Seperti disilet di tenggorokan: Gejala aneh varian Nimbus COVID-19, merebak di 22 negara
WHO menetapkan NB.1.8.1 sebagai varian dalam pemantauan (VUM) karena berpotensi memengaruhi penularan dan keparahan dampak virus serta efektivitas vaksin.

Ilustrasi virus Covid-19. (Foto: iStock/PhonlamaiPhoto)
Rasa perih tak biasa seperti disilet di tenggorokan dilaporkan jadi salah satu gejala mencolok dari varian COVID-19 terbaru yang dijuluki "Nimbus".
Varian ini, yang secara ilmiah dikenal sebagai NB.1.8.1, telah menyebar ke sedikitnya 22 negara dan menarik perhatian pakar karena menunjukkan pola gejala yang agak berbeda dibandingkan varian sebelumnya, meski belum ditetapkan sebagai varian yang diwaspadai oleh WHO.
Menurut laporan dari Times of India dan Health, varian NB.1.8.1 pertama kali terdeteksi pada akhir Januari 2025 dan hingga 18 Mei 2025, sebanyak 518 sekuens varian ini telah dikirimkan ke platform GISAID. Angka ini menunjukkan lonjakan signifikan dibandingkan prevalensi empat minggu sebelumnya.
WHO telah menetapkan NB.1.8.1 sebagai variant under monitoring (VUM) atau varian dalam pemantauan. Meskipun bukan alarm bahaya, status ini menjadi sinyal bahwa para ahli sedang mengawasi potensi perubahan varian yang dapat mempengaruhi penularan, tingkat keparahan penyakit, maupun efektivitas vaksin yang tersedia.
"NB.1.8.1 telah ditetapkan sebagai varian SARS-CoV-2 yang sedang dipantau (VUM) dengan proporsi yang meningkat secara global, sementara LP.8.1 mulai menurun," tulis WHO dalam siaran persnya, dikutip dari laman resminya pada 10 Juni 2025.

POTENSI PENULARAN
Peningkatan prevalensi NB.1.8.1 terjadi di berbagai wilayah termasuk di Pasifik Barat (WPR), prevalensinya naik dari 8,9% menjadi 11,7%.
Sementara, di Wilayah Amerika (AMR), terjadi kenaikan tingkat penularan, dari 1,6% ke 4,9%, dan di Wilayah Eropa (EUR), dari 1,0% menjadi 6,0%.
Sementara itu, Wilayah Asia Tenggara (SEAR) baru mencatatkan 5 sekuens, dan belum ada laporan dari Wilayah Afrika (AFR) maupun Mediterania Timur (EMR).
Menurut dr. Chun Tang dari Pall Mall Medical di Inggris mengungkapkan NB.1.8.1 memiliki beberapa mutasi pada protein lonjakan.
"Tanda-tanda awal menunjukkan bahwa penyakit ini tampaknya tidak menyebabkan penyakit yang lebih serius, tetapi tentu saja, kami masih mempelajarinya lebih lanjut," ujarnya, dikutip dari The Independent.

GEJALA ANEH
Gejala yang dilaporkan oleh pasien yang terinfeksi NB.1.8.1 umumnya mirip dengan subvarian Omicron lainnya. Di antaranya adalah:
- Batuk terus menerus
- Sakit tenggorokan
- Kelelahan
- Sakit kepala
- Kehilangan selera makan
- Gangguan pencernaan
- Penglihatan kabur
- Mual atau pusing
- Sulit berkonsentrasi
- Hidung tersumbat
- Sesak napas
- Diare
Namun, laporan terbaru juga menyebut adanya gejala unik berupa hipertermia tingkat rendah yang menetap. Hipertermia merupakan kondisi tubuh yang terasa lebih hangat dari biasanya tanpa menunjukkan demam klinis.
Dokter dari London, dr. Naveed Asif, bahkan menyebut gejala khas dari varian Nimbus ini adalah sakit tenggorokan yang sangat tajam, seperti ditusuk benda tajam.
"Seperti sensasi tertusuk silet di belakang tenggorokan saat menelan," ungkapnya, dikutip dari Manchester Evening News.
VAKSIN MASIH EFEKTIF
Meski kasus dan rawat inap meningkat di beberapa negara, WHO menegaskan bahwa varian NB.1.8.1 belum terbukti menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan varian sebelumnya.
"Meskipun terdapat peningkatan kasus dan rawat inap secara bersamaan di beberapa negara tempat NB.1.8.1 menyebar luas, data saat ini tidak menunjukkan bahwa varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan varian lain yang beredar," tulis WHO.
Vaksin COVID-19 yang tersedia saat ini diperkirakan tetap memberikan perlindungan terhadap gejala berat.

Namun, temuan awal juga mengindikasikan bahwa varian seperti LF.7 dan NB.1.8.1 sedikit mengurangi efektivitas vaksin, sehingga para ahli mempertimbangkan kemungkinan pembaruan formulasi vaksin di masa mendatang.
Menghadapi situasi ini, para pakar kesehatan tetap merekomendasikan masyarakat untuk menjaga kebersihan diri dan menghindari paparan jika merasa tidak sehat.
"Cuci tangan secara teratur, gunakan masker, dan tetaplah di rumah jika merasa sakit. Terapkan etika batuk dan bersin secara benar," ujar dr. Amy Edwards dari Fakultas Kedokteran Universitas Case Western Reserve, dikutip dari Antara.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.