Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Lifestyle

Hati-hati, ternyata kurang tidur bisa tingkatkan risiko kanker

Berdasarkan hasil penelitian, kurang tidur, entah karena stres, pekerjaan, atau gangguan tidur apnea bisa membuat Anda rentan terkena kanker.

Hati-hati, ternyata kurang tidur bisa tingkatkan risiko kanker
(Photo: iStock/yanyong)

SINGAPURA: Jika Anda akrab dengan insomnia dan menatap langit-langit kamar semalaman, ada kabar buruk: Kanker. Ya, selain dapat menyebabkan serangan jantung, tekanan darah tinggi, diabetes, obesitas dan depresi, kekurangan tidur juga membuat Anda rentan menderita kanker, berdasarkan sebuah penelitian.

Studi YouGov tahun 2022 menemukan ada lebih dari 1.000 warga Singapura yang tidur kurang dari tujuh jam per malam, dan lebih dari 30 persen di antaranya hanya memejamkan mata antara lima hingga enam jam. Angka ini di bawah rata-rata global dan jumlahnya naik 44 persen di banding 2018.

Dan warga Singapura belum tidur dengan cukup. Berdasarkan survei global terbaru mengenai tidur oleh ResMed yang diikuti juga oleh lebih dari 1.000 warga Singapura, delapan dari 10 responden memiliki satu atau lebih gejala gangguan tidur yang mengganggu kualitas tidur. Penyebab gangguan tidur paling umum adalah gangguan tidur apnea (81 persen).

(Photo: iStock/amenic181)

APA HUBUNGAN KURANG TIDUR DAN KANKER?

Apakah kurang tidur terjadi akibat gangguan apnea, insomnia atau stress, semuanya sama-sama bukan kondisi yang baik.

Menurut penelitian yang dirilis di jurnal Cancer, mereka yang tidur kurang dari enam jam per malam memiliki risiko kanker lebih tinggi 41 persen ketimbang mereka yang tidur enam hingga delapan jam per malam. Dan jika Anda mencari alasan untuk tidur siang, maka menurunkan risiko kanker jadi alasan terbaik. Penelitian menyebutkan, orang yang tidak pernah tidur siang memiliki risiko kanker lebih tinggi 60 persen dibanding mereka yang menyempatkan tidur siang lebih dari satu jam per hari.

Para peneliti juga menemukan bahwa partisipan dengan total durasi tidur kurang dari tujuh jam memiliki risiko kanker 69 persen lebih tinggi dibanding mereka yang tidur total tujuh hingga delapan jam per hari.

Menurut dr. Wong Sheau Hwa dari SH Wong Sleep & Psychological Wellness Clinic di Mount Elizabeth Medical Centre, kondisi di atas ada hubungannya dengan jam biologis tubuh atau ritme sirkadian, yang berfungsi mengendalikan tidur dan berbagai hal penting lainnya.

Dr. Wong mengatakan, jam tidur yang buruk mengganggu ritme sikardian, yang membuat tubuh meningkatkan produksi hormon stres dan menyebabkan stres oksidatif yang merusak jaringan dan sel tubuh. Kondisi ini kemudian memicu reaksi berantai yang berujung pada pembengkakan kronis dan pada akhirnya, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembangnya sel kanker. Namun, hubungan antara kurang tidur dan kanker sangat "kompleks" dan "belum sepenuhnya dipahami", dr. Wong menekankan.

(Photo: iStock/Cecilie Arcurs)

"Tidur adalah masa ketika terjadinya perbaikan seluler DNA dan gangguan terhadap proses itu dapat menyebabkan akumulasi mutasi genetik, yang mendorong perkembangan kanker," kata dr. Wong. "Ditambah lagi, kurang tidur juga mengganggu kekebalan tubuh karena sistem imun akan menjadi kurang mampu mendeteksi dan memusnahkan sel kanker."

Ada juga kekhawatiran bagi mereka yang bekerja shift malam, karena "paparan cahaya ketika bekerja semalaman selama bertahun-tahun akan mengurangi tingkat melatonin, memicu kanker untuk tumbuh", berdasarkan Johns Hopkins Medicine.

KANKER APA YANG DISEBABKAN OLEH KURANG TIDUR?

Menurut Johns Hopkins Medicine, kanker yang disebabkan oleh kurang tidur dapat berupa kanker payudara, usus besar, ovarium, dan prostat. Kanker hati dan paru juga bisa dimasukkan sebagai akibat dari kurang tidur. Dalam studi selama 10 tahun di Taiwan terhadap lebih dari 63.000 pasien, ditemukan bahwa risiko kanker hati dan paru meningkat terhadap mereka yang memiliki masalah gangguan tidur, namun bukan apnea.

Studi lainnya menemukan bahwa paparan cahaya di malam hari mungkin meningkatkan risiko kanker payudara.

"Kebanyakan riset mengenai hubungan tidur dan risiko kanker terkait dengan pekerja sistem shift dan faktor-faktor yang menyebabkan gangguan tidur lainnya, seperti paparan cahaya yang tidak terduga di malam hari," kata Professor Charlie Zhong, peneliti utama pada riset epidemiologi di American Cancer Society.

Namun, dia menambahkan: "Meski cahaya dari perangkat mobile bisa mengganggu tidur, tapi teknologi ini dan bagaimana cara kita menggunakannya sangat cepat berkembang, sehingga sulit untuk meneliti dampak kesehatan jangka panjangnya, seperti kanker".

Di klinik tidurnya, Dr. Wong telah merawat pasien penderita kanker usus besar, payudara, prostat, paru dan pankreas. "Tingkat prevalensinya tergantung pada seberapa umum kanker-kanker ini," kata dia.

MEMBAYAR UTANG TIDUR DI AKHIR PEKAN, APAKAH BISA MENGURANGI RISIKO KANKER?

Tidak semudah itu. "Belum diketahui, tapi menurut opini saya, (membayar utang tidur di akhir pekan) tidak membantu," kata dr. Wong. "Tubuh manusia berjalan dengan siklus 24 jam yang diatur oleh ritme sirkadian, dengan proses fisiologis yang spesifik terjadi di masa tertentu selama 24 jam per hari.

"Tidur mencakup porsi yang signifikan dari siklus ini, oleh karenanya setiap gangguan selama periode tidur juga akan mengganggu proses spesifik yang terjadi di waktu tersebut."

Tapi bagaimana jika Anda tidak bisa berhenti dari pekerjaan shift malam? Apakah ada cara lain untuk mengurangi risiko kanker? Selain tidur, kunci sehat lainnya ada pada pola makan dan olah raga, kata dr. See Hui Ti, konsultan senior di departemen Onkologi Medis di Parkway Cancer Centre.

Menurut lembaga riset Cancer Research UK, konsumsi makanan sehat dan seimbang bisa mengurangi risiko kanker. Tapi manfaat ini tidak berasal dari satu jenis makanan yang diiklankan sebagai "superfood" pelawan kanker agar orang-orang membelinya. "Untuk mengurangi risiko kanker, yang jauh lebih penting adalah pola makan keseluruhan Anda (apa yang biasanya Anda makan dalam sepekan), bukan tergantung dari beberapa jenis makanan saja," ujar Cancer Research UK dalam situsnya.

Sementara aktivitas fisik seperti berolahraga disebut dapat mengurangi risiko beberapa jenis kanker, di antaranya kanker payudara, prostat, usus besar, endometrium dan kemungkinan juga kanker pankreas, berdasarkan lembaga American Cancer Society. Aktivitas fisik dapat membantu mengatur hormon-hormon penyebab kanker dan menjaga sistem imun tetap sehat.

(Photo: iStock/Black Lollipop)

SEBALIKNYA, APAKAH TERLALU BANYAK TIDUR JUGA BERISIKO KANKER?

Ada sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa terlalu banyak tidur dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal. Namun, dr. Wong meragukan penelitian tersebut. "Mengapa terlalu banyak tidur dapat meningkatkan risiko kanker masih belum dipahami secara lengkap," kata dia.

"Penelitian itu menyebutkan bahwa pengamatannya belum rampung dan diperlukan lagi penelitian yang lebih spesifik. Penelitian seperti ini sebenarnya sifatnya tidak mengungkapkan hubungan sebab-akibat, tapi lebih kepada pengamatan."

Dr. Wong menjelaskan bahwa kemungkinan ada "pemicu kerancuan dalam penelitian" tersebut. Seperti misalnya, pasien yang diteliti kemungkinan telah mengidap kanker tapi tidak terdiagnosa, sehingga memunculkan gejala-gejala seperti kelelahan yang menyebabkan dia tidur terlalu lama. "Salah satu teori yang mungkin adalah tidur terlalu lama bisa menyebabkan gangguan metabolisme dan fisiologi hormonal, sehingga memicu peradangan kronis."

Baca artikel ini dalam bahasa Inggris di sini.

DI SISI LAIN, BAGAIMANA KANKER MEMENGARUHI KUALITAS TIDUR?

Dalam terapi kanker, seringkali obat anti-mual dan anti-alergi turut diresepkan, kata dr. See Hui Ti, konsultan senior di departemen Onkologi Medis, Parkway Cancer Centre. Obat-obatan tersebut dapat dikaitkan dengan insomnia atau dapat juga memengaruhi tingkat hormon yang menyebabkan insomnia, kata dia. Terkadang, kemoterapi dapat memengaruhi nafsu makan pasien dan hal ini dikaitkan dengan buruknya kualitas tidur, lanjut See lagi.

Lantas, apa solusinya? "Terkadang, saya merekomendasikan akupuntur atau obat tradisional China. Kami juga kadang bekerja sama dengan psikolog dan psikiater untuk mencari tahu apakah ada depresi yang melatari penyakit susah tidur," kata dia. Para pasien juga didorong untuk dapat berbagi masalah-masalah yang mereka hadapi dengan para konselor untuk membantu mencari tahu penyebab keresahan yang bisa jadi memengaruhi tidur.

"Jika itu semua tidak berhasil, kami akan mempertimbangkan penggunaan magnesium atau melatonin. Dan jika itu tidak berhasil juga, maka digunakan obat tidur non-adiktif. Dosis kecil obat tidur biasanya digunakan sebagai pilihan terakhir."

Collapse
Source: CNA/da(ih)

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan