953. Ia menamainya Rihatsu Hakoishi di kampung halamannya, Nakagawa, sembari membesarkan kedua anaknya. Dalam bahasa Jepang, 'rihatsu' berarti tukang cukur.
Pada Maret 2021, ia berpartisipasi sebagai pembawa obor dalam estafet obor Olimpiade Tokyo. Karena nyeri lutut, pelanggannya tak lagi sebanyak dulu, namun ia tetap menunjukkan keahliannya dalam memangkas rambut setiap kali ada yang memesan jasanya.
"Ada orang-orang yang datang dari jauh hanya untuk bertemu saya, jadi saya ingin terus bekerja selama masih mampu," kata Shitshui, dikutip oleh Kyodo News.
Ia pun belum berniat meletakkan guntingnya.
"Tahun ini umur saya 109 tahun, jadi saya akan terus bekerja sampai berusia 110 tahun," ujarnya sambil tersenyum penuh percaya diri.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.