Hati-hati, kebiasaan ngupil ternyata bisa picu gangguan serius di otak!
Studi terbaru menemukan bahwa bakteri tertentu bisa masuk ke otak lewat hidung dan memicu reaksi yang menyerupai gangguan saraf.
Kebiasaan buruk mengorek hidung dengan jari, atau mengupil. (Foto: iStock/Ahmad Darmansyah)
Pernah enggak sih kamu lihat seseorang (atau mungkin kamu sendiri?) kerap asyik mengorek hidung, atau kerap disebut mengupil, seolah dunia sedang berhenti berputar?
Jangan khawatir, kamu enggak sendirian! Kita semua pasti pernah menyaksikan (atau melakukan) kebiasaan yang sedikit memalukan tapi sangat umum dilakukan ini.
Namun, ternyata kebiasaan buruk yang satu ini bisa berdampak lebih serius ke kesehatan, lho! Bahkan, menurut sebuah studi, ada potensi keterkaitan antara kebiasaan ngupil dan risiko terkena beberapa penyakit otak serius.
MERUSAK OTAK
Penelitian yang dimuat di Scientific Reports ini menemukan bahwa menngupil bisa merusak jaringan halus di dalam hidung, yang bisa membuka "jalan pintas" bagi bakteri tertentu menuju otak.
Ketika bakteri itu berhasil menembus ke sana, otak bisa merespon dengan cara yang mirip dengan gejala awal penyakit Alzheimer.
Tapi tenang dulu, para peneliti menegaskan bahwa hubungan ini belum pasti. Bukti yang ada sekarang baru berdasarkan studi pada tikus, belum pada manusia.
Namun tetap saja, temuan ini bisa membantu para ilmuwan memahami lebih dalam awal mula Alzheimer—penyakit yang masih jadi misteri besar dalam dunia medis.
BAGAIMANA PENELITIANNYA?
Tim riset yang dipimpin oleh ilmuwan dari Griffith University, Australia, mempelajari bakteri bernama Chlamydia pneumoniae.
Bakteri ini memang bisa menginfeksi manusia dan menyebabkan pneumonia, dan yang mengejutkan—bakteri ini juga ditemukan di sebagian besar otak penderita demensia yang muncul di usia tua.
Pada tikus, tim peneliti menemukan bahwa bakteri bisa menjalar lewat saraf olfaktori, yaitu jalur yang menghubungkan rongga hidung dengan otak.
Ketika lapisan jaringan tipis di atap rongga hidung (epitel nasal) rusak, infeksi pun semakin parah.
Kerusakan ini membuat otak tikus menghasilkan lebih banyak protein amyloid-beta. Protein ini sebenarnya diproduksi tubuh untuk melawan infeksi, tapi kalau menumpuk bisa membentuk plak, salah satu ciri khas penyakit Alzheimer.
"Kami yang pertama menunjukkan bahwa Chlamydia pneumoniae bisa langsung masuk dari hidung ke otak dan memicu gejala mirip Alzheimer," ungkap James St John, ahli saraf dari Griffith University, seperti dikutip oleh Science Alert, Senin (11/8).
"Kami melihat ini terjadi pada model tikus, dan ini tentu berpotensi mengkhawatirkan juga buat manusia," ujarnya.
Dalam penelitian ini, bakteri menyebar sangat cepat di dalam tubuh tikus, bisa mencapai otak hanya dalam 24 sampai 72 jam!
Para peneliti menduga bahwa hidung bisa menjadi "jalan tol" tercepat bagi bakteri dan virus menuju sistem saraf pusat.
Walaupun masih belum jelas apakah hal ini juga terjadi pada manusia atau apakah plak amyloid-beta benar-benar jadi penyebab Alzheimer, St John menilai ini layak ditelusuri lebih jauh:
"Kita perlu melakukan studi ini pada manusia dan memastikan apakah jalurnya bekerja dengan cara yang sama,” katanya.
"Yang kita tahu, bakteri ini ada di tubuh manusia, tapi kita belum tahu pasti bagaimana mereka bisa sampai ke otak."
KEBIASAAN BURUK, RISIKO BESAR
Riset menyebut 9 dari 10 orang pernah mengupil, menjadikan kebiasaan ini umum sekali dilakukan. Bukan hanya oleh manusia, ternyata hewan pun melakukannya.
Selama ini, mengupil mungkin dianggap tidak berbahaya, tapi studi ini membuka kemungkinan adanya risiko tersembunyi.
Sampai ada penelitian lebih lanjut, St John dan timnya menyarankan untuk menghindari kebiasaan korek hidung dan mencabut bulu hidung, karena keduanya bisa merusak jaringan pelindung penting di dalam hidung.
Alzheimer merupakan gangguan otak progresif yang secara perlahan menghancurkan memori dan kemampuan berpikir, bahkan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari yang paling sederhana sekalipun.
Alzheimer juga merupakan bentuk demensia yang paling umum. Gejalanya bisa bervariasi, tapi biasanya termasuk kehilangan memori, kesulitan berpikir dan membuat keputusan, serta perubahan suasana hati dan perilaku.
Hingga kini belum ada obat Alzheimer, meskipun sudah ada pengobatan yang bisa memperlambat gejala.
Salah satu pertanyaan besar para ilmuwan adalah: apakah plak amyloid-beta hanya respon sementara tubuh terhadap infeksi, atau justru penyebab kerusakan otak jangka panjang?
Alzheimer sangat kompleks. Selain faktor usia, ada juga pengaruh lingkungan.
Seperti yang dijelaskan St John, "Begitu kamu berusia di atas 65 tahun, risikonya langsung naik. Tapi kami juga melihat penyebab lain, termasuk paparan lingkungan, dan kami yakin bakteri serta virus memainkan peran penting."
Studi ini memang belum bisa membuktikan hubungan langsung antara kebiasaan mengupil dan Alzheimer.
Namun, hasilnya membuka kemungkinan menarik yang bisa membawa kita lebih dekat ke pencegahan penyakit mematikan ini.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.