Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Lifestyle

Denda Rp173 juta akibat mabuk sambil naik skuter, hukuman Suga BTS adil atau berlebihan?

Apakah hukuman ini terlalu berat atau masih wajar bagi seorang bintang K-pop yang kasusnya tidak memakan korban? 

Denda Rp173 juta akibat mabuk sambil naik skuter, hukuman Suga BTS adil atau berlebihan?

Member boyband BTS, Suga, dalam salah satu penampilannya. (Foto: Instagram/@agustd)

Meskipun idola K-pop dikenal dengan citra bersih dan sempurna, industri ini tidak luput dari skandal. Yang terbaru adalah anggota boyband BTS, Suga, yang didenda lebih dari 15 juta won, atau sekitar Rp173 juta. 

Apakah hukuman ini terlalu berat atau masih wajar bagi seorang bintang K-pop yang kasusnya tidak memakan korban? 

AWAL MULA KASUS

Penyanyi berusia 31 tahun yang memiliki nama asli Min Yoon-gi itu kedapatan mabuk saat mengendarai skuter listrik pada  Selasa (6/8) malam saat dalam perjalanan pulang setelah makan malam dan minum alkohol di pusat kota Seoul. 

Meskipun saat itu Suga mengendarai skuter sambil mengenakan helm, namun petugas menemukan bahwa kadar alkohol dalam darahnya mencapai 0,227 persen, hampir tiga kali lipat dari ambang batas 0,08 persen, menurut laporan Yonhap.  

Dalam kasus berkendara sembari mabuk (driving under influence/DUI) ini, Suga terancam hukuman penjara antara dua hingga lima tahun atau denda sebesar 10 juta won (Rp115,5 juta) hingga 20 juta won (Rp231 juta).

Sehingga, denda sebesar 15 juta won terhadap Suga merupakan denda yang hampir mencapai batas maksimal. Selain itu, SIM-nya juga sudah dicabut. 

WAJAR ATAU BERLEBIHAN?

Karena pelanggaran yang dilakukan Suga tidak memakan korban, banyak yang berpendapat bahwa kasus ini cenderung jauh lebih ringan dibandingkan dengan skandal Burning Sun tahun 2019, yang menjadi salah satu kontroversi terbesar K-pop belakangan ini. 

Namun, reaksi beragam dari para penggemar BTS, baik di dalam maupun luar Korea, terhadap pelanggaran Suga menunjukkan gambaran yang lebih rumit. 

Bagi kelompok yang bersimpati terhadap Suga, kritik keras terhadap rapper ini terlihat berlebihan jika mengingat kasusnya tidak menyebabkan siapa pun terluka. 

Namun, bagi yang sangat mengidolakan dan menaruh harapan besar terhadap Suga sebagai idola yang seharusnya tanpa cela, wajar jika merasa benar-benar kecewa terhadap perilaku Suga. 

PERSEPSI TERHADAP IDOLA K-POP

Semua orang tahu bahwa persepsi membentuk harapan. Ketika kita menganggap seseorang lebih mampu, kita cenderung memiliki harapan lebih tinggi terhadapnya. 

Harapan yang tinggi, akan mempengaruhi persepsi kita. 

Dalam industri K-pop, persepsi dimulai dari sebuah kata yang sederhana namun bermakna: idola. 

Ketika idola kita gagal memenuhi harapan kita, kita merasa kecewa. Kekecewaan ini akan mempengaruhi persepsi kita soal wajar atau tidak hukuman terhadap idola kita itu. 

"Jika 'idola' hanyalah kata di banyak negara, di Korea kata itu sudah lama digunakan untuk menyebut bintang yang sangat layak untuk diidolakan. Mereka harus selalu sempurna, termasuk di luar panggung," kata CedarBough T Saeji, asisten profesor Studi Korea dan Asia Timur di Universitas Pusan, kepada The Korea Times.

Tidak mengherankan, penggemar Korea sangat kecewa dan marah dengan Suga, bahkan ada yang menyerukan agar ia keluar dari BTS.

Meskipun pandangan ini mungkin ekstrem bagi sebagian orang, pandangan ini mencerminkan konsep chemyeon yang mendalam dalam masyarakat Korea. 

Chemyeon, atau "wajah sosial" seseorang, berakar dari ideologi kolektivis yang menuntut setiap individu agar selalu menjaga perilaku.

Konsep ini juga menuntut para idola untuk selalu menyadari bahwa segala tindakan mereka akan menuai reaksi publik. 

Chemyeon juga terkait dengan moralitas sebagai pilar utama dalam membangun status sosial.

Konsekuensi kehilangan chemyeon pun sangat besar, bukan sekadar kehilangan muka di mata publik.

Di sisi lain, penggemar dari luar Korea menganggap wajar kasus Suga tersebut. Mereka cenderung menganggap bahwa Suga juga manusia yang mungkin khilaf dan melakukan kesalahan. 

"Di Korea, mengemudi dalam keadaan mabuk dianggap sebagai kejahatan serius, hampir setara dengan pembunuhan berencana, sementara di luar negeri tidak selalu demikian," kata kritikus budaya pop Jung Duk-hyun kepada The Korea Times.

Sebagai perbandingan, penyanyi Justin Timberlake juga tersandung kasus mengemudi dalam keadaan mabuk

Pada pertengahan September lalu, ia didenda US$500 (Rp6,49 juta) dan diwajibkan melakukan pelayanan masyarakat.

Namun, kasus itu tampaknya tidak merusak reputasinya. Ia bahkan masih melangsungkan tur konsernya.

Dalam kasus lain, harapan yang tinggi terhadap idola bisa membuat sang idola mengalami gangguan mental, bahkan sampai bunuh diri.

Misalnya, aktor film Parasite, Lee Sun-kyun, ditemukan tewas pada Desember tahun lalu setelah dituduh menggunakan narkoba. 

Meski aktor papan atas itu membantah tuduhan tersebut, opini publik di Korea tetap "tidak bersimpati," menurut laporan The Korea Times. 

Mungkin kecaman terhadap pelanggaran yang dilakukan Suga lebih terkait dengan dampak sosialnya  ketimbang pelanggarannya itu sendiri. 

Menjadi idola mungkin bagaikan hidup di penjara tak kasat mata. Bagi yang mengecewakan penggemarnya, siap-siap dilanda kritik yang amat berat, bagaikan melanggar kontrak sosial yang tak tertulis. 

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.

Source: CNA/ps

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan