Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Lifestyle

Scroll TikTok 5 menit tiba-tiba 2 jam hilang? Ini alasan waktu terasa makin cepat berlalu

Ternyata ada alasan ilmiah mengapa waktu terasa melesat cepat saat kita tenggelam dalam media sosial, terutama platform seperti TikTok yang dirancang untuk mempertahankan perhatian kita. 

Scroll TikTok 5 menit tiba-tiba 2 jam hilang? Ini alasan waktu terasa makin cepat berlalu

Ilustrasi generasi dewasa muda menggunakan ponsel untuk mengakses sosial media. (Foto: iStock/pocketlight)

Pernahkah kamu berniat scroll TikTok sebentar, hanya untuk mengisi waktu luang lima menit, tapi tiba-tiba dua jam sudah berlalu tanpa disadari? 

Rasanya baru lihat satu video lucu, lalu swipe ke life hack menarik, terus tiba-tiba sudah masuk ke thread curhatan seseorang yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan awal kamu membuka aplikasi. 

Waktu melesat begitu cepat — dan semakin sering terjadi.

Fenomena ini bukan sekadar perasaan semata. Ada alasan ilmiah mengapa waktu terasa seperti berlari saat kita tenggelam dalam media sosial, terutama platform seperti TikTok yang dirancang dengan algoritma canggih untuk mempertahankan perhatian kita. 

Setiap swipe ke atas membuka kemungkinan video baru yang tak terduga, memicu rasa penasaran terus-menerus, membuat otak kita terjebak dalam siklus 'satu video lagi'.

Lalu, mengapa ini bisa terjadi? Mengapa niat menghabiskan waktu lima menit bisa berlanjut menjadi dua jam? 

Jawabannya ada pada cara otak memproses waktu dan bagaimana teknologi memanipulasi perhatian kita. 

Yuk, kita kupas lebih dalam bagaimana TikTok dan platform serupa membuat waktu terasa melesat — dan apa dampaknya bagi keseharian kita.

1. SEMAKIN SEDIKIT PENGALAMAN BARU, SEMAKIN CEPAT WAKTU BERLALU

"Semakin kita bertambah usia, semakin cepat waktu terasa berlalu, dan ini sebagian besar karena menurunnya pengalaman baru," kata dr. Kimberly Chew, psikolog klinis dan pendiri AO Psychology, kepada CNA. 

Saat kecil, setiap pengalaman "pertama" menjadi penanda dalam ingatan—hari pertama sekolah, perjalanan pertama ke luar negeri, atau bahkan pertama kali belajar naik sepeda.

"Inilah sebabnya mengapa sepuluh tahun pertama masa kanak-kanak terasa lebih lambat dan berkesan," jelasnya. "Momen-momen itu menonjol karena masih baru dan penuh emosi."

Ilustrasi kelelahan saat bekerja. (Foto: iStock/Jirapong Manustrong)

Namun, seiring bertambahnya usia, kita mengalami lebih sedikit "pengalaman pertama kali".

"Sebagian besar pengalaman kita sebagai orang dewasa bersifat repetitif — kita sudah pernah melakukannya sebelumnya," jelas Dr Chew.

"Banyak dari kita juga terjebak dalam rutinitas. Saat hidup menjadi monoton, hari-hari mulai menyatu, membuat waktu terasa kurang berkesan dan seolah berjalan lebih cepat."

2. OTAK KITA MENYERAP LEBIH SEDIKIT INFORMASI BARU

Alasan lain bersifat kognitif — berkaitan dengan cara otak kita memproses informasi. Semakin tua, otak kita menyerap lebih sedikit hal baru, yang memengaruhi persepsi kita terhadap waktu.

"Saat anak-anak, otak kita dipenuhi dengan gambar dan pengalaman baru, membuat waktu terasa lebih lambat dan lebih luas," kata dr. Chew.

Ilustrasi pemikiran pada otak anak. (Foto: iStock/Dusan Stankovic)

Tidak hanya mengalami hal baru seperti pergi ke taman bermain, tetapi juga menyerap detail tempat itu, seperti warna-warna cerah, suara riuh anak-anak, hingga aroma jajanan yang dijual di dekatnya.

Sebagai orang dewasa, banyak hal yang kita lihat sudah akrab di mata, sehingga otak menerima lebih sedikit informasi baru.

Kurangnya rangsangan baru ini membuat waktu terasa melaju lebih cepat.

3. ERA DIGITAL MEMBUAT WAKTU 'HILANG'

Pernahkah kamu berniat hanya menonton beberapa video di TikTok, tapi tiba-tiba sadar sudah satu atau dua jam berlalu?

"Kurangnya kesadaran dalam aktivitas seperti doomscrolling bisa menyedot waktu kita," kata dr. Chew. 

"Kamu mungkin mulai dengan menonton beberapa reel di Instagram atau TikTok, lalu tiba-tiba sudah jam 2 pagi."

Ilustrasi generasi dewasa muda menggunakan ponsel untuk mengakses sosial media. (Foto: iStock/Kiwis)

Fenomena ini juga dibahas oleh psikolog sosial  Jonathan Haidt dalam bukunya The Anxious Generation, yang menjelaskan bahwa terlalu lama menghabiskan waktu di dunia virtual — ketika interaksi tidak terjadi secara real-time — dapat membuat kita merasa semakin terputus dari realitas.

Menurut dr. Chew, kehilangan koneksi dengan dunia nyata tidak hanya meningkatkan risiko gangguan suasana hati atau kecemasan, tetapi juga membuat kita semakin terdissosiasi dari waktu dan kenyataan.

1. Ciptakan pengalaman baru

"Pengalaman baru menciptakan jangkar memori yang membuat waktu terasa lebih nyata," kata dr. Chew.

Pengalaman baru yang dimaksud tidak harus berupa liburan mewah. Sekadar perjalanan singkat, road trip, atau menjelajahi sudut kota yang belum pernah dikunjungi bisa membantu.

Mempelajari hobi baru, belajar bahasa asing, atau mencoba olahraga baru juga bisa mengaktifkan otak dengan cara yang sama seperti saat kita kecil.

Ilustrasi membaca buku sebelum tidur. (Foto: iStock/MTStock Studio)

2. Lakukan aktivitas kreatif dan mindful

"Ketika kita menjauh dari dunia digital yang serba cepat, kita menjadi lebih sadar terhadap waktu," ujar dr. Chew.

Membaca buku, melukis, merajut, atau membuat tembikar adalah contoh aktivitas yang memperlambat persepsi waktu.

Jika itu bukan hobi kamu, sekadar berjalan santai di taman atau jogging di sekitar rumah juga bisa membantu kita kembali ke momen sekarang.

Dengan melakukan berbagai aktivitas tersebut, semoga waktu tak lagi terasa seperti pasir yang terus lepas dari genggaman — melainkan lebih bermakna, nyata, dan utuh.

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.

Source: Others/ps

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan