Jaga gula darah tetap aman, ini tips puasa Ramadan bagi penderita diabetes
Puasa Ramadan bagi penderita diabetes memang memerlukan perhatian ekstra. Tapi jangan khawatir, dengan strategi yang tepat, kamu tetap bisa menjalani puasa dengan aman dan nyaman.

Ilustrasi pemeriksaan kadar gula darah bagi penderita diabetes. (Foto: iStock/hxyume)
JAKARTA: Puasa di bulan Ramadan sering kali menjadi ujian tersendiri bagi penderita diabetes. Rasa lapar dan haus bukan satu-satunya kekhawatiran — menjaga kadar gula darah tetap stabil sepanjang hari juga menjadi prioritas utama.Â
Meski terdengar rumit, bukan berarti mereka yang hidup dengan diabetes tak bisa menjalankan ibadah puasa. Kuncinya? Perencanaan matang dan pola makan yang tepat.
Dokter spesialis penyakit dalam di RSUP Persahabatan, dr. Andi Alfian, Sp.PD., menjelaskan bahwa bagi penderita diabetes, persiapan untuk menjalani puasa Ramadan seharusnya dimulai sejak satu bulan hingga beberapa hari sebelum puasa.
PENILAIAN DOKTERÂ
Konsultasi ke dokter menjadi langkah krusial agar pasien mendapatkan penilaian medis terkait kondisi tubuh mereka.Â
"Kami akan memberikan penilaian dan menentukan apakah pasien masuk kategori risiko tinggi (high risk), risiko sedang (medium risk), atau risiko rendah (low risk). Ini penting untuk menentukan apakah seseorang aman untuk berpuasa atau justru sebaiknya tidak memaksakan diri," jelas dr. Andi kepada CNA Indonesia.
Salah satu hal yang disarankan adalah melakukan evaluasi gula darah di beberapa titik waktu, yakni pagi hari, siang hari, dan sore hari.Â
"Kalau misalnya kadar gula darah di pagi hari di bawah 70 [mg/dL], sebaiknya jangan memaksakan untuk berpuasa karena dikhawatirkan menjelang sore hari akan terjadi hipoglikemia," tambahnya.Â
Hipoglikemia adalah kondisi di mana kadar gula darah turun secara drastis, yang jika tidak segera ditangani, bisa menyebabkan pingsan atau komplikasi serius lainnya.
Sebaliknya, jika gula darah terlalu tinggi — misalnya di atas 250 mg/dL — pasien juga dianjurkan untuk membatalkan puasa.Â
Pasalnya, kadar gula yang sangat tinggi berisiko membawa pasien ke kondisi darurat medis. "Kalau sudah di atas 250 [mg/dL], itu bisa masuk ke tahap emergency. Jadi, jangan anggap remeh," tegas dr. Andi.

PENYESUAIAN DOSIS OBAT
Bagi pasien diabetes yang masuk kategori high risk tetapi tetap ingin berpuasa, dokter akan memberikan sejumlah saran untuk memastikan puasa tetap aman.Â
Salah satu faktornya adalah penyesuaian dosis obat, baik itu obat minum maupun insulin.Â
"Pasien yang menggunakan obat minum, misalnya, harus menyesuaikan waktu konsumsinya. Ada beberapa obat yang berisiko menyebabkan hipoglikemia, jadi lebih baik diminum saat berbuka puasa daripada saat sahur," papar dr. Andi.Â
Jika pasien tetap ingin minum obat saat sahur, dosisnya harus dikurangi sesuai arahan dokter.
Penyesuaian juga berlaku bagi pengguna insulin. Dosis insulin perlu disesuaikan tergantung kebiasaan dan kondisi masing-masing pasien.Â
"Kami akan menilai, misalnya, apakah dosis insulin perlu dikurangi dan kalau iya, pengurangannya harus berapa persen," kata dr. Andi.Â
Oleh karena itu, beliau menekankan pentingnya konsultasi medis sebelum berpuasa agar tidak membahayakan kesehatan pasien.

TIPS MAKAN SAHUR DAN BUKA PUASA
Dalam hal pola makan, dr. Andi merekomendasikan agar penderita diabetes melakukan sahur di akhir waktu dan mengonsumsi karbohidrat kompleks yang kaya serat.Â
"Karbohidrat kompleks membantu menjaga rasa kenyang lebih lama dan mencegah lonjakan gula darah secara tiba-tiba," ujarnya.Â
Contoh karbohidrat kompleks termasuk nasi merah, roti gandum, oatmeal, jagung, kentang, ubi jalar, dan berbagai kacang-kacangan. Sayuran seperti brokoli, bayam, dan kubis juga baik dikonsumsi.
Untuk buah-buahan, karbohidrat kompleks ditemukan di apel, pisang, dan jeruk. Namun, beliau mengingatkan agar sahur tetap dilakukan dengan seimbang dan tidak berlebihan.
Selain itu, penderita diabetes disarankan untuk menghindari teh dan kopi saat sahur.Â
"Teh dan kopi mengandung kafein yang bersifat diuretik, artinya bisa meningkatkan frekuensi buang air kecil. Ini berisiko menyebabkan dehidrasi, yang justru memperparah komplikasi diabetes," jelas dr. Andi.Â

Dehidrasi bisa memicu komplikasi serius seperti Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan HHS (Hyperosmolar Hyperglycemic State).
KAD adalah kondisi darurat yang ditandai dengan kadar gula darah sangat tinggi, penumpukan asam (keton) dalam darah, dan ketidakseimbangan metabolik karena tubuh mulai membakar lemak sebagai sumber energi.Â
Sementara itu, HHS merupakan komplikasi serius pada penderita diabetes tipe 2 akibat kadar gula darah yang sangat tinggi dan dehidrasi parah.
Terakhir, saat berbuka puasa, dr. Andi menyarankan untuk tidak mengonsumsi makanan yang terlalu manis agar terhindar dari lonjakan gula darah mendadak. "Hindari makanan dengan indeks glikemik tinggi karena bisa memperburuk kondisi," tutupnya.
Dengan persiapan matang dan bimbingan dokter, penderita diabetes tetap bisa menjalani ibadah puasa Ramadan dengan aman dan nyaman.
Ikuti Kuis CNA Memahami Asia dengan bergabung di saluran WhatsApp CNA Indonesia. Menangkan iPhone 15 serta hadiah menarik lainnya.