'Selalu ada kejutan setiap hari': Menyelami pekerjaan unik si penghalau burung di bandara Singapura
Tahukah Anda bahwa tabrakan antara burung dan pesawat dapat membahayakan penerbangan, terutama saat lepas landas dan mendarat? Ahli satwa liar Yap Xinli berbincang dengan CNA tentang upaya menjaga landasan pacu bebas dari hewan.
SINGAPURA: Bisa dibilang, Yap Xinli punya kedekatan khusus dengan hewan. Tugas-tugasnya pun terkait dengan hewan, khususnya satwa liar. Perempuan 37 tahun ini menjabat manajer perencanaan operasi sisi udara di Changi Airport Group, dan dia mengawasi program pengelolaan bahaya satwa liar di Bandara Changi Singapura.
Tugas timnya adalah memastikan aerodrom – area pengoperasian penerbangan di bandara – bebas dari satwa liar. Hewan yang sering muncul termasuk burung, anjing, kucing, biawak, ular, bahkan berang-berang dan kelelawar.
Mereka mengenali tiap sudut aerodrom secara mendalam, mulai dari jalur-jalur yang dapat digunakan untuk mengarahkan satwa liar keluar, hingga pagar-pagar pembatas yang mencegah masuknya anjing dan kucing tersasar.
“Banyak orang mengira saya mengurusi hewan-hewan di bandara, seperti Taman Kupu-kupu (di Terminal 3). Tapi tidak,” kata Xinli.
Setiap hari, selama sekitar 12 jam mulai pukul 06:30 pagi, timnya berpatroli di aerodrom secara berkala menggunakan kendaraan, mengawasi aktivitas satwa liar. Burung-burung seperti gagak, jalak kebo, serta aneka spesies walet dan sriti kerap terlihat di landasan pacu.
Pekerjaan ini cukup menantang. Ada dua landasan pacu yang beroperasi di Bandara Changi, sehingga harus ada dua grup yang bertugas. Sepanjang hari, masing-masing grup memantau satu landasan pacu sepanjang 4 km.
Namun, bukan hanya burung yang harus diawasi. Tim ini juga harus waspada akan keberadaan satwa lain seperti biawak, ular, serta anjing dan kucing liar yang mungkin masuk ke area aerodrom.
Sebelumnya, Xinli yang mengantongi gelar sarjana ilmu biomedikal dan magister biologi satwa liar ini pernah menjalani dua pekerjaan terkait hewan. Ia pernah menjadi petugas konservasi di Kebun Binatang Singapura, kemudian bergabung dengan National Parks Board (Dewan Taman Nasional Singapura), tempat ia meneliti berbagai penyakit zoonosis, yakni penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia.
MENGOSONGKAN LANDASAN PACU DARI SATWA LIAR
Xinli bergabung dengan Changi Airport Group pada April 2017 untuk memimpin program pengelolaan bahaya satwa liar, dan ia satu-satunya yang memiliki latar belakang pendidikan serta pengalaman yang sesuai untuk peran tersebut.
Ia melatih timnya untuk mengidentifikasi berbagai spesies satwa liar yang masuk ke aerodrom dan menggunakan peralatan khusus guna menghalau hewan-hewan tersebut.
“Burung bisa tersedot ke dalam mesin, memecahkan kaca depan, atau menabrak radome pesawat.”
“Kalau burung bisa kami usir, dan mereka bisa langsung terbang menjauh. Tapi untuk satwa liar lain, kami berusaha memandu mereka keluar dari aerodrom,” jelasnya.
“Kami punya pagar ganda yang sangat aman untuk mencegah anjing dan kucing tersasar masuk, tapi sesekali tetap saja ada yang muncul. Kucing bisa memanjat pagar, dan anjing liar bisa nyasar sampai ke dalam,” jelas Xinli.
Butuh kerja sama dan koordinasi untuk mengeluarkan hewan dari aerodrom. Misalnya, satu orang harus membuka gerbang, sementara yang lain memandu hewan ke arah titik keluar.
“Kadang kami melihat biawak dan ular di landasan pacu. Kalau pilotnya tidak lihat, biasanya bakal terlindas. Tapi yang seperti itu tidak terlalu membahayakan pesawat, tidak seperti burung.”
MENGHINDARI SAMBARAN BURUNG
Sambaran burung terjadi ketika sekelompok burung menabrak pesawat yang tengah berada di udara. Tim Xinli bertugas mencegah hal ini terjadi di area aerodrom demi keselamatan pilot dan penumpang yang berada di dalam pesawat.
“Burung bisa tersedot ke dalam mesin pesawat, memecahkan kaca depan, atau menabrak radome (bagian berbentuk kubah yang melindungi radar dari kondisi cuaca buruk). Itu sebagian skenario terburuknya,” jelas Xinli. “Banyak yang tidak tahu adanya risiko semacam itu ketika mereka naik pesawat.”
Banyak film yang terinspirasi dari kejadian-kejadian semacam itu. Misalnya adegan di Top Gun: Maverick yang dibintangi oleh Tom Cruise.
Hal serupa pernah terjadi di dunia nyata. Pada tahun 2009, satu pesawat US Airways yang dipiloti Kapten Chesley Sullenberger, atau Kapten Sully, terpaksa melakukan pendaratan darurat di Sungai Hudson di New York. Pasalnya, sekelompok angsa Kanada menabrak pesawat tersebut, dan mesin mati seketika.
“Banyak yang tidak tahu adanya risiko semacam itu ketika mereka naik pesawat.”
Seluruh penumpang yang berjumlah 155 orang selamat, dan pendaratan bertuah Kapten Sully menjadikannya pahlawan mendadak. Peristiwanya pun sudah difilmkan, dengan Tom Hanks berperan sebagai Sully.
Xinli menjelaskan bahwa burung biasanya terbang pada ketinggian area lepas landas dan pendaratan pesawat. Di situlah mereka berpotensi bertabrakan dengan pesawat.
Burung yang lebih besar, seperti elang laut dada putih dan kuntul perak, merupakan spesies dengan “risiko tinggi”. Artinya, dampak tabrakan dengan burung-burung ini dapat menyebabkan kerusakan lebih besar pada pesawat.
“Burung-burung itu sebenarnya sangat pintar. Jadi kami harus terus mengupayakan alat-alat baru agar tetap unggul.”
Timnya juga harus lebih waspada selama musim migrasi burung, ketika kawanan-kawanan besar burung, seperti kuntul perak, terbang jauh ke wilayah dengan makanan atau tempat bersarang yang lebih baik. Di Singapura, burung-burung yang bermigrasi biasanya terlihat antara bulan September hingga Maret.
ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN
Selama patroli, tim Xinli melakukan “pengusiran aktif”, suatu istilah yang berarti mengusir satwa liar – terutama burung – secara aman menggunakan berbagai alat. Salah satu perangkat terbaru yang mereka gunakan adalah Long Range Acoustic Device (LRAD). Berbentuk pengeras suara besar, alat ini dapat memancarkan gelombang suara sejauh 3km untuk menakut-nakuti burung hingga kabur.
“Burung-burung itu sebenarnya sangat pintar. Jadi kami harus terus mengupayakan alat-alat baru agar tetap unggul,” ujar Xinli sambil tertawa. “Kami harus benar-benar kreatif soal ini.”
Sebagai contoh, mereka menggunakan stockwhip atau cambuk gembala yang menghasilkan dentuman keras saat dipecutkan. Menurut Xinli, alat ini sebenarnya bukan dirancang untuk mengusir burung, melainkan untuk menggiring ternak di Australia.
Ia menambahkan, penggunaan stockwhip bisa melelahkan jika burung-burung sulit diusir. Dibutuhkan kesabaran besar untuk melakukannya dengan aman.
KERJA SAMA DENGAN KOMUNITAS
Pada awalnya, tantangan terbesar yang dihadapi Xinli adalah bekerja sama dengan para pemangku kepentingan serta komunitas di sekitar bandara, seperti Tanah Merah Country Club dan para agen penanganan darat.
Meski mereka bukan bagian dari aerodrom, penting untuk mengedukasi mereka tentang berbagai tindakan yang dapat menarik satwa liar untuk masuk ke area aerodrom. Salah satunya adalah tidak menutup tempat sampah dengan benar.
“Butuh waktu cukup lama untuk menjelaskan situasinya kepada mereka. Kami juga mengadakan pertemuan dan diskusi rutin supaya mereka paham bahwa perbuatan mereka bisa menimbulkan dampak yang lebih besar,” jelas Xinli.
“ADA SAJA KEJUTANNYA”
“Tidak pernah membosankan,” kata Xinli. “Ada saja kejutannya tiap hari, dan selalu ada hal baru – burung yang tertabrak itu beda-beda jenisnya, dan kadang-kadang ada spesies burung yang tadinya belum pernah kami lihat muncul di area airside.” Area airside atau sisi udara merujuk pada kawasan yang dimasuki setelah pemeriksaan imigrasi di bandara.
Kadang, ada pula kejutan berupa kunjungan tak terduga di aerodrom. Pada Desember 2019, ratusan burung bangau paruh terbuka Asia (Asian openbill storks) terlihat terbang melintasi langit di atas Bandara Changi.
“Burung-burung itu besar sekali... Benar-benar mengejutkan, karena kami belum pernah melihat mereka sebegitu banyaknya. Biasanya cuma lihat bangau lokal – paling-paling 10 ekor. Tapi sempat ada ratusan yang terlihat sekaligus di satu waktu,” ujar Xinli. Menurutnya, perubahan iklim mungkin salah satu alasan burung-burung itu terbang melintasi area tersebut.
Saat itu, bangau-bangau paruh terbuka Asia ini muncul hampir setiap hari selama sekitar dua bulan, meski biasanya jumlahnya kurang dari 50 ekor dalam satu waktu, kata Xinli. Selama periode itu, timnya mengandalkan LRAD untuk mengusir burung-burung tersebut.
Namun, tetap saja ada tantangan. Semua pihak terkait, mulai dari timnya, Menara Kontrol Bandara Changi, hingga lapangan golf di sekitar Bandara Changi, harus saling berbagi informasi mengenai keberadaan burung-burung itu agar penerbangan dapat dikoordinasikan dengan aman.
“Tapi selama musim migrasi berikutnya, kami tidak melihat mereka lagi,” tambahnya.
Xinli mengenang insiden lain pada awal 2020, ketika salah satu anggota timnya melihat seekor burung makaw biru-kuning di area bagasi.
“Burung itu tidak bisa terbang dengan baik... kami menyadari ada cincinnya. Burung peliharaan atau yang ditangkap untuk penelitian biasanya ada cincin di kakinya.”
“Kadang-kadang ada spesies burung yang tadinya belum pernah kami lihat muncul di area airside.”
“Kemungkinannya tipis – saya buka Google dan ada page untuk burung-burung yang hilang. Saya tanya apa ada yang kehilangan burung di Singapura bagian timur. Komunitasnya kecil sekali, dan satu perempuan hubungi saya, bilang kalau itu mungkin punya temannya.”
Ternyata, pemilik burung itu tinggal di dekat bandara, dan hewan peliharaannya melarikan diri. “Mengejutkan, sebab kami jarang lihat burung seperti itu di Singapura. Rasanya seperti reuni,” kenang Xinli.
Xinli bersyukur, tahun demi tahun, insiden tabrakan satwa liar di bandara telah berkurang. Dia pun bangga melihat para anggota timnya. Mereka awalnya bergabung tanpa pengetahuan mumpuni, dan kini telah menjadi ahli di bidang pengelolaan bahaya satwa liar.
“Saya memulai pekerjaan ini dengan pemikiran kami akan menghalau semua hewan dan – tipikal orang Singapura – (mengira bahwa) kami harus menurunkan jumlah (insiden satwa liar) sampai jadi nol,” ujar Xinli sambil tertawa.
Akan tetapi, pekerjaan ini lebih dari itu. “Kami di sini bukan untuk mengusir tiap burung atau satwa liar dari aerodrom – lebih ke mencegah supaya mereka tidak menyambar pesawat.
“Kami berusaha semaksimal mungkin untuk mengelola risiko. Saat ini, makin banyak satwa liar yang masuk ke kawasan perkotaan. Orang-orang perlu belajar cara hidup berdampingan dan mengelola diri serta hewan-hewan ini, supaya kita semua bisa hidup harmonis,” ujarnya.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya.