Sosok Titiek Puspa sang maestro penyanyi Istana, selalu minta keluarga ikhlas kepergiannya
Nama panggung "Titiek Puspa" mencerminkan transformasi dirinya yang dulu kerap sakit-sakitan. "Titiek" memang nama panggilannya, sementara "Puspa" diambil dari nama sang ayah. Nama itu disebut-sebut pemberian Presiden Soekarno.

Mendiang Titik Puspa dalam salah satu unggahannya di media sosial. (Foto: Instagram/@titiekpuspa_official)
JAKARTA: Seniman legendaris yang terkenal sebagai sosok serba bisa dan maestro penyanyi Istana, Titiek Puspa, mengakhiri perjalanan panjang selama lebih dari tujuh dekade berkarier dalam dunia seni hiburan Indonesia, pada Kamis (10/4), ketika ia menghembuskan napas terkahir dalam usia 87 tahun.
Kehidupan Titiek Puspa — atau yang akrab disapa Eyang Titiek — penuh dengan dinamika, mulai dari masa kecil yang sulit, perjalanan karier panjang yang menginspirasi, hingga kisah reflektifnya tentang kematian yang ia siapkan dengan lapang dada.
Titiek lahir dalam keluarga sederhana sebagai anak keempat dari dua belas bersaudara dengan nama Sumarti binti Jatin Toegeno Poespowidjojo. Masa kecil Eyang Titiek ternyata kerap diwarnai sakit-sakitan dan kesepian.
"Saya dulu orang yang paling tidak disukai karena penyakitan. Sampai namanya Sudarwarti, Kadarwati, Sumarti, tapi sakit lagi, sakit lagi," kenangnya dalam wawancara dengan CNN Indonesia pada 2017, menjelaskan bahwa ia kerap berganti nama.
KAGUM DENGAN PRESIDEN SOEKARNO
Perjalanan nama panggungnya juga mencerminkan transformasi personal yang dialaminya. Nama "Titiek" merupakan panggilan sehari-hari, sedangkan "Puspa" diambil dari nama sang ayah, "Poespo," sebagai bentuk penghormatan.
Meskipun tidak membahas rumor yang beredar bahwa nama "Titiek Puspa" merupakan pemberian Presiden Soekarno, dalam wawancara tersebut Eyang Titiek menyebut kisah pertemuannya dengan sang proklamator sangat membekas.
"'Oh ini tuh Titiek Puspa,'" katanya menirukan sapaan pertama Soekarno.
"Begitu liat pertama, 'edan cakep banget'. Itu orang punya yang namanya kharisma," ungkapnya dengan nada kagum.
"Nyanyi lagunya sampai lupa, sudah terkesima sama yang di depan, aku pun tidak melihat. Lalu dia bilang, 'suaramu apik banget, kainmu juga bagus sekali pakainya, mulai sekarang kamu jadi penyanyi istana'. Langsung diwisuda," ujarnya sambil tertawa.
Pertemuan itu pun menjadi gerbang kariernya sebagai penyanyi Istana, bersama Elly Sri Kudus, Theresa Amanupunnjo, dan Sudharsih Kissowo, menurut laporan Metro TV.
Sejak saat itu, gaya berbusananya bahkan dijadikan patokan untuk para mahasiswa yang akan mewakili Indonesia ke luar negeri.
PERJALANAN KARIER
Karier profesional Titiek diawali dari kemenangannya dalam kompetisi menyanyi Bintang Radio Semarang, yang kemudian membawanya bergabung dengan Orkes Studio Djakarta (OSD).
Keahliannya dalam bermusik diasah secara otodidak dan semakin matang setelah menikah dengan Mus Mualim, seorang musisi jazz ternama.
Ia pun menjelma menjadi ikon yang tak hanya dikenal sebagai penyanyi, namun juga aktris, penulis lagu, dan figur publik yang dihormati.
DAFTAR KARYA TITIEK PUSPA
Berkarier di dunia seni dan hiburan Indonesia sejak dekade 1960-an, Titiek Puspa tidak merupakan maestro penyanyi Istana yang telah menelurkan sederet lagu ciptaannya.
Namun, hanya ahli dalam bidang menyanyi, tapi dia mampu menunjukkan keahlian di bidang film dan teater.
Berikut beberapa judul karya Titiek Puspa yang dihimpun dari berbagai laporan media.
Daftar filmografi (karya film) Titiek Puspa:
- Di Balik Tjahaja Gemerlapan (1966)
- Minah Gadis Dusun (1966)
- Pemburu Mayat (1972)
- Bing Slamet Setan Djalanan (1972)
- Rio Anakku (1973)
- Bawang Putih (1974)
- Ateng Minta Kawin (1974)
- Tiga Cewek Badung (1975)
- Inem Pelayan Sexy (1976)
- Karminem (1977)
- Inem Pelayan Sexy II (1977)
- Inem Pelayan Sexy III (1977)
- Tuyul Perempuan (1979)
- Rojali dan Zuleha (1979)
- Gadis (1980)
- Putri Giok (1980)
- Koboi Sutra Ungu (1981)
- Apanya Dong (1983)
- Cinta Setaman (2008)
- Ini Kisah Tiga Dara (2016)
- Musik Untuk Cinta (2017)
Daftar diskografi (karya musik) Titiek Puspa:
- "Kisah Hidup" (1963)
- "Pantang Mundur" (1963)
- "Mama" (1964)
- "Minah Gadis Dusun" (1965)
- "Gang Kelinci"
- "Romo Ono Maling"
- "Rindu Setengah Mati"
- "Jatuh Cinta"
- "Bing" (1973)
- "Cinta" (1975)
- "Adinda" (1976)
- "Kupu-Kupu Malam" (1977)
- Ayah"
- "Marilah Kemari"
- Burung Kakaktua"
- "Bapak Pembangunan"
- "Horas Kasih" (1983)
- "Apanya Dong" (1984)
- "Virus Cinta" (1994)
Daftar teaterografi (karya teater) Titiek Puspa:
- Operet Papiko (1972)
- Operet Kupu-Kupu (2006)
- Semut Merah Semut Hitam (2012)
- Pesta Sahabat Cinta Indonesia (2017)
- Pesta Sahabat Aku Anak Sehat (2017)
- Pesta Sahabat Zona Ceria (2017)
- Pesta Sahabat Pahlawanku (2017)
- Pesta Sahabat Kasih Ibu (2017)
- Pesta Sahabat Melompat Lebih Tinggi (2018)
- Pesta Sahabat Kasih Sayang (2018)
- Pesta Sahabat Hewan Kesayangan (2018)
- Pesta Sahabat Kartini Cilik (2018)
- Pesta Sahabat Makin Cakep (2018)
- Pesta Sahabat Anak Indonesia (2018)
- Pesta Sahabat Semangat Indonesia (2018)
MINTA KELUARGA SELALU IKHLAS
Di balik panggung yang gemerlap, Titiek adalah pribadi yang sangat sadar akan makna kontribusi dalam hidupnya. Putrinya, Petty Tunjungsari, mengungkapkan bahwa ibunya telah lama berbicara tentang keikhlasannya bila suatu hari harus pergi.
"Memang beliau kepada saya dan adik saya, Ella, sudah sering mengatakan bahwa kalau bahasa Jawa, ‘Gusti Allah Monggo Kulo dipundut’," ujar Petty di Wisma Puspa, Jakarta Selatan, dikutip dari Kumparan.
"Karena sepengetahuan saya, 65 tahun belajar jadi anak Titiek Puspa, beliau orang yang harus dirinya bermanfaat bagi sesama lain," lanjutnya.
Petty menyatakan bahwa sang ibu telah mempersiapkan keluarga untuk menghadapi kepergiannya jauh hari sebelumnya, secara perlahan dan penuh kesadaran.
"Kalau dibilang kami anak-anaknya sudah dikondisikan, 3 tahun, 2 tahun dan setahun sebelumnya, anak-anak dan keponakan-keponakannya sudah mengerti," tuturnya.
KRONOLOGI BERPULANGNYA TITIEK PUSPA
Kepergian Titiek Puspa diawali dari insiden saat dirinya jatuh pingsan di lokasi syuting program Lapor, Pak! di Trans TV pada 26 Maret 2025.
Ia kemudian dilarikan ke rumah sakit dan didiagnosis mengalami pendarahan di otak. Meski tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya, kondisi tersebut menyebabkan sang maestro tidak sadarkan diri hingga akhirnya berpulang.
Petty juga menyampaikan rasa terima kasih kepada masyarakat dan media atas doa serta dukungan yang diberikan selama lebih dari 70 tahun perjalanan karier ibunya.
"Teman-teman media yang dicintai oleh ibuku, salam cinta dan doa dari Eyang Titiek Puspa untuk media. Mohon maaf kalau emang kadang tidak sesuai harapan teman-teman," ujarnya.
Jenazah Titiek Puspa disemayamkan di rumah duka dan dimakamkan pada Jumat (11/4) di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta.
Dengan kepergian Titiek Puspa, Indonesia kehilangan salah satu tokoh seni terbesar yang pernah dimiliki bangsa ini. Namun karya, semangat, dan warisan budayanya akan terus hidup dan menginspirasi generasi yang akan datang.
Selamat jalan, Eyang Titiek. Karyamu dalam dunia seni Indonesia akan selalu terkenang.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.