Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Lifestyle

Paula Verhoeven sambangi Komnas Perempuan, lapor KDRT Baim Wong dan diskriminasi Pengadilan Agama

Selain melaporkan dugaan KDRT oleh Baim yang terekam CCTV, Paula juga mengadukan Humas PA Jaksel karena menyebutnya "istri durhaka" dan membeberkan alasan perceraian yang seharusnya tidak ditampilkan kepada publik karena bersifat pribadi.

Paula Verhoeven sambangi Komnas Perempuan, lapor KDRT Baim Wong dan diskriminasi Pengadilan Agama

Artis Paula Verhoeven dalam salah satu unggahannya di media sosial. (Foto: Instagram/@paula_verhoeven)

30 Apr 2025 04:58PM (Diperbarui: 30 Apr 2025 05:04PM)

JAKARTA: Model dan aktris Paula Verhoeven melaporkan dua perkara ke Komnas Perempuan pada Rabu (30/4), berkaitan dengan proses perceraiannya dengan aktor Baim Wong

Dalam kunjungannya ke kantor Komnas Perempuan di Menteng, Jakarta Pusat, Paula didampingi oleh tiga kuasa hukumnya, yakni Siti Aminah Tardi, Alvon Kurnia Palma, dan satu pengacara lainnya.

Pertemuan tersebut berlangsung selama sekitar dua jam dan diterima langsung oleh tiga komisioner Komnas Perempuan. 

Menurut penjelasan kuasa hukum Siti Aminah, laporan pertama berkaitan dengan dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang disebut dilakukan oleh Baim Wong. 

Sementara itu, laporan kedua menyasar dugaan pernyataan diskriminatif yang dilontarkan oleh Humas Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Suryana.

"Komnas Perempuan yang diwakili ketiga komisioner menerima pengaduan kekerasan berbasis gender dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi yang dialami oleh Ibu Paula sebagai istri," ujar Siti Aminah, seperti dilansir dari Detik, Rabu (30/4).

Dalam laporan tersebut, tim hukum Paula turut menyertakan bukti berupa rekaman CCTV yang telah dianalisis oleh ahli digital forensik. 

"Keterangan ahli digital forensik menilai rekaman CCTV itu memperlihatkan kekerasan fisik yang dialami oleh Ibu Paula," jelasnya.

Selain itu, dugaan kekerasan ekonomi juga menjadi sorotan. 

Siti menyampaikan bahwa dalam konteks hak asasi perempuan, kekerasan ekonomi dapat dikategorikan sebagai bentuk kontrol serta eksploitasi ekonomi. 

"Untuk bentuk kekerasan ekonomi dalam khasanah hak asasi perempuan itu dapat dikategorikan sebagai bentuk kontrol ekonomi dan eksploitasi ekonomi," imbuhnya.

Isu lain yang turut diangkat dalam laporan tersebut adalah pernyataan dari Humas Pengadilan Agama Jaksel, Suryana, yang dinilai diskriminatif dan tidak sesuai dengan prinsip netralitas juru bicara lembaga negara.

"Sebagai juru bicara, Bapak Suryana sudah tidak mencerminkan karakter seorang juru bicara yang seharusnya objektif dan jujur," lanjut Siti. 

Ia menambahkan bahwa Indonesia telah meratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Dalam mandat tersebut, pejabat publik diminta untuk menahan diri dari ucapan-ucapan yang mengandung stereotip gender.

Sementara itu, Alvon menekankan bahwa langkah hukum yang diambil kliennya bertujuan memastikan bahwa hak-hak perempuan tetap dihormati dan dijamin secara hukum. 

"Kami melihat banyak hal yang, paling tidak, mengindikasikan adanya diskriminasi terhadap perempuan," ujar Alvon, dikutip dari Kompas. 

Ia juga mengkritisi adanya informasi yang tidak seharusnya diungkap ke publik, apalagi jika berkaitan dengan pendekatan terhadap perempuan. 

"Ada persoalan-persoalan yang sebenarnya tidak bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang perlu diungkapkan," timpalnya.

Laporan ini diajukan setelah beredarnya unggahan di media sosial yang memuat draf putusan cerai Paula dan Baim. 

Dalam unggahan tersebut, tercantum data pribadi milik Paula yang diklaim sebagai alasan perceraian oleh Baim. Draf putusan itu pun tidak dipublikasikan secara resmi oleh pengadilan di situs resminya, menandakan sifatnya yang pribadi.

Lebih lanjut, kontroversi semakin memanas setelah pihak pengadilan secara terbuka menyebutkan alasan perceraian kepada media, termasuk isu perselingkuhan dan menyematkan label "istri durhaka" kepada Paula.

Paula membantah keras tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa tidak ada bukti sah mengenai perselingkuhan maupun perzinahan selama proses pengadilan berlangsung. 

Ia pun merasa difitnah dan nama baiknya telah tercemar. 

Sebagai respons, Paula dan tim hukumnya juga mengadukan juru bicara pengadilan ke Komisi Yudisial karena dinilai telah melanggar kode etik. 

Selain itu, laporan juga telah diajukan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) terkait dugaan pelanggaran administratif atas tersebarnya draf putusan tersebut.

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.

Source: Others/ps

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan