Bukan introvert atau ekstrovert, mungkinkah kamu otrovert?
Para tokoh jenius sepert Frida Kahlo, Franz Kafka, Albert Einstein, George Orwell, dan Virginia Woolf, dikenal tak pernah termasuk dalam kelompok mana pun. Mereka kemungkinan adalah otrovert.
Ilustrasi anak muda Gen Z atau Generasi Z. (Foto: iStock/nazar_ab)
Banyak orang berpikir kepribadian manusia cuma bisa dibagi jadi dua: mereka yang lebih suka menyendiri (introvert), dan mereka yang senang keramaian (ekstrovert). Tapi kenyataannya, tidak semua orang merasa pas masuk ke dua kategori itu.
Di antara dua kubu ini, yakni penikmat kesendirian dan pencinta sosial, ternyata ada wilayah abu-abu. Dan seorang psikiater menyebut kelompok ini sebagai "otrovert".
Psikiater asal Amerika Serikat, dr. Rami Kaminski, menjelaskan bahwa istilah ini menggambarkan seseorang yang "tidak merasa punya keterikatan dengan kelompok mana pun".
Ia menciptakan istilah "otrovert" setelah melihat pola kepribadian ini muncul di dirinya sendiri, beberapa pasiennya, dan tokoh-tokoh terkenal dunia seperti Frida Kahlo, Franz Kafka, Albert Einstein, hingga Virginia Woolf—yang katanya "terkenal karena tidak terikat pada kelompok tertentu".
APA ITU OTROVERT?
Secara singkat, otrovert adalah campuran dari introvert dan ekstrovert. Mereka bisa berinteraksi dengan banyak orang, tapi tetap merasa tidak punya "kelompok" atau "tribe" sendiri.
"Otrovert itu sangat ramah dan mampu menjalin koneksi yang dalam dengan orang lain," ujar dr. Kaminski, dikutip dari The Telegraph.
"Perbedaannya hanya terletak pada relasi mereka terhadap kelompok: mereka tidak merasa punya identitas kolektif atau tradisi bersama."
Menurut dr. Kaminski, orang-orang otrovert cenderung melawan arus dan cara berpikir mereka seringkali tidak sejalan dengan kebanyakan orang di masyarakat.
Bagi dr. Kaminski, ia sadar dirinya otrovert sejak kecil. Waktu dia masuk Pramuka, tiba giliran untuk mengucapkan janji, teman-temannya tampak antusias. Tapi dia sendiri "tidak merasakan apa-apa".
Sebagai psikiater dengan pengalaman lebih dari 40 tahun, ia menyadari bahwa dirinya nggak merasakan keterhubungan dan rasa kebersamaan seperti anak-anak lainnya. Dan menurutnya, ini adalah ciri khas seorang otrovert.
Orang dengan kepribadian otrovert cenderung kesulitan menemukan semangat dalam aktivitas yang sifatnya kolektif—entah itu olahraga tim, kerja kelompok, bahkan tinggal bareng orang lain.
Selain itu, dr. Kaminski juga percaya kalau otrovert ini kebal terhadap fenomena "Bluetooth" sosial, yaitu kecenderungan orang untuk secara emosional "terhubung" dengan lingkungan atau kelompoknya.
"Sejak dini, otrovert sadar kalau mereka merasa seperti orang luar di mana pun berada. Padahal, mereka seringkali populer dan diterima di banyak kelompok," jelasnya.
Tapi justru perbedaan itu yang bikin otrovert bisa merasa tidak nyaman secara emosional dan seringkali disalahpahami.
HARUS 'MENYESUAIKAN DIRI'
Otrovert bisa merasa berat saat berusaha "menyesuaikan diri" dengan dunia di sekitar mereka. Tapi jadi otrovert bukan berarti kamu ditakdirkan jadi orang aneh yang merasa tidak punya tempat di dunia.
Faktanya, dalam konteks hubungan personal, otrovert justru bisa membangun koneksi yang lebih kuat dan bermakna dengan orang-orang terdekat mereka.
"Seorang otrovert akan kesulitan berada dalam sebuah kelompok, bahkan kalau kelompok itu terdiri dari orang-orang yang mereka sukai," kata dr. Kaminski.
"Masalahnya bukan di hubungan antarindividu, tapi di relasi mereka dengan kelompok itu sebagai satu entitas."
Contohnya waktu pesta: otrovert biasanya lebih nyaman ngobrol deep talk dengan satu orang di pojokan, dibanding muter-muter nyapa semua tamu.
LEBIH BEBAS DAN KREATIF
Lebih jauh, dr. Kaminski percaya bahwa orang otrovert punya potensi besar jadi pemikir bebas yang lebih mandiri dan imajinatif dibanding introvert atau ekstrovert.
Kenapa? Karena otrovert nggak terlalu peduli sama siapa yang mereka harus "kagumi" atau soal takut ditolak. Justru karena mereka tidak punya beban itu, otrovert sering banget berkembang secara kreatif.
Seluruh pengamatan dr. Kaminski ini dituangkan dalam buku soal kepribadian berjudul The Gift of Not Belonging: How Outsiders Thrive in a World of Joiners. Buku ini mendorong para otrovert untuk merangkul keunikan mereka sepenuhnya.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.