Kisah pilu Atika, berjuang hadapi kanker otak super langka demi anak dan suaminya
Setelah divonis kanker jaringan lunak, Atika Razak menikahi pacar SMA-nya, melahirkan seorang putri di saat tumor masih tumbuh di dalam otaknya, dan merawat bayinya sendiri meskipun sedang menderita kejang-kejang.
SINGAPURA: Kala itu, saya mengunjungi National Cancer Centre (NCCS) untuk menemui pasien muda yang sedang sakit kritis. Dokter mendiagnosis bahwa dia mengidap kanker langka bernama sarkoma yang tumbuh pada tulang atau jaringan lunak.
Kini, Atika Razak berusia 36 tahun. Selama delapan tahun, dia sudah menjalani tiga operasi otak, satu operasi hati dan satu operasi pinggul. Dia pertama kali didiagnosis menderita sarkoma pada 2015. Namun, pada tahun 2019, kankernya naik menjadi Stadium 4. Biasanya, pasien dalam stadium ini peluang hidupnya hanya satu tahun. Namun, Atika sudah bertahan selama empat tahun.
Pada saat itu, saya mengira bahwa pertemuan ini akan mengundang tangis pilu. Namun, saya kaget seketika melihat wanita itu masuk. Saya terkesima melihat dirinya yang menawan dan penuh semangat. Semua bekas luka operasi tidak terlihat karena tertutup oleh jilbabnya.
Di luar, ada suaminya yang setia menantinya selama dua jam lebih. Dia adalah Abdul Razak bin Jumain, orang yang dia cintai sejak remaja dan bersedia menikahinya kendati menyandang status pengidap kanker.
Lalu, dia berkata pada saya, "Pria mana yang mau menikahi gadis yang sedang sakit?" Sekarang, dia bersama Razak. Delapan tahun sejak diagnosis pertamanya, Razak masih menemaninya setiap kali kunjungan ke rumah sakit. Daanya, putri yang dilahirkannya empat tahun lalu di tengah perjuangan melawan kanker, juga sering menemani mereka.
Saat itulah, saya sadar mengapa Atika selalu terlihat semringah. Di balik kisah kankernya yang memilukan, ada kisah cinta yang luar biasa.
SAKIT KEPALA YANG BERTUBI-TUBI
Di tahun 2014, Atika baru berusia akhir 20-an ketika dia mulai mengalami sakit kepala yang bertubi-tubi. "Ada masanya di mana kepala saya sakit berdenyut-denyut dan tak tertahankan. Pandangan saya tiba-tiba silau dan saya terkadang sampai pingsan," paparnya menjelaskan peristiwa kala itu.
Lalu, dia menemui dokter umum dan pergi ke UGD (unit gawat darurat) rumah sakit. Namun, dokter-dokter malah kebingungan setelah mengetahui kondisi medis langka yang dideritanya. Mereka mengira dia hanya mengalami migrain dan memulangkannya dengan resep obat penghilang rasa sakit. Sampai akhirnya, atas permintaannya, dia berhasil mendapat rujukan untuk menemui ahli bedah umum.
Pria mana yang mau menikah dengan perempuan yang sakit?"
"Malam sebelum janji temu, sakit kepala terasa semakin parah. Sampai-sampai, saya tidak bisa membuka mata, tidak bisa jalan, bahkan berbicara. Suami saya, yang saat itu sudah menjadi pacar saya, langsung membawa saya ke UGD.
"Dokter yang melihat saya, curiga ada yang salah dan dia pergi menanyakan ini dengan dokter yang lebih senior. Tapi ketika dia kembali, dia menyuruh saya pulang membawa resep obat penghilang rasa sakit. Dia menyuruh saya untuk menemuinya di hari berikutnya. Jam 7, saya pulang. Lalu, berbaring di kasur, muntah-muntah setiap jamnya," lanjut Atika.
Sesampainya Razak dan Atika di rumah sakit untuk bertemu dokter jam 3 sore hari itu, Atika sudah tidak sadarkan diri. Bangun-bangun, dia sudah berada di ruang perawatan intensif (ICU) dan diberi tahu ada gumpalan sepanjang 8cm di dalam otaknya. "Mereka bilang ini mukjizat karena saya masih bisa berjalan-jalan," pikirnya saat itu.
Dua hari kemudian, di bulan Oktober 2015, Atika menjalani operasi otak pertamanya untuk mengangkat gumpalan tersebut. Kemudian, dokter tersebut menyimpan jaringan yang diangkat itu untuk dilakukan biopsi. Setelah pemeriksaan dilakukan, hasil menunjukkan bahwa Atika menderita kanker otak, tepatnya sarkoma jaringan lunak.
Setelah didiagnosis, keluarga Razak meminta Atika untuk tinggal bersama mereka agar Razak bisa merawatnya. Sebulan kemudian, saat sedang pergi staycation, nanah menyembur keluar dari lukanya, menodai semua bantalnya.
Dia dilarikan ke rumah sakit, di mana dia menjalani operasi untuk membersihkan infeksi lukanya.
Setelah beberapa bulan cuti sakit, Atika secara tidak langsung diminta untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai kepala pastry chef di sebuah cabang toko kue. "Saya merasa semua berakhir sudah," ungkapnya.
MEMBANGUN KELUARGA, MELAWAN RINTANGAN
Namun, ternyata dunianya masih belum hancur seluruhnya. Berkat dukungan moral dan finansial yang dia terima dari Razak dan keluarganya, Atika perlahan-lahan bangkit dan memulai bisnis kue online kecil-kecilan. Beberapa bulan kemudian, di bulan Januari 2017, dia akhirnya menikah dengan Razak di usia 30 tahun.
"(Saat itu) tidak pakai lamaran yang romantis karena kami juga sudah bersama-sama sejak lama - sejak kami masih 16 atau 17 tahun. Saat saya sakit, dia selalu ada buat saya, memegang tangan saya ketika saya menangis," ujarnya sambil tersenyum.
Tujuh bulan setelah menikah, dia menerima hasil pemindaian yang menunjukkan adanya tumor otak lain. Atika menjalani radiosurgery untuk membunuh sel kanker dan mengecilkan tumor dengan menggunakan radiasi. Pada Juni 2018, terdeteksi tumor sepanjang 0,5 cm lagi di otaknya.
Sebelum dokter-dokter itu dapat menangani tumor otak ini, mereka menerima kabar mengejutkan lagi. Bahwa Atika hamil.
"Sejak awal menikah, kami bahkan tidak mengira bisa memiliki anak sejak awal. Rasanya sungguh menakutkan karena saya tidak tahu apakah saya akan mampu mengandungnya selama sembilan bulan dan melahirkannya tanpa adanya komplikasi, mengingat kondisi tubuh dan berbagai obat-obatan yang saya minum,” kata dia.
Perawatan dan hasil pemindaiannya pun ditunda selama kehamilan. Dia juga menghentikan bisnis rotinya. Pada Mei 2019, Atika akhirnya melahirkan seorang putri cantik bernama Daanya.
"Setelah dia lahir, dia sudah menjadi sumber kekuatan bagi saya," kata Atika.
Terlepas dari kondisi kesehatannya yang parah, Atika merawat sendiri bayinya. Namun, karena kejang-kejang akibat tumor yang tumbuh di dalam otaknya, Atika dan suaminya yang berprofesi sebagai pegawai negeri sepakat untuk memikirkan kode darurat.
"Jika saya menelepon dan tidak berkata apa-apa, itu artinya saya sedang kejang-kejang. Biasanya, kurang dari 30 menit, dia sudah sampai di rumah.
"Setelah kejang-kejang, saya tidak bisa berbicara, badan terasa letih sekali, dan tangan saya mati rasa. Selama saya istirahat, dialah yang menggantikan saya merawat Daanya," ucapnya.
PERJUANGAN SEORANG IBU MELAWAN KANKER
Sayangnya, dokter kembali menemukan tumor pada otaknya tepat sebelum kehamilannya dapat berkembang. Pada April 2020, Atika menjalani operasi otak keduanya di hari pertama lockdown akibat COVID-19 berlangsung di Singapura.
"Untuk pertama kalinya, Razak tidak bisa menemani saya di rumah sakit untuk memberikan dukungan moral. Saya merasa kesepian, saya betul-betul menangis sekuat-kuatnya," kata dia.
Tujuh bulan kemudian, Asisten Profesor Valerie, ahli onkologi dari NCCS, menemukan "tumor sebesar bola kaki" sepanjang 10cm di hati Atika. Dokter juga menemukan lesi di sakrum (tulang segitiga di dasar tulang bagian belakang), tulang belakang, dan pinggulnya.
Kankernya sudah berkembang naik menjadi Stadium 4. Saat itu, Atika dirujuk untuk menemui Asisten Profesor Yang untuk mendapatkan penanganan penyakit kompleks tersebut.
Dia bercerita bahwa "Razak saat itu ada di sana ketika dokter menceritakan itu semua kepada kami. Kami berdua sama-sama menangis."
"Saya sudah sangat positif selama beberapa tahun terakhir ini. Tapi di titik itu, semua harapan dan rasa optimis saya sudah sirna. Itu hari-hari terberat saya," tambahnya. Keluarganya turut membantunya melewati semuanya.
Asisten Profesor Yang mengatakan bahwa Sarkoma sudah termasuk penyakit yang langka. Namun, sarkoma yang dideritanya merupakan jenis yang lebih langka lagi. Jenis ini merupakan tumor fibrosa soliter, yang tumbuh di bagian otak kecilnya yang bernama ventrikel. Sejauh ini, hanya 30 kasus yang baru tercatat di seluruh dunia.
Asisten Profesor Yang menambahkan bahwa Atika termasuk satu dari dua kasus yang ada di dunia. Kanker ini menunjukkan perilaku yang begitu agresif, berulang dan menyebar hingga ke bagian tubuh yang jauh.
Atika telah menjalani dua siklus kemoterapi, yang dilanjuti dengan operasi untuk mengangkat tumor hati, dan diberikan obat-obatan yang mampu membantu mengendalikan kankernya untuk sementara waktu.
Di bulan Desember 2021, dia menjalani operasi otak yang ketiga dan empat siklus kemoterapi. Dia juga menjalani radiosurgery untuk menangani tumor otaknya di tahun 2022, dan imunoterapi di tahun 2023, terapi pengobatan untuk memperkuat sistem kekebalannya dalam melawan sel kanker.
Menurut Asisten Profesor Yang, meskipun rata-rata masa kelangsungan hidup pada kasus sarkoma yang sudah pada tahap lanjut hanya sekitar satu tahun, namun Atika dengan perjuangannya yang gigih mampu bertahan selama empat tahun.
Meski mendapat perawatan ekstensif, kondisi Atika tiba-tiba memburuk di awal tahun ini. Hasil pemindaian menunjukkan bahwa kankernya telah menyebar ke bagian lain dari tubuhnya.
Pada 4 Januari, dia menjalani operasi untuk memperbaiki patah tulang pinggul karena sarkoma telah menyebar hingga ke bagian tulangnya. Saat ini, dia dijadwalkan untuk menjalani operasi lainnya untuk mengangkat dua tumor yang menekan sumsum tulang belakangnya.
Perjuangannya sungguh melelahkan. Tapi Atika berusaha agar putrinya tidak merasa putus asa dan pilu saat melihatnya. Menurut Asisten Profesor Yang, Daanya merupakan sosok yang suka iseng, pemberani, dan selalu riang.
"Terlepas dari kondisi saya yang seperti ini, saya sudah puas dengan hidup saya. Keinginan saya sudah terpenuhi. Saya mungkin terlihat sakit, tapi saya merasa bahagia. Seperti yang selalu dikatakan Razak, setiap hari itu berarti. Selama kita diberikan kesempatan untuk hidup, kita harus bisa menciptakan kenangan bersama," ucapnya sambil tersenyum.
Ketika dia merenung, awan gelap pun melintas di wajahnya dalam sesaat. "Saya itu selalu takut dengan yang namanya kematian - takut jika putri saya tumbuh tanpa seorang ibu; tanpa mengetahui ada sosok saya," imbuhnya, sambil merasa sedih.
Pada saat itu, saya sudah kehabisan kata-kata. Saya paham betapa pilunya seorang ibu membayangkan keadaan anak kecilnya saat ditinggal pergi.
Lalu, saya menyampaikan keyakinan saya, bahwa putrinya tidak akan melupakannya.
Bahwa jika Daanya besar nanti, dia akan paham betapa besar kasih sayang ibunya yang berusaha kuat demi melawan segala rintangan yang dihadapinya, demi bisa menghabiskan masa hidup bersama putrinya dengan bahagia.
Baca artikel ini dalam bahasa Inggris di sini.