Francisca Fanggidaej: Nenek Reza Rahadian yang perjuangannya dihapus rezim Soeharto
Nama Francisca Fanggidaej memang kurang terkenal dibandingkan dengan tokoh pahlawan perempuan Indonesia lainnya, karena perjuangannya sengaja dihapuskan dari sejarah pada zaman Presiden Soeharto.
Publik dibuat terpukau dengan aksi aktor Reza Rahadian yang ikut turun ke jalan menyuarakan protes di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk menentang revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada pada Rabu, (22/8).
Tampaknya, darah aktivisme sudah ada mengalir di tubuh aktor berusia 37 tahun ini, mengingat nenek Reza merupakan salah satu tokoh perempuan yang berjuang untuk Indonesia.
Nama Fransisca Fangidaej memang kurang terkenal dibandingkan dengan nama-nama tokoh pahlawan perempuan Indonesia lainnya. Hal ini perjuangan perempuan kelahiran Pulau Timor ini sengaja dihapuskan dari sejarah pada zaman pemerintahan Presiden Soeharto.
Fransisca lahir pada 16 Agustus 1925 di Pulau Timor dari pasangan Magda Mael dan Gottlieb Fanggidaej. Ayah Fransisca merupakan pegawai di salah satu dinas pemerintahan Belanda, membuatnya tumbuh di keluarga yang cukup disegani.
"BELANDA HITAM"
Namun, tumbuh di zaman yang mengutamakan kolonialisme, Fransisca menyadari sering kali ada perbedaan antara keluarganya dan rakyat Indonesia pada umumnya.
"Ketika melihat orang-orang Jawa yang berjalan jongkok dan bahkan menyembah di depan orang tuaku. Melihat pakaian mereka yang berbeda, dan langsung menyiratkan kedudukan mereka yang inferior di depan busana Eropa kedua orang tuaku," kata Fransisca dalam buku autobiografinya, Memoar Perempuan Revolusioner (2006).
Meskipun dihormati orang Indonesia, nyatanya keluarga Francisca tetap dipandang sebelah mata oleh penjajah Belanda, karena berkulit hitam. Ia bahkan sering mendapat julukan si "Belanda Hitam", karena bergaul, berbahasa, dan mendapat pendidikan tinggi layaknya orang Belanda saat itu.
Dari situ, Francisca menyadari sistem kolonial ini hanya memandang seseorang hanya dari kulitnya saja.
Dari situ benin-benih perjuangannya tumbuh. Dimulai dari perkumpulan pemuda Maluku di Surabaya, Fransisca berjuang bersama kelompok pimpinan G. Siwabessy dan Latumeten.
Ia bergabung dengan Pemuda Sosialis Indonesia (PESINDO) dan aktif dalam Kongres Pemuda pada November 1945 di Yogyakarta.
Salah satu peran Francisca di dalam Pesindo adalah membentuk sebuah seksi perempuan di Mojokerto, Jawa Timur. Setelah pindah ke Madiun, dia menjadi penyiar di Radio Gelora Pemoeda Indonesia yang berada di bawah pengawasan Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Francisca termasuk salah satu tokoh yang berjuang lewat jalur diplomasi agar Indonesia tidak kembali ke pangkuan Belanda tahun 1947.
Pada 1948, Francisca menikah dengan Sukarno, seorang anggota dewan dari Pesindo. Dari Sukarno, Francisca dikaruniai seorang anak perempuan bernama Nilakandi Sri Luntowati.
Kemudian dari pernikahannya yang kedua dengan sesama wartawan bernama Soepriyo, Francisca dikaruniai 6 orang anak. Salah satu anaknya bernama Pratiwi Widianti yang merupakan ibunda Reza Rahadian.
Francisca sempat menyambangi India dan Ceko untuk menjelaskan mengapa Indonesia harus merdeka. Presiden pertama RI, Soekarno, mempercayainya menjadi penasihat presiden.
"Rasa bangga meluap-luap di dadaku, menggenggam secarik kertas merang bernama "Paspor" ini. Karena kertas merang yang secarik itu bukan sekadar simbol formalitas untuk melintasi batas kenegaraan, tapi merupakan jatidiri bangsa berjuang yang mengejawantah," kenang Fransisca.
EKSIL 1965
Namun, perjuangan Francisca harus pupus setelah Gerakan 30 September 1965. Francisca yang saat itu merupakan loyalis Soekarno dan tengah berada di Chile untuk tugas kenegaraan yang disebut safari revolusi.
Ia pun tidak dapat kembali ke Indonesia setelah Presiden Soeharto berkuasa.
Miris, Francisca kemudian harus berlapang dada karena menjadi eksil dan terasing di negara lain.
Sejumlah laporan media menyebutkan Francisca harus rela tidak berkomunikasi dengan keluarganya selama 38 tahun.
Selain itu, ia terpaksa menyembunyikan identitasnya dan tinggal di Tiongkok selama 20 tahun.
Francisca kemudian menjadi warga negara Belanda dan menyerahkan status WNI-nya. Ia meninggal di Utrecht, Belanda, pada tahun 2013.
Sebelum meninggal, Francisca sempat bertemu dengan Reza Rahadian. Ketika itu, Reza mengunjungi sang nenek pada masa syuting film Habibie & Ainun.
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.