Berbagi warisan budaya Orang Laut: Pasutri ini tinggalkan kenyamanan hidup untuk rintis bisnis perahu

Nurhuda Saad (kanan) bersama suaminya, Adzman Abdul Rahman, di atas perahu motor yang mereka beli setelah menjual tempat tinggal dan mobil demi merintis Get Hooked SG. (Foto: CNA/Syamil Sapari)
SINGAPURA: Bagi Nurhuda Saad, laut adalah rumah. Nurhuda, salah satu pendiri Get Hooked SG, adalah keturunan Orang Laut, masyarakat pelaut pribumi yang mendiami Singapura, serta sebagian wilayah Malaysia dan Indonesia.
Sebagai nelayan tangguh, Orang Laut menjelajah perairan Singapura dengan perahu. Mereka memiliki pemahaman yang mendalam tentang gugusan pulau, arah angin, pasang surut, dan terumbu karang.
Meski keluarga Nurhuda telah lama menetap di daratan utama Singapura, berpindah dari rumah leluhur mereka di Pulau Semakau, ikatan mereka dengan laut tetap kuat.
Wanita usia 37 tahun ini tumbuh besar dengan mendengarkan kisah-kisah ibunya serta mendiang kakek-neneknya – tentang berbagai petualangan kakeknya di atas sampan, neneknya yang gemar bermain di laut, dan pengalaman ibunya memancing bersama sepupu-sepupunya.
Kini, Nurhuda membawa warisan budaya Orang Laut-nya selaku pendiri Get Hooked SG. Bersama suaminya, Adzman Abdul Rahman, ia mengajak orang-orang berkeliling pulau-pulau seperti Pulau Ubin, berbagi kecintaan mereka terhadap laut dengan orang lain.

“Mendiang kakek saya sering cerita tentang petualangannya di laut,” kata Nurhuda kepada CNA. “Berenang dan bermain di laut adalah hal yang biasa dilakukan sehari-hari bagi beliau dan keluarganya.”
“Kakek saya punya sampan dan setiap hari sepulang dari kerja, beliau pergi melaut dan memancing dengan sampan itu,” tambahnya.
“Beliau biasa menangkap banyak ikan dan hasil tangkapannya jadi menu makan malam hari itu. Melihat ikan hasil laut yang dihidangkan di piring membuat beliau dan keluarganya lebih mensyukuri makanan.”

Nurhuda dan keluarga besar pun dulu biasa bertemu di East Coast Park, Pantai Changi, atau Pasir Ris Park setidaknya sekali sepekan untuk berenang, memancing, atau bersantai. Kadang, mereka naik perahu ke Pulau Ubin untuk memancing dan berkeliling.
“Saya tidak ingat kapan terakhir kali kami tidak berada di dekat air,” ujarnya tertawa. “Kami benar-benar menyukai laut. Di sanalah kami bersenang-senang.”

Saat berusia 20 tahun, Nurhuda bertemu dengan Adzman tatkala ia bekerja di bidang yang masih terkait dengan ikan, yakni sebagai kasir di Long John Silver's, restoran hidangan laut cepat saji.
Nurhuda menarik perhatian Adzman dan mereka pun mulai pacaran. Di awal-awal hubungan mereka inilah Adzman turut mencintai laut.
“Saya selalu mengajak Adzman ketika keluarga mengadakan acara di laut, entah itu untuk berenang atau memancing,” kata Nurhuda. “Awalnya dia terkejut melihat kami kok sering sekali berada di laut, tapi lama-lama dia jadi suka juga, bahkan sampai belajar memancing ke kerabat saya.”

MERINTIS GET HOOKED SG AGAR LEBIH DEKAT DENGAN LAUT
Pada tahun 2016, setelah menjalin hubungan selama 10 tahun, pasangan ini akhirnya menikah. Saat itu, Nurhuda bekerja sebagai pelatih di satu akademi sepak bola, melatih anak-anak dan remaja, sementara Adzman bekerja di industri minyak dan gas.
“Pekerjaan kami sama sekali tidak berhubungan dengan alam atau laut,” kata Nurhuda. “Kami jadi lebih jarang ke laut, meskipun masih sesekali berkumpul dengan keluarga saya.”
Ketika pandemi COVID-19 melanda pada tahun 2020, pasangan ini mengambil kesempatan untuk mengevaluasi kembali gaya hidup mereka.
“Pekerjaan kami memang stabil dan kami merasa nyaman, tapi kami ingin melakukan sesuatu yang lebih dekat dengan nilai-nilai hidup kami,” kata Nurhuda. “Di situlah kami berpikir – kami kan sangat mencintai laut, bagaimana kalau kami berbagi kecintaan itu dengan orang lain?”
Setahun kemudian, pasangan ini mulai menjajaki kelayakan untuk menawarkan wisata memancing dan edukasi di sekitar pulau-pulau Singapura menggunakan perahu motor.
Mereka kemudian mengajukan Surat Izin Mengemudikan Perahu Bermotor yang memungkinkan mereka untuk mengoperasikan perahu di perairan Singapura.
Namun, biaya membeli perahu jadi kendala besar – harga perahu rata-rata bisa lebih dari S$100.000 (sekitar Rp1,2 miliar). Tetapi Nurhuda dan Adzman bertekad untuk mewujudkan mimpi mereka. Mereka pun berhenti dari pekerjaan, menjual tempat tinggal dan mobil mereka untuk mendanai bisnis, dan untuk sementara waktu tinggal bersama kerabat dekat.

"Ya takut – kami tahu orang-orang mungkin tertarik untuk menjelajahi perairan Singapura, tapi tidak yakin apakah itu cukup untuk bisa sukses," kata Nurhuda. "Tapi kami dapat dukungan keluarga dan kami betul-betul semangat, jadi kami memutuskan untuk jalan terus."
Setelah mendapatkan perahu, mereka sering melaut untuk membiasakan diri berlayar di sekitar pulau-pulau di timur laut dan barat laut – Pulau Sarimbun, Pulau Ubin, Pulau Tekong, dan Pulau Coney. Untuk mengumpulkan masukan, mereka mengajak teman-teman dan keluarga untuk tur santai keliling pulau.
Sanak saudara Nurhuda pun berbagi cerita tentang pulau-pulau tersebut, mulai dari tempat tinggal kelompok-kelompok Orang Laut hingga titik-titik penangkapan ikan tradisional. Pasangan ini juga memperoleh aneka tips yang diturunkan dari generasi ke generasi tentang cara mengenali cuaca dan kondisi pasang surut terbaik untuk mendapatkan hasil tangkapan berlimpah.
"Banyak anggota keluarga yang antusias dengan usaha kami," kata Nurhuda. "Awalnya ibu saya khawatir dengan stabilitas bisnis ini, tapi setelah melihat betapa percaya dirinya kami sewaktu mengemudikan perahu dan berbagi cerita tentang pulau-pulau, ibu saya jadi ikut bersemangat."
"Ibu saya senang kami memulai bisnis yang berhubungan dengan laut, karena ini dekat dengan warisan budaya kami."
Setahun kemudian, pada tahun 2022, Get Hooked SG resmi beroperasi.
“Ketika keluarga saya mancing, orang pertama yang berhasil menangkap ikan akan berteriak, ‘Hooked up!’, dan yang berikutnya akan berteriak ‘Double hooked up!’, ‘Triple hooked up!’, dan seterusnya,” jelas Nurhuda. “Dari situlah asal mula nama ‘Get Hooked’.”
BERBAGI KISAH LESTARIKAN PUSAKA BUDAYA PULAU-PULAU SINGAPURA

Sejak didirikan, Get Hooked SG telah mengajak ratusan orang berwisata laut. Harga tur bervariasi antara S$20 hingga S$100 per orang, tergantung usia peserta, durasi, dan jenis tur. Paket wisata pun bisa disesuaikan dengan keinginan peserta.
Salah satu paket wisata yang ditawarkan adalah Kelong Tour, membawa peserta dari Punggol Jetty menuju Pulau Ubin sembari singgah di berbagai kelong (keramba) di sepanjang perjalanan. Tur ini kadang mencakup kunjungan ke Smith Marine Floating Restaurant. Di restoran apung ini, peserta bisa menikmati hidangan laut segar hasil tangkapan keramba terdekat.
“Selama perjalanan, kami berbagi cerita tentang kelong,” ujar Adzman. “Mulai dari bentuknya di abad ke-20, bagaimana cara membangun dan merawatnya, siapa para nelayan [di sana], bagaimana cara mereka menuju kelong dari daratan, dan bagaimana kelong kini dijaga ketika mereka yang berprofesi sebagai nelayan sudah makin sedikit.”

Nurhuda dan Adzman juga punya tur berjudul seram: Get Spooked. Menjelang sore, mereka mengajak para peserta berkeliling area seperti Sungai Puaka (danau dengan nama yang sama dengan makhluk halus Melayu) di Pulau Ubin, lantas mengisahkan cerita-cerita hantu hingga para peserta merasa takut – atau justru gembira.
“Senang rasanya bisa berbagi berbagai cerita dengan orang-orang yang mengikuti tur,” kata Adzman. “Saya dan istri saya tidak bosan menceritakan kisah yang sama berulang-ulang, dan kami senang melihat reaksi orang-orang ketika mereka mengetahui hal-hal baru tentang pulau-pulau di Singapura.”
“Melihat orang-orang dengan riang memfoto kelong, dan anak-anak yang girang melihat berbagai pulau dari atas kapal, saya ikut merasa gembira sekali,” tambah Nurhuda. “Sungguh luar biasa, kami bisa berbagi kecintaan kami dengan orang-orang yang mungkin belum pernah naik perahu atau keluar dari daratan.”
Pasangan ini berharap bisa terus semangat mengajak orang-orang beraktivitas di luar ruangan dan menanamkan apresiasi yang lebih dalam terhadap laut dan pulau-pulau di sekitar Singapura.
“Saya tidak bisa memprediksi masa depan, tapi saya senang bisa melakukan ini sekarang,” kata Nurhuda. “Saya harap para leluhur saya juga ikut senang.”