Mengapa makin dewasa kita makin sulit mencari teman?
Makin bertambah usia, lingkaran pertemanan makin menyusut. Perlukah kita menjalin pertemanan baru ketika kehidupan modern sudah membuat kita lelah seharian bekerja?
Pertemanan mungkin merupakan salah satu aspek terindah dalam hidup. Lihat saja, berapa banyak buku, film, dan acara TV yang mengangkat tema persahabatan. Namun, mengapa ya, semakin kita dewasa, semakin sulit menjalin pertemanan baru?
Kecuali kamu seorang yang sangat mudah bergaul, bagi sebagian besar orang dewasa nyatanya sangat sulit untuk menjalin pertemanan baru.
Jangankan untuk berteman, memperkenalkan diri kepada orang baru saja rasanya sulit untuk menepis perasaan canggung. Terlebih, untuk mengajak mereka nongkrong bareng.
Mengajak nongkrong mereka yang sudah lama menjadi teman kita saja, kadang kita sulit menemukan waktu yang pas untuk semua orang.
Jika kamu merasakan beberapa hal tersebut, tenang, kamu tidak sendiri. Survei di Amerika Serikat yang dilakukan Pew Research Center mengungkapkan bahwa lebih dari 60 persen orang AS menganggap penting punya teman agar hidup lebih memuaskan.
Namun, sebagian besar mengaku bahwa semakin bertambahnya usia, lingkaran pertemanan semakin menyusut.
Menurut survei yang dilaporkan Vox, rata-rata orang biasanya memiliki jumlah teman terbanyak di usia 25 tahun. Setelah itu, jumlah teman kita akan terus menurun perlahan seumur hidup, atau tergantikan dengan teman yang lain.
Jika persahabatan begitu penting, mengapa kita kesulitan menjalin pertemanan baru?
BUKAN LAGI KANAK-KANAK
Kehidupan dewasa muda dipenuhi dengan berbagai tanggung jawab, baik itu pekerjaan di kantor, kehidupan berkeluarga dengan pasangan dan anak-anak, hingga melakukan hobi pribadi. Jelas saja kita hampir-hampir tidak akan punya waktu untuk menjalin persahabatan.
Hal ini tentu saja berbeda dengan pertemanan saat kita masih usia kanak-kanak. Pertemanan begitu mudah terjalin karena kita ditempatkan dalam situasi sosial yang mengharuskan kita berteman, seperti di sekolah, les, atau kegiatan ekstrakulikuler.
Menurut penelitian yang dilakukan University of Kansas pada tahun 2018, kita perlu menghabiskan waktu sekitar 200 jam bersama seseorang yang baru dikenal hingga kita dapat menganggap mereka sebagai teman dekat. Pada masa ketika kita masih sekolah, 200 jam adalah rentang waktu yang mudah dicapai.
Ketika kita sudah dewasa, siapa yang punya waktu ratusan jam semacam itu hanya untuk menjalin petemanan?
Semenjak era pandemi, kultur kerja dari rumah kian meningkat, membuat kita kini tidak perlu lagi bekerja di luar rumah. Memang pekerjaan menjadi efisien, namun budaya bekerja bersama-sama dengan rekan seakan terkikis.
Selain itu, pada dasarnya, sebagian besar dari kita kelelahan oleh kehidupan modern. Ketika bekerja seharian saja sudah melelahkan, berupaya menjalin pertemanan baru hanya akan terasa seperti beban.
Itulah sebabnya kita sering merasa lega ketika teman membatalkan rencana pertemuan di saat-saat terakhir.
Selain itu, kita kerap tidak percaya diri bahwa orang lain tidak menikmati percakapan dengan kita, sebagaimana kita menikmati percakapan dengan mereka.
Fenomena semacam ini disebut dengan istilah the liking gap, menurut laporan Harvard Business Review edisi bulan Februari 2024.
Solara Calderon, psikolog klinis yang berbasis di Encinitas, California, AS, sering melihat kliennya membiarkan kecemasan menghalangi mereka dalam membentuk hubungan baru.
"Orang-orang sering memiliki pikiran cemas seperti, 'Mereka sepertinya tidak akan menyukaiku' atau 'Bagaimana jika aku berkata hal yang bodoh?'" ungkap Calderon.
"Daripada mempercayai pikiran yang mengkritik diri sendiri semacam ini, jadilah pendengar yang baik untuk mereka dan pikirkan yang baik-baik," pungkas Calderon, dikutip dari Today.com
TIPS MENJALIN PERTEMANAN BARU
Jika kamu ingin menjalin pertemanan baru, mau tidak mau cara termudah adalah dengan bertindak seperti anak-anak lagi.
Maksudnya, tempatkanlah diri kita dalam situasi yang akan mempertemukan kita untuk sekelompok orang yang sama.
Misalnya saja, dengan ikut bergabung dalam klub olahraga atau lembaga sukarelawan.
Selain itu, lawan asumsi bahwa kita tidak menarik untuk memulai obrolan dengan seseorang.
Menurut psikolog Marisa G. Franco dalam bukunya Platonic: How the Science of Attachment Can Help You Make— and Keep— Friends, Franco menyebut bahwa sebagian besar orang baru yang kita temui tertarik dengan kisah hidup dan kepribadian kita sebagai teman.
Selain itu, jika sungkan atau tidak menemukan kelompok baru, coba rehat sejenak dari aktivitas digital dan mulai mencari teman di dunia nyata.
Namun, bagi mereka yang menganggap waktu adalah hal yang sangat berharga, kamu dapat meningkatkan interaksi dengan teman lama.
Selain itu, siapa bilang kamu tidak bisa berteman dengan tetangga sebelah rumah, atau rekan kerja.
Mulailah dengan obrolan ringan saat kamu bertemu mereka, lalu kembangkan percakapan menjadi lebih panjang jika kamu nyaman.
Semakin berarti percakapan itu, semakin besar kemungkinan kamu untuk membangun hubungan pertemanan yang sejati.
Menjalin pertemanan baru bisa jadi terasa melelahkan, karena kita harus menghabiskan waktu dengan energi mengenal orang baru. Namun, pertemanan di saat usia dewasa itu memang patut diusahakan.
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.