Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Lifestyle

Kenyataan pahit milenial urban di Asia Pasifik, hidup terhimpit di hunian sempit

Kaum milenial urban di Tokyo, Manila, dan Sydney rela tinggal di rumah kecil asalkan bisa hidup nyaman di tengah kota sembari menghemat uang. CNA menelusuri bagaimana mereka membiasakan diri bertahan di hunian sempit.

Kenyataan pahit milenial urban di Asia Pasifik, hidup terhimpit di hunian sempit

Hidup minimalis di kota Tokyo, di mana jumlah apartemen kecil seperti ini terus meningkat.

SINGAPURA: Meski apartemen Kazuki Hirata di Tokyo hanya berukuran 9 meter persegi atau setara dengan enam tikar tatami, tempat itu tetaplah rumah, dengan sewa bulanan sebesar 83.000 yen (Rp8,5 juta).

Pria milenial berusia 31 tahun itu sudah terbiasa tidur melintang di matras futonnya dan membiarkan pintu toilet terbuka supaya kakinya tidak terbentur karenanya.

Ia tidak terlalu memusingkan hidup bersempit-sempit, karena tempatnya mudah untuk ditempuh dengan berjalan kaki dari tempat kerjanya sebagai bartender dan somelier. 

Belum lagi, ia kerap kali pulang kerja tengah malam dan kendaraan umum tidak tersedia di jam-jam itu.

"Begitu aku pasang furnitur dan tinggal di sana, aku malah merasa tempatnya tidak terlalu kecil," ia berkata.

Kazuki Hirata tengah memperlihatkan bagaimana ia tidur kepada CNA.

Dibandingkan dengan apartemen kecil Hirata, apartemen studio mezanin milik Mark Lorenzo Permalina di Manila dua kali lipat jauh lebih luas. 

Dengan luas 22 meter persegi, tempatnya hampir sebanding dengan dua tempat parkiran mobil.

Dua tahun ke depan, pria berusia 28 tahun itu ingin pindah ke tempat yang lebih bagus di kondominium dua kamar di Makati, pusat ekonomi kota metropolitan Manila, tempat ia tinggal sekarang.

Akan tetapi, biaya menjadi penghalang terbesarnya. 

Pria berprofesi di bidang teknologi informasi itu melihat harga prapenjualan unit kondominium kelas atas seperti di Chino Roces Avenue berkisar 12 juta peso (Rp3,2 miliar) untuk satu kamar saja.

Untuk sementara ini, ia memanfaatkan apa yang ada saja dulu di apartemen studio miliknya, dengan menambah pelindung siku-siku yang tajam di area headroom (ruang atas kepala) yang rendah, tempat kepalanya "selalu" terantuk.

Mark Lorenzo Permalino tengah menunjukkan sudut-sudut tajam di bawah tangga dalam studio mezanin-nya kepada CNA.

Sebagai perbandingan menurut standar internasional, tempat tinggal Rhod-Lee Mercado di Sydney tidak begitu tampak kecil, kendati memiliki dua kamar tidur, satu ruang cuci pakaian, satu kamar mandi terpisah dan satu lemari linen. 

Namun, tempatnya membelakangi halaman rumah orang lain.

Pria 29 tahun itu tinggal di "rumah lansia" (granny flats). 

Awalnya, rumah itu dirancang sebagai hunian berderet untuk para lansia saja. 

Tempat tersebut menawarkan berbagai fasilitas rumah seperti biasanya, namun dengan ruang yang kecil.

Dengan luas 60 meter persegi, rumahnya hanya seperempat dari luas lantai rata-rata rumah baru di Australia, yang mencapai 237,6 meter persegi pada tahun fiskal 2022-23.

Menghemat uang menjadi alasan utama mengapa ia lebih memilih untuk tinggal di rumah lansia. 

"Pilihan [hunian seperti] ini umumnya menawarkan harga sewa yang lebih murah dengan fasilitas yang lebih banyak dari yang biasanya kita dapatkan dari properti di Sydney," terangnya.

Melihat masalah keterjangkauan harga rumah semakin terasa di kalangan muda di kota-kota besar, CNA mencoba mencermati bagaimana orang dewasa di sepanjang kawasan Asia Pasifik menghadapi tantangan hidup di hunian sempit sembari menghemat uang dengan efektif.

Rumah lansia Rhod-Lee Mercado (kiri) berada di utara kota Sydney.

MERINGKUK DI TOKYO

Meski apartemen Hirata sangat kecil, tempatnya masih bisa memuat ruang-ruang pokok, seperti bilik cuci pakaian, tempat tidur loteng, dan bahkan dapur kecil, walau itu hanya bisa menampung satu panci saja.

Luas ruangannya kurang dari setengah dari apartemen studio kebanyakan di Tokyo. Akan tetapi, harga sewanya 20 hingga 30 persen lebih murah, menghabiskan sepertiga dari pendapatannya saja.

Menurut data perusahaan properti Savills, harga rata-rata tempat sewa seluas 15 hingga 30 meter persegi di lima distrik pusat Tokyo telah meningkat hampir 20 persen antara tahun 2016 dan tahun ini.

Dengan inflasi dan harga perumahan yang juga naik, kemungkinan apartemen kecil akan semakin bertambah, guna menjaga harga sewa tetap terjangkau, jelas direktur pelaksana dan kepala riset dan konsultan Savills Japan, Tetsuya Kaneko.

Pun demikian, dengan tempat seluas itu, ia tetap merasa harganya "sedikit mahal". Meskipun hidup minimalis, ia harus memotong pengeluaran lainnya juga. 

Dengan ruangan yang terbatas, pengeluaran yang berlebihan menjadi tidak tepat untuk dilakukan, dan kebutuhan dapur menjadi satu-satunya belanjaan yang ia bawa pulang.

Lama-lama, keinginan membeli baju baru juga kian berkurang. Kini, ia mengandalkan baju-baju lamanya saja. 

"Pada dasarnya, aku pakai baju yang sama untuk pergi kerja (dan) bahkan saat libur," ujarnya. 

Dengan mengurangi pembelian barang-barang yang tidak dibutuhkan, ia dapat memaksimalkan penggunaan setiap barangnya.

MENGEPEL PAKAI TISU BASAH

Perkara bersih-membersih pun menjadi amat mudah. 

Salah satu keuntungan tinggal di ruang terbatas adalah pekerjaan rumah menjadi sederhana, sehingga menghemat waktu dan tenaganya. 

Misalnya, ia menggunakan penyedot debu genggam untuk membersihkan ruang mezaninnya, dan tisu basah untuk lantai.

Selain hemat dan nyaman, ia juga sudah merasa "betah" tinggal di apartemen kecilnya. 

"Aku lebih suka ... merasa dikelilingi dan itu membawa ketenangan," ucapnya. 

Dan ia tidak hanya satu-satunya yang menikmati gaya hidup seperti ini.

Hirata dapat mengistirahatkan sikutnya di sudut ruang ini, sehingga ia bisa duduk dengan nyaman.

Pengembang properti seperti Spilytus tengah membangun apartemen kecil di wilayah-wilayah yang banyak dicari orang-orang, seperti Ebiso dan Nakameguro. 

Hal ini menjelaskan mengapa apartemen semacam itu populer di kalangan muda karena mereka suka hidup di daerah-daerah utama dengan harga sewa yang wajar, terang Keisuke Nakama, direktur utama perusahaan tersebut.

Spilytus, yang sudah membangun hunian kecil selama puluhan tahun, melaporkan bahwa 99 persen dari lebih dari 100 hunian kecil yang mereka bangun sudah laku disewakan, dengan mayoritas penyewa berusia di bawah 30 tahun.

Dirancang khusus untuk mereka yang masih lajang, apartemen kecil ini biasanya ditempati selama sekitar dua tahun saja. 

Namun, bagi Hirata yang sudah tinggal selama empat tahun, ia tidak berencana untuk pindah, kecuali karena menikah atau pindah kerja.

MIMPI MILENIAL DI MANILA

Karena sudah berencana untuk pindah ke tempat yang lebih bagus, Permalino tidak terlalu merasa buntu. 

Akan tetapi, ia masih harus berhadapan dengan masalah keterjangkauan harga rumah di Metro Manila. 

Di sana, harga rumah baru, rata-rata, bernilai lebih dari dua kali lipat per meter persegi di area luar.

Median harga rumah kondominium di sana berjumlah 25 kali lipat dari median pendapatan rumah tangga tahunan, menjadikannya sebagai rasio tertinggi kelima dari kota-kota dalam Indeks Pencapaian Rumah Asia Pasifik 2024 oleh Urban Land Institute.

Harga rumah terendah saat ini berkisar 4 hingga 5 juta peso, ungkap Marife Ballesteros, wakil direktur utama Phillipine Institute for Development Studies. 

"Supaya bisa membelinya, kamu harus memiliki pendapatan (bulanan) sekitar 95.000 peso (Rp25 juta)," ungkapnya. 

Namun, menurut Survei Upah Kerja Badan Statistik Filipina tahun 2022, pekerja Filipina di industri-industri tertentu hanya menghasilkan rata-rata 18.423 peso (Rp5 juta). 

Akan tetapi, kalangan muda di Filipina punya potensi penghasilan yang lebih baik karena memiliki kemampuan teknologi dan peluang kerja global yang tinggi. 

Sehingga, menurut Ballesteros, kondisi tersebut akan membuat mereka mampu membeli rumah yang besar.

Bagi pekerja dalam industri pengembang perangkat lunak layanan informasi, rata-rata gaji bulanan mereka mencapai 70.595 peso (Rp19,2 juta).

Dengan demikian, disiplin menabung menjadi solusinya.

Rata-rata gaji bulanan pekerja dalam industri pengembang perangkat lunak layanan informasi di Manila, Filipina.

Permalino tetap bersikap optimis. Ia tengah berusaha menabung setengah juta peso dan sudah setengah jalan.

Tagihan sewa bulanan, kebutuhan pokok, transportasi dan makanan menelan biaya sekitar 50.000 peso (Rp13,6 juta). 

Sedangkan penghasilan dari vlog Youtube-nya yang memperlihatkan kehidupannya di kota Manila hanya mendekati 12.000 peso (Rp3,2 juta) per bulan. 

Ia juga menghemat 10 persen dari penghasilannya dan menggunakan bank digital untuk memaksimalkan suku bunganya.

Demi ke depannya, ia mulai mempelajari kode pemrograman, pengeditan video dan desain grafis untuk meningkatkan penghasilannya dan mewujudkan impiannya.

Metro Manila menjadi tempat yang ingin ia huni selama dua dekade ke depan. 

Baginya, kenyamanan dan pengalaman hidup di kota sepadan dengan biayanya dibandingkan dengan pindah kembali ke kampung asalnya di kota Baguio.

Permalino menggunakan komputer di rumahnya. Ia pindah ke Manila usai lulus kuliah pada tahun 2017.

"Kalau kita pandang lebih luas, kita bisa lihat (biaya hidup yang meningkat) ada benarnya, tergantung pekerjaanmu," terang dia. 

"Dalam kasusku, gajiku masih jauh lebih baik."

Bagaimanapun, untuk mencari rumah dengan harga terjangkau, ia tahu bahwa perlu melakukan pencarian dengan hati-hati. 

"Semua yang kita lihat di media sosial, paling tidak iklan, atau di selebaran atau (dari) agen rumah... tidak (selalu) sesuai dengan kenyataannya," terangnya.

RUMAH LANSIA PENYELAMAT WARGA SYDNEY

Australia, negara yang 31 persen warganya adalah penyewa, sedang mengalami krisis perumahan yang serius.

Kondisi tersebut mempersempit pasokan rumah sewa, dan harga sewa naik hingga 40 persen sejak tahun 2020, hampir delapan kali lipat meningkat dalam periode yang sama sebelum pandemi

"Australia benar-benar gagal dalam mengejar pembangunan huniannya dengan (angka) orang (yang) membutuhkan tempat tinggal," ucap kepala riset perusahaan penyedia data properti CoreLogic Australia, Eliza Owen.

"Ini sangat kentara di Sydney. ... Kita yang awalnya punya median harga sewa mingguan berkisar A$580 (Rp5,7 juta) di awal pandemi, menjadi A$780 (Rp9,5 juta) per September tahun ini."

Tahun ini, tingkat kekosongan sewa di Sydney berkisar antara 1,1 dan 1,7 persen. Awalnya, Mercado sedikit kesulitan untuk mendapatkan satu unit.

Harga sewa mingguannya sebesar A$650 (Rp8 juta), lebih rendah daripada harga unit dengan ukuran serupa.

Sekalipun hidup sendiri, ia tetap bijak memakai listrik supaya tagihan listriknya dapat berkurang, walau biaya internetnya tinggi karena tidak memiliki teman sekamar untuk berbagi biaya.

Bagian dalam rumah lansia yang ditempati Mercado.

Mahasiswa fisioterapi ini tengah mengambil cuti satu tahun agar bisa bekerja purnawaktu dan, harapannya, bisa menabung cukup untuk menutupi biaya pengeluarannya sebelum mengikuti program penempatan mahasiswa di tahun depan. 

Sejauh ini, ia berhasil menghemat sekitar 30 persen dari penghasilannya.

"Usai COVID dan setelah perbatasan kembali dibuka, kami menemukan bahwa banyak pelajar dan tenaga ahli muda menempati rumah lansia yang kami kelola," ungkap manajer usaha dan operasi baru Starr Partners, Elise Nusco.

Rumah lansia memang bisa menghemat biaya, namun hal tersebut tidak lepas dari kekurangannya, seperti privasi menjadi berkurang. 

Namun, dari deretan hunian itu, rumah Mercado berada di depan dan itu memberinya akses langsung ke jalan, ditambah jendelanya tidak menghadap ke properti bersama.

Salah satu kelemahan yang ia sebutkan adalah, rumah lansia biasanya terletak jauh dari kawasan komersial yang ramai, sehingga tempat itu menjadi kurang ideal bagi mereka yang ingin mencari keseruan hidup perkotaan. 

Selain itu, tempat parkir yang aman tidak banyak tersedia. Alhasil, kendaraan rawan rusak karena satwa liar.

Pinggiran kota tempat rumah lansia Mercado (tengah bawah) berada.

Tapi ia tidak menyesal dan tidak berencana untuk kembali hidup di apartemen tradisional dalam waktu dekat ini.

"Aku tinggal di gedung yang berdiri sendiri. Aku tidak ingin berbagi tempat dengan orang lain. Ada lebih banyak waktu untuk diriku sendiri dan lebih sedikit gangguan," ucapnya.

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. ​​​​​

Source: CNA/ps

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan