Skip to main content
Iklan

Lifestyle

Tak hanya nyawa, dokter bedah ini juga selamatkan bumi: 'Kita tidak bisa sehat kalau dunia tidak sehat'

Dari menggunakan kembali sendal ruang operasi yang masih layak, mendaur ulang kain sterilisasi alat operasi, hingga mengurangi kemasan alat makan pasien, Profesor Benita Tan sudah memimpin upaya keberlanjutan ini di Rumah Sakit Umum Sengkang, Singapura, sejak 2012. 

Tak hanya nyawa, dokter bedah ini juga selamatkan bumi: 'Kita tidak bisa sehat kalau dunia tidak sehat'

Profesor Benita Tan, dokter bedah payudara di Rumah Sakit Umum (RSU) Sengkang, memimpin upaya keberlanjutan di rumah sakit tersebut dan percaya bahwa kita semua mampu untuk melakukannya. (Foto: RSU Sengkang)

SINGAPURA: Apa yang kita pelajari saat kecil akan terus terbawa hingga dewasa nanti. Profesor Benita Tan adalah bukti nyatanya. Ibunya mengajarinya untuk berhemat. Sejak itu, ia tidak pernah lagi boros. Pelajaran itu benar-benar membentuk sikapnya terhadap keberlanjutan lingkungan. Ia sudah menerapkan praktik keberlanjutan dalam kehidupan pribadi dan kariernya.

"Saya dibesarkan untuk tidak boros, baik itu soal air, listrik, atau apa pun itu," kenang Profesor Tan, ketua divisi bedah di Rumah Sakit Umum (RSU) Sengkang, Singapura. "Meskipun dulu alasannya karena untuk menghemat uang, praktiknya 'kan tetap harus berkelanjutan."

Dokter senior di departemen bedah umum itu menceritakan bahwa ia mendapat kesempatan untuk menjadikan keberlanjutan sebagai prioritas dalam upaya pembangunan tim di RSU Sengkang pada 2012. Dengan ini, ia bisa mengimplementasikannya pada desain bangunan dan sistem, serta pembangunan tim dan budaya sedari awal.

Saat ini, ia menjadi ketua Komite Go-Green di RSU Sengkang. Tahun 2013, RSU Sengkang berhasil mengumpulkan total 326.575 kg sampah daur ulang dan 6.427 sampah elektronik. RSU tersebut juga menghemat sekitar 1,84 juta kWh energi per tahun, setara dengan jumlah listrik yang digunakan sekitar 5.300 apartemen HDB empat kamar dalam sebulan.

RSU Sengkang mengambil pendekatan bottom-up dan top-down untuk mengupayakan keberlanjutannya agar semua orang terlibat di dalamnya, kata Profesor Tan (kanan). (Foto: RSU Sengkang)

Para staf membawa alat makannya sendiri di kantin rumah sakit, menghemat sekitar 420 alat makan sekali pakai per bulannya. Penggunaan plastik juga dikurangi dengan meniadakan kemasan alat makan untuk pasien. Langkah ini mampu menghemat hingga satu rol plastik sehari, cukup untuk membungkus hingga 3.000 set alat makan.

Kegiatan operasional rumah sakit juga turut berubah, mulai dari mengurangi penerangan di sejumlah ruangan, mengatur timer mati untuk AC dan lampu di ruangan nonklinik, mematikan AC dan papan informasi digital klinik setelah jam operasional berakhir, menaikkan suhu ruang kantor dan mengurangi aliran air.

RAMAH LINGKUNGAN, DARI RUANG OPERASI HINGGA DAPUR PRODUKSI 

Sebagai dokter bedah, Profesor Tan menghabiskan banyak waktunya di ruang operasi, yang juga sudah menerapkan berkelanjutan.

Staf ruang operasi diminta untuk menggunakan kembali bungkus sterilisasi alat bedah dan kardus yang bersih untuk dekorasi dan bungkus kado Natal. Bungkusnya juga dapat diubah menjadi tas kado botol anggur dan tas jinjing untuk menggalang dana.

"Kesehatan lingkungan sangat erat kaitannya dengan kesehatan manusia," kata Profesor Tan. (Foto: RSU Sengkang)

Sendal ruang operasi yang layak pakai dicuci dan digunakan kembali oleh pengunjung seperti petugas vendor alat medis, dokter bedah tamu, atau pengamat seperti pelajar dan peserta pelatihan, yang perlu mengenakan sendal untuk mencegah penyebaran infeksi.

Sendal yang tidak lagi layak pakai dibuang ke tempat sampah tekstil rumah sakit. Terletak di Lantai 1 Green Corner RSU Sengkang, para staf, pasien, dan pengunjung dapat mengisi tempat sampah tersebut dengan baju atau tas yang masih dalam kondisi baik untuk disumbangkan ke badan amal. Sejak diperkenalkan pada Januari 2023, rumah sakit tersebut telah menyumbang sebanyak 8.804 kg kain.

RSU Sengkang menggunakan alat makan yang bisa dipakai ulang untuk seluruh staf ruang operasi dan juga untuk 20 persen katering acara. Biasanya, kotak makan bento sekali pakai memenuhi tiga atau empat kantong sampah setiap jam makan. Sekarang, jumlahnya sudah berkurang menjadi satu kantong saja.

Salah satu upaya terbesar rumah sakit tersebut untuk keberlanjutan adalah mesin pengurai limbah makanannya. Profesor Tan menerangkan kepada CNA bahwa limbah makanan menyumbang 11 persen dari total limbah yang ada di Singapura. Selain itu, 4.500 makanan yang disiapkan setiap harinya di rumah sakit meninggalkan sekitar 13.800 kg sampah per bulannya pada tahun 2013.

Mesin pengurai limbah makanan yang dipasang di dapur produksi, mengurai sisa makanan menjadi air limbah. Dengan ini, pembakaran sampah berkurang secara signifikan karena sekarang dapat dibuang melalui saluran pembuangan. Tidak hanya ramah lingkungan, langkah ini juga meningkatkan kehigienisan dan kebersihan, serta mengurangi masalah bau tak sedap dan hama.

Keamanan makanan juga ditingkatkan dengan mengurangi risiko kontaminasi silang, karena staf dapur tidak perlu lagi menangani mesin pengurai sampah makanan.

PENDEKATAN BOTTOM-UP DAN TOP-DOWN

Menanamkan budaya keberlanjutan telah menjadi kunci keberhasilan upaya rumah sakit, kata Profesor Tan.

"Komite kami memperhatikan masalah-masalah penting - seperti waktu lampu kami menyala, kapan menaikkan suhu AC dan bagaimana kita bisa mendaur ulang barang-barang. Sementara, ketika menyangkut soal kebutuhan setiap departemen, orang-orang yang bekerja di sana yang menentukannya," jelas wanita 53 tahun itu.

Profesor Tan juga menjabat sebagai salah satu ketua Komite Keberlanjutan (CoS) di SingHealth. Ia menjelaskan bahwa kendati ada beberapa pihak yang meragukan upaya keberlanjutan industri kesehatan secara keseluruhan, "sebagian besar dari mereka sebenarnya tidak tahu dengan apa yang kami lakukan dan bagaimana kami bisa mengubah kebiasaan kami - dan ini bukan hal yang baru di lingkungan layanan kesehatan." 

"Dalam dua tahun terakhir, ada upaya bersama sebagai kelompok layanan kesehatan untuk melakukan lebih," ia berkata.

Profesor Tan menjadi relawan petugas medis di acara pertandingan hoki dan bertugas di Olimpiade Paris tahun ini. (Foto: RSU Sengkang)

Di kala ia tidak memikirkan perihal inisiatif ramah lingkungan di tempat kerjanya, atau menyelamatkan nyawa wanita dengan operasi payudara, Profesor Tan meluangkan waktunya menjadi dokter relawan. Baru-baru ini, ia ditunjuk sebagai petugas medis National Hockey Federation, federasi hoki lapangan internasional, pada Olimpiade Paris tahun ini.

"Saya sudah menjadi relawan sejak tahun 2009 dan ini pertama kalinya saya bertugas di Olimpiade," ungkapnya. "Saya main hoki kalau ada teman dan ini benar-benar seperti kegiatan ekstrakurikuler bagi saya."

MEMBAWA PULANG PESAN KEBERLANJUTAN 

Profesor Tan juga membawa pembahasan perihal keberlanjutan ke rumahnya. Ibu tiga anak ini sudah mendaur ulang selama hampir 20 tahun dan telah memasang panel surya di rumahnya sejak tahun 2017. Dengan cara itu, ia dapat menghasilkan listrik yang lebih ramah lingkungan daripada yang biasa digunakan keluarganya dan dapat menjualnya kembali ke pembangkit listrik untuk membantu Singapura menghasilkan energi ramah lingkungan.

"Kami menggunakan tempat makan yang bisa dipakai ulang ketika kami beli makanan dan kantong belanja pakai ulang untuk belanja bahan makanan. Kami pakai kipas angin dan batasi penggunaan AC, dan kami punya kebiasaan mematikan lampu dan alat elektronik yang tak digunakan," jelasnya.

"Memilih produk petani lokal dan kemasan ramah lingkungan juga menjadi pertimbangan lainnya. Kami sering jalan kaki dan naik transportasi umum, dan saya sudah mengganti mobil saya yang sudah delapan tahun dengan yang listrik."

Siapa pun yang ingin meningkatkan upaya keberlanjutannya, Profesor Tan menyarankan mereka untuk terlebih dahulu meningkatkan kesadaran dan memahami kaitannya.

"Kesehatan lingkungan sangat erat kaitannya dengan kesehatan manusia; kita tidak bisa hidup sehat jika dunia yang kita tinggali tidak sehat," ia berkata. "Melindungi lingkungan adalah tanggung jawab sosial kita dan kita perlu melakukannya untuk anak dan cucu kita.

"Kita juga perlu tahu bahwa kita semua berkontribusi, kuncinya adalah niat untuk mengubah kebiasaan kita," tambahnya.

 "Dan bagi mereka yang punya kuasa membuat perubahan terhadap posisi yang kami pegang, kita harus berani membuat perubahan pada kebijakan dan sistem."

Dalam waktu dekat, Profesor Tan, sebagai salah satu ketua CoS SingHealth, berencana bekerja sama dengan perguruan tinggi di bidang pendidikan, riset, dan inovasi untuk mengupayakan keberlanjutan, serta berkolaborasi membangun ruang hijau untuk meneliti tanaman untuk pengobatan.

Di rumah, ia akan terus mengurangi konsumsi dan sampah, dan mengajak semua anggota keluarganya untuk meningkatkan kesadaran dan kebiasaan mendaur ulang.

Meski demikian, ia mengakui bahwa ia masih punya satu kesulitan. "Yang masih sulit itu adalah membuat anak-anak saya mengurangi minum-minum bubble tea, bukan hanya karena menggunakan plastik sekali pakai, tapi untuk kesehatan mereka!" ia tertawa.

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan