Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Lifestyle

Perawat ini tanpa lelah dampingi keluarga napi dan mantan pecandu: 'Mereka layak dapat kesempatan kedua'

Dari nenek yang merawat tiga cucu seorang diri, pasien tahap terminal yang menghabiskan saat-saat terakhir bersama anak-anaknya, hingga mantan terpidana yang berusaha bangkit kembali – semua berbagi harapan dan perjuangan dengan Salimah Ayoob, 61 tahun, relawan Fitrah yang setia mendukung para narapidana dan keluarga mereka.
 

Perawat ini tanpa lelah dampingi keluarga napi dan mantan pecandu: 'Mereka layak dapat kesempatan kedua'

Salimah beri dukungan emosional dan bantuan kepada sejumlah keluarga narapidana, juga kepada seorang mantan terpidana yang jadi sahabatnya, dengan menjadi relawan program Fitrah. (Foto: Salimah Mohd Ayoob)

SINGAPURA: Februari lalu, Salimah Mohd Ayoob menerima panggilan genting mengenai seorang pasien tahap terminal di Singapore General Hospital (SGH).

Salimah adalah wakil direktur keperawatan di rumah sakit tersebut. Namun, panggilan itu bukan terkait pekerjaannya, melainkan terkait tugasnya selaku befriender atau relawan pendamping di Fitrah, program besutan Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS) yang mendukung narapidana, mantan terpidana, serta keluarga mereka.

Panggilan genting tadi dari suami si pasien. Ia berada di rumah singgah untuk mantan terpidana, sementara istrinya menderita kanker stadium lanjut. Tumor menyumbat tenggorokannya, sehingga ia harus menggunakan selang untuk bernapas, dan ucapannya kerap tak sempurna.

Karena kondisinya stabil, pasien itu dijadwalkan keluar rumah sakit keesokan harinya untuk menjalani perawatan paliatif di rumah. Namun, ia membutuhkan kursi roda agar bisa bergerak lebih mudah, juga tempat tidur khusus yang posisi sandarannya dapat diatur guna memudahkan ia bernapas.

Pekerja sosial memang telah membantu mengajukan permohonan untuk peralatan perawatan rumah ini, namun sayangnya tidak akan tiba tepat waktu saat ia pulang.

Sang suami putus asa, lantas memohon bantuan Fitrah. Sebagai relawan, Salimah membantu menindaklanjuti pengadaan peralatan medis, memastikan anak-anak pasien mengetahui cara merawat ibunya, membantu secara finansial melalui dukungan Fitrah, dan menjadi pendengar yang baik.

Dua bulan kemudian, pasien tersebut meninggal dunia karena penyakitnya.

ULURKAN TANGAN DAN TAMPUNG KELUH KESAH

Salimah, 61 tahun, adalah seorang pendamping di Fitrah. Sebagai perawat, ia telah mendedikasikan 44 tahun hidupnya merawat pasien menuju kesembuhan. Namun, di luar jam kerja, ia mendampingi berbagai individu dalam perjalanan pemulihan yang berbeda – para narapidana dan keluarga mereka.

“Saya rasa mereka semua layak dapat kesempatan kedua,” ujarnya.

Selama lima tahun terakhir, Salimah telah menjalin persahabatan dengan hampir 10 perempuan – termasuk istri dan ibu dari para narapidana – serta seorang mantan terpidana. Baru-baru ini, ia menerima Long Service Award (penghargaan masa bakti 5 Tahun) dalam acara Singapore Prison Service (SPS) Volunteer Awards Ceremony 2024.

Salimah menerima penghargaan masa bakti 5 tahun pada Singapore Prison Service Volunteer Awards Ceremony 2024, upacara penghargaan relawan lembaga pemasyarakatan, 2 Agustus lalu. (Foto: Singapore Prison Service)

Biasanya, ketika seorang narapidana meminta dukungan untuk keluarganya, Salimah pertama-tama melakukan kunjungan rumah untuk mengetahui kebutuhan mereka. Ia lantas mengajukan permohonan mereka ke Fitrah, yang mendukung para penerima manfaat dengan mengajukan bantuan keuangan, membantu melamar pekerjaan, serta memberikan dukungan sosial, emosional, dan spiritual.

Salimah masih ingat penerima dampingan pertamanya – seorang lansia yang dua anaknya sedang menjalani masa tahanan, sehingga ia terpaksa mengasuh tiga cucunya yang masih kecil seorang diri.

Ketika tiba di rumah itu, Salimah terkejut mendapati satu flat tiga kamar yang bersih dan rapi, serta keluarga kecil yang dipersatukan oleh seorang nenek yang tangguh dan penuh tekad.

“Berkali-kali saya bilang, boleh saya peluk Ibu? Boleh saya genggam tangan Ibu? Saya ingin merasakan energi ini mengalir ke saraf dan pembuluh darah saya. Karena saya tidak paham bagaimana Ibu bisa begitu positif,” ujarnya.

Salimah menambahkan bahwa sebagian besar penerima dampingannya, yakni keluarga dari para narapidana, adalah perempuan-perempuan kuat. Namun, ada pula yang menghadapi masalah pribadi seperti konflik rumah tangga, sehingga membutuhkan dukungan emosional.

Berbekal pengalaman 44 tahun sebagai perawat, Salimah berharap dapat mendukung narapidana, mantan terpidana, dan keluarga mereka untuk bangkit. (Foto: Singapore General Hospital)

Meski bukan praktik standar bagi para pendamping, Salimah memilih untuk memberikan nomor ponselnya kepada penerima dampingan agar dapat menghubunginya untuk bantuan lebih lanjut atau sekadar berbagi cerita.

Diceritakannya kepada CNA Women, ada penerima dampingan yang suaminya memiliki masalah kejiwaan dan kadang mengancam nyawanya. Tiap kali perempuan itu menelepon Salimah saat konflik rumah tangga terjadi, ia pun mendengarkan dan memastikan keselamatannya selama percakapan berlangsung.

BERSAHABAT DENGAN MANTAN TERPIDANA

Meski lebih sering mendukung keluarga dari para narapidana, dua tahun lalu Salimah juga mendampingi seorang mantan terpidana – perempuan usia empat puluhan yang dihukum penjara karena kasus narkoba.

Persahabatan mereka dimulai lewat beberapa percakapan telepon ke lapas, dan berlanjut setelah perempuan itu bebas pada Januari 2023.

Melalui WhatsApp, telepon, dan satu kali pertemuan makan siang, Salimah memberikan dukungan moril selama mantan terpidana itu mencari kerja, berganti pekerjaan, menghadapi putrinya yang hamil tanpa direncanakan, hingga transisinya menjadi seorang nenek.

Sebagai nenek dari empat cucu, Salimah berharap semua anak memiliki kesempatan untuk tumbuh dalam keluarga yang penuh kasih sayang. (Foto: Salimah Mohd Ayoob)

"Tiap orang pernah berbuat salah dalam hidup," kata Salimah. Namun, kembalinya para mantan terpidana ke masyarakat tidak selalu disambut positif. Ia menambahkan, tanpa dukungan dan penerimaan, mereka cenderung akan kembali ke lingkungan sebelumnya, meningkatkan kemungkinan mengulangi kesalahan.

Menurut Salimah, sebagai nenek dari empat cucu, hatinya pilu melihat bagaimana penyalahgunaan narkoba menghancurkan banyak keluarga.

"Bagi pencandu narkoba, yang paling menderita itu anggota keluarga. Kalau mereka tidak berubah, bagaimana nasib anak-anaknya? Melihat anak-anak kecil itu, pilu hati saya. Mereka layak dapat yang lebih baik," ujarnya.

Salimah memandang perannya sebagai penyedia ruang bagi para mantan terpidana agar memiliki kesempatan untuk menata kembali kehidupan dan keluarga.

"Punya orang yang mau jadi teman akan meningkatkan semangat mereka, sekecil apa pun itu. Jangan hakimi, beri mereka ruang, dan percaya bahwa mereka bisa memulai lembaran baru – itu bisa memotivasi mereka untuk yakin pada diri sendiri," jelasnya.

BERBAGI DENGAN MASYARAKAT

Salimah mulai menjadi relawan bagi masyarakat kurang mampu sekitar 20 tahun lalu. Menurutnya, dengan cara berbagi, ia memperoleh "energi dan suatu kepuasan batin".

Menurut Salimah, menjadi relawan merupakan panggilan jiwanya. (Foto: Salimah Mohd Ayoob)

Ia mengingat masa kecilnya yang hidup pas-pasan, delapan bersaudara, dengan orang tua yang bekerja sebagai petugas rumah sakit dan pembantu rumah tangga.

"Saya ingat dulu kalau ayah saya dapat gaji, uangnya untuk bayar tagihan belanja bulan sebelumnya," kisahnya.

"Kami tidak tahu rasanya ayam. Kami makan ayam setahun sekali di Hari Raya. Kami dulu makan biskuit cream crackers dari kaleng Khong Guan besar – tidak ada makanan mewah," imbuhnya dengan suara tercekat dan air mata.

"Kami tidur di lantai (berdesakan) seperti sarden karena tidak punya kasur yang layak. Tapi kami anak-anak yang bahagia. Memanjat pohon, naik sepeda, jatuh ratusan kali – badan kami sampai lecet-lecet. Itulah kehidupan yang saya jalani. Tidak ada yang saya sesali," ujarnya sembari tersenyum.

"Tapi itulah yang mendorong saya untuk bilang bahwa saya harus mengubah cara hidup orang tua saya," ujarnya. Meski nilai akademiknya biasa-biasa saja, Salimah bekerja keras untuk mengembangkan karier di bidang keperawatan, dan akhirnya mampu merawat orang tuanya di masa tua. Keduanya kini telah tiada.

"Saya berutang budi betul kepada mereka. Saya kira, bisa jadi itu satu alasan kenapa saya melakukan ini," ujarnya. Ia menambahkan, ia ingin melakukan yang ia mampu untuk berbagi "tidak hanya di lingkup keluarga, tapi juga di luar keluarga inti".

Ia memandang perannya selaku pendamping sebagai sumbangsih kecil bagi mereka yang membutuhkan kawan.

"Sekadar kirim-kirim pesan WhatsApp 10 menit, atau chatting 10, 20 menit. Saya selalu anggap itu sebagai hal yang sangat remeh. Sama sekali bukan beban tambahan."

"Saya punya semua nomor mereka, dan saya ingat mereka karena keunikan dan kebutuhannya masing-masing. Sekarang mereka sudah seperti teman saja," pungkasnya.

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. ​​​​​

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan