Komentar: Reshuffle oleh Prabowo tak cukup pulihkan dampak akibat protes di Indonesia
Mengatasi akar persoalan dari gelombang protes anti-pemerintah membutuhkan pilihan sulit yang lebih dari sekadar mencopot menteri, kata analis Hasan Jafri.
Perempuan membawa sapu dan poster menyuarakan tuntutan saat aksi protes menolak fasilitas mewah anggota DPR dan menentang kekerasan polisi. Sapu dijadikan simbol desakan reformasi dalam unjuk rasa di depan gedung DPR RI, Jakarta, 3 September 2025. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)
SINGAPURA: Saat gelombang protes anti-pemerintah meluas, Presiden Indonesia Prabowo Subianto memilih jurus politik lama untuk meredakan krisis: Melempar kesalahan pada para menterinya dan mencopot mereka dari jabatan.
Pada Senin (8/9), mantan jenderal militer itu memecat lima menteri, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang sudah lama menjabat, serta Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan.
Sri Mulyani seakan dipecat karena dianggap tidak mampu menahan lonjakan biaya hidup yang pada akhirnya memicu aksi protes di seluruh Indonesia. Sementara Budi, yang juga mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN), dicopot karena gagal mengendalikan kerusuhan dan kekerasan - termasuk serangan ke gedung DPR.
Pekan lalu, Prabowo mencoba mengendalikan situasi setelah aksi protes memuncak akibat pengemudi ojek online berusia 21 tahun tewas dilindas kendaraan polisi. Dalam pidatonya, ia meminta maaf atas tindakan aparat yang dinilai sewenang-wenang, bahkan mendatangi rumah korban untuk menyampaikan belasungkawa.
Di ranah politik, pemerintah juga membatalkan tambahan gaji dan tunjangan bagi anggota DPR yang sebelumnya memicu protes dan menimbulkan kesan bahwa para anggota dewan, termasuk presiden, tidak peka terhadap kehidupan masyarakat biasa.
Namun, kerusakan sudah terjadi. Belum genap setahun menjalani masa jabatan lima tahunnya, Prabowo sudah harus menghadapi tantangan politik terberatnya. Untuk memulihkan keadaan membutuhkan pengorbanan yang menyakitkan, lebih dari sekadar memecat para menteri.
WARISAN POLITIK PRABOWO DIPERTARUHKAN
Prabowo sudah lama mengincar kursi kepemimpinan Indonesia. Gilirannya akhirnya datang tahun lalu ketika ia memenangkan pemilu presiden dan membentuk pemerintahan koalisi besar dengan janji membawa transformasi bagi Indonesia.
Kampanyenya menawarkan makan gratis bagi anak-anak, peningkatan anggaran pertahanan, pembangunan infrastruktur, menarik investasi asing, serta mendorong ekspor. Semua itu sambil tetap menjaga disiplin fiskal. Logikanya, jika ekonomi bisa tumbuh hingga 8 persen per tahun, rakyat akan merasakan langsung kesejahteraan, dan Prabowo akan dikenang sebagai pahlawan nasional.
Namun ambisi dan realitas segera bertolak belakang dalam tahun pertama Prabowo berkuasa. Dalam RAPBN yang diumumkan bulan lalu, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 5,4 persen pada 2026. Pemerintah juga berencana mencari sumber penerimaan baru untuk membiayai belanja yang meningkat. Dengan ketidakpastian ekonomi global, Indonesia harus lebih mengandalkan sumber daya dalam negeri demi mewujudkan ambisi Prabowo.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk 83 juta anak sebagai upaya mengurangi malnutrisi dan stunting akan menelan biaya lebih dari Rp335 triliun per tahun. Banyak yang memuji niat tersebut, tapi mempertanyakan bagaimana pemerintah akan membiayainya tanpa mengorbankan stabilitas fiskal. Meski demikian, program sudah mulai berjalan, sebagian berkat Sri Mulyani yang memotong belanja serta meningkatkan penerimaan untuk meyakinkan pasar keuangan bahwa program itu bisa didanai tanpa memicu krisis fiskal.
Namun kebijakan itu menabur benih ketidakpuasan. Saat ia memangkas belanja pemerintah dan menaikkan pajak baru, rakyat mulai mengeluh. Ketika para anggota dewan justru memilih menaikkan gaji dan tunjangan mereka sendiri, ketidakpuasan itu meledak menjadi aksi protes.
Prabowo ingin dilihat sebagai pemimpin rakyat jelata. Namun insting politiknya justru gagal menuntunnya di saat paling dia dibutuhkan.
MENGEMBALIKAN LEGITIMASI
Indeks saham Indonesia turun 1,3 persen sementara rupiah melemah 1,1 persen terhadap dolar AS setelah pengumuman reshuffle kabinet.
Reaksi pasar bisa dimaklumi. Prabowo mengganti Menteri Keuangan veteran, Sri Mulyani, dengan seseorang yang relatif baru, Purbaya Yudhi Sadewa. Purbaya adalah ekonom dengan pengalaman di pemerintahan dan sektor keuangan, dan dinilai lebih sejalan dengan visi Prabowo dibanding pendahulunya.
Pasar tentu menuntut ia tetap menjaga disiplin fiskal. Namun rakyat mengharapkan keringanan dari kenaikan biaya hidup dan upah yang stagnan.
Purbaya bisa mengelola ekonomi dan menyeimbangkan kebutuhan antara belanja dan kehati-hatian fiskal. Tetapi mengelola politik serta meredakan kemarahan publik tetap berada di tangan presiden.
Prabowo memiliki keterampilan politik untuk mengonsolidasikan negaranya. Ia punya dukungan luas lintas partai serta visi yang secara umum sejalan dengan aspirasi rakyat. Belum genap setahun dari masa jabatan lima tahunnya, Prabowo tak boleh membiarkan dirinya menjadi presiden yang kehilangan pengaruh.
Hasan Jafri adalah analis asal Singapura yang memberi konsultasi kepada klien terkait risiko politik dan kebijakan.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.