Skip to main content
Iklan

Indonesia

WNA kini boleh pimpin BUMN, tapi ‘masalah utamanya bukan soal paspor'

Para ahli menilai langkah ini dapat meningkatkan kepercayaan investor, namun persoalan seperti inefisiensi dan intervensi politik tetap harus diatasi.
 

WNA kini boleh pimpin BUMN, tapi ‘masalah utamanya bukan soal paspor'

Pesawat maskapai Garuda Indonesia di landasan parkir Terminal 3, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, pada 28 April 2017. (REUTERS/Darren Whiteside/Foto Arsip)

JAKARTA: Keputusan Indonesia yang kini membuka peluang bagi warga negara asing (WNA) untuk menempati posisi puncak di badan usaha milik negara (BUMN) dipandang dapat memperkuat kepercayaan investor dan mendorong penerapan praktik baik di ranah internasional. Namun, para ahli menilai pemerintah masih perlu mengatasi persoalan lama seperti inefisiensi birokrasi dan campur tangan politik.

Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan bahwa ekspatriat kini dapat memimpin BUMN Indonesia, sebuah langkah pertama dalam sejarah modern negara ini.

“Saya sudah mengubah regulasinya. Sekarang ekspatriat, non-Indonesia, bisa memimpin BUMN kita,” ujarnya pada 15 Oktober di ajang Forbes Global CEO Conference di Jakarta.

Prabowo merujuk pada perubahan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang resmi disahkan oleh DPR pada 2 Oktober.

Pada hari yang sama, Direktur Utama Danantara Rosan Roeslani, mengumumkan bahwa maskapai Garuda Indonesia telah menunjuk dua WNA untuk menempati posisi puncak manajemen.

Balagopal Kunduvara, yang memiliki pengalaman lebih dari 25 tahun di Singapore Airlines, ditunjuk sebagai direktur keuangan (chief financial officer), sementara eksekutif senior industri penerbangan, Neil Raymond Mills, diangkat sebagai direktur transformasi.

Rosan mengatakan, maskapai yang telah merugi selama tiga tahun terakhir itu membutuhkan tenaga profesional sekelas Kunduvara dan Mills untuk memulihkan profitabilitas perusahaan.

“Kami sudah lama berupaya memulihkan Garuda, tetapi hasilnya belum memuaskan. Yang paling penting adalah memiliki seseorang yang tidak hanya punya rencana bagus, tapi juga bisa mengeksekusinya dengan cepat,” kata Rosan dalam konferensi pers, seperti dikutip The Jakarta Globe.

Kepala eksekutif Danantara itu tidak mengungkap kewarganegaraan dua pejabat baru tersebut.

Situs resmi Garuda mencantumkan bahwa Kunduvara lahir di India dan Mills di Afrika Selatan, namun tidak disebutkan kewarganegaraan mereka.

CNA telah menghubungi pihak Garuda untuk meminta tanggapan.

Balagopal Kunduvara (kiri) kini menjabat sebagai direktur keuangan Garuda Indonesia, sementara Neil Raymond Mills menempati posisi direktur transformasi. (Foto: Garuda Indonesia)

WNA DILARANG PIMPIN BUMN SEJAK 1960

Indonesia telah melarang WNA menduduki posisi eksekutif dan direktur di BUMN sejak 1960, ketika undang-undang pertama tentang pengelolaan perusahaan milik negara diberlakukan.

Upaya untuk mencabut pembatasan itu sudah berlangsung setidaknya sejak 2017, namun berulang kali terhambat oleh anggota DPR dari kubu oposisi yang menilai perekrutan warga asing sebagai ancaman terhadap kepentingan nasional.

Prabowo menjadikan reformasi BUMN yang sangat besar jumlahnya sebagai salah satu prioritas utamanya. Dengan dukungan mayoritas anggota DPR di bawah koalisi pemerintahan besar yang ia pimpin, Prabowo telah dua kali melakukan perubahan Undang-Undang BUMN dalam tahun pertamanya menjabat sebagai presiden.

Perubahan pertama yang disahkan pada Februari membuka jalan bagi pembentukan Danantara yang nantinya akan mengambil alih lebih dari 1.000 BUMN beserta anak usahanya.

Perubahan kedua yang disahkan bulan ini menurunkan status Kementerian Badan Usaha Milik Negara menjadi lembaga pengatur bernama Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN).

Meski Pasal 15 undang-undang baru itu masih mensyaratkan bahwa calon direktur harus merupakan “warga negara Indonesia”, BP BUMN kini memiliki kewenangan untuk mengesampingkan ketentuan tersebut bila dianggap perlu.

Presiden juga menyatakan dalam Konferensi Forbes bahwa ia ingin jumlah BUMN dan anak usahanya dikurangi menjadi angka yang lebih “rasional”, yakni antara 230 hingga 240 perusahaan.

Pejabat Danantara menyatakan bahwa lebih dari separuh BUMN di Indonesia saat ini masih merugi. Karena itu, dana kekayaan negara tersebut berupaya menggabungkan entitas yang tumpang tindih dan melikuidasi perusahaan yang dinilai tidak lagi dapat diselamatkan.

Beberapa laporan media mengungkap bahwa Danantara tetap berkomitmen menyelamatkan BUMN strategis seperti Garuda Indonesia, Indofarma, dan Krakatau Steel, sekalipun langkah tersebut membutuhkan perombakan besar.

ISU UTAMA “BUKAN SOAL PASPOR”

Para pengamat menilai kebijakan yang memperbolehkan warga asing memimpin BUMN Indonesia dapat membawa praktik baik di perusahaan internasional dalam hal manajemen, transparansi, dan inovasi, terutama di perusahaan yang selama ini terjerat utang, inefisiensi, serta skandal korupsi.

Mereka juga menyebut langkah ini bisa meningkatkan kepercayaan investor terhadap BUMN yang tercatat di bursa saham.

“Kehadiran ekspatriat diharapkan dapat membawa perbaikan dalam tata kelola,” kata ekonom Universitas Indonesia, Toto Pranoto.

Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengatakan pencabutan larangan yang telah berlaku selama puluhan tahun itu memang sudah semestinya dilakukan.

“Jika Indonesia ingin menjadi pemain global, kita membutuhkan orang-orang dengan pengalaman internasional. Mereka yang memiliki latar belakang seperti itu bisa mempercepat kemajuan dengan lebih efektif,” ujarnya.

Ia menambahkan, Indonesia bisa mengambil manfaat dengan merekrut ekspatriat yang berpengalaman dalam mentransformasi BUMN di negara lain.

“Dengan belajar dari pengalaman negara-negara tersebut, proses transformasi bisa berjalan jauh lebih cepat,” kata Tauhid.

Kepala BP BUMN, Dony Oskaria, mengatakan pemerintah akan selektif dalam merekrut warga asing untuk BUMN.

“Itu tergantung kebutuhan. Untuk sektor-sektor tertentu, kita memang perlu melakukan transformasi di dalam pengelolaan BUMN.  Jadi jangan dilihat WNI atau WNA-nya,” ujar Dony kepada wartawan pada 20 Oktober, seperti dikutip dari Detik.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyiratkan bahwa perekrutan WNA seperti di Garuda bukanlah yang terakhir.

“Kalau boleh membayangkan, di industri penerbangan, kemudian juga pasti kita banyak membutuhkan di industri mineral dan perminyakan. Kalau untuk sementara waktu kita membutuhkan keahlian dan kompetensi dari seseorang yang kebetulan dia WNA, kenapa tidak?" kata Prasetyo pada 17 Oktober, seperti dikutip Tempo.

Para ahli menilai Garuda Indonesia menjadi titik awal yang tepat untuk penerapan kebijakan baru ini.

Meski memiliki potensi besar untuk menjadi maskapai regional terkemuka, maskapai pelat merah itu telah lama bergulat dengan masalah keuangan yang berulang kali memaksanya menerima suntikan dana pemerintah.

Danantara, yang memiliki 64,5 persen saham di Garuda, baru-baru ini berjanji akan menambah modal sebesar US$1,8 miliar (Rp29,8 triliun) setelah maskapai itu melaporkan kerugian US$142,8 juta (Rp2,3 triliun) pada paruh pertama 2025. Garuda juga mengungkapkan beban utang sebesar US$737 juta (Rp12 triliun) — melebihi total asetnya yang senilai US$581 juta (Rp9,6 triliun).

CEO Danantara Rosan Roeslani (tengah) berbincang dengan Chief Operating Officer (COO) Dony Oskaria (kanan) seusai menghadiri acara Danantara Indonesia Town Hall Meeting di Jakarta, 28 April 2025. (Foto: CNA/Ridhwan Siregar)

“Saya kira Garuda adalah contoh bagus dari BUMN yang bisa mendapatkan manfaat dengan kehadiran ekspatriat,” kata Toto Pranoto dari Universitas Indonesia.

“Maskapai ini melayani rute domestik dan internasional, serta harus bersaing dengan maskapai global dan regional lainnya. Garuda juga beroperasi dalam lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar dan tekanan keuangan lainnya — sehingga keahlian mereka bisa menjadi faktor krusial,” ujarnya.

Ketersediaan tenaga profesional di sektor penerbangan Indonesia juga terbatas, dengan hanya dua grup besar, Garuda dan Lion Air, yang mendominasi pasar.

Toto menyatakan keyakinannya bahwa dua eksekutif asing baru tersebut akan mendorong reformasi di Garuda. “Mereka tentu tidak ingin mempertaruhkan reputasi profesional mereka,” katanya.

Namun, tidak semua pihak sependapat.

Dalam rapat luar biasa pemegang saham pada 15 Oktober, Danantara dan pemegang saham lain juga menunjuk direktur utama baru Garuda, Glenny Kairupan, mantan jenderal TNI berusia 76 tahun yang juga anggota Partai Gerindra pimpinan Prabowo. Ia menggantikan Wamildan Tsani Panjaitan, mantan perwira Angkatan Udara yang menjabat sebagai direktur utama Garuda kurang dari setahun. Tidak disebutkan alasan pergantian tersebut.

“Intervensi politik dan kepentingan tertentu masih sangat kuat di level teratas,” kata Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (CELIOS).

Akibatnya, para direktur bisa saja lebih banyak menjalankan fungsi administratif ketimbang strategis, dan upaya reformasi kelembagaan mereka bisa terhambat oleh kepentingan politik, ujarnya. “Karena itu saya melihat penunjukan ekspatriat ini lebih bersifat kosmetik.”

Presiden Prabowo Subianto (tengah) berbicara kepada media usai menghadiri pertemuan Danantara di Jakarta, 28 April 2025. (Foto: CNA/Ridhwan Siregar)

Sejalan dengan itu, ekonom Universitas Pembangunan Nasional Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan bahwa merekrut warga asing berpengalaman belum tentu menyelesaikan persoalan struktural seperti intervensi politik, tumpang tindih wewenang, dan inefisiensi birokrasi.

“Saya percaya masalah utamanya bukan soal paspor (dari direktur BUMN), melainkan pada tata kelola, budaya organisasi, dan sistem insentif,” ujar Achmad.

“Pemerintah seharusnya fokus pada reformasi mendasar: memperbaiki sistem insentif, mendorong persaingan, dan memperkuat tata kelola,” katanya.

“Mandat sosial perlu diberikan kompensasi yang layak, gaji eksekutif harus berbasis kinerja, regulasi dirancang untuk mendorong inovasi, dan pengawasan audit diperkuat.”

Sementara itu, Wana Alamsyah dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai potensi masalah hukum bisa muncul dalam kasus korupsi yang melibatkan eksekutif asing di BUMN.

Kerja sama dengan negara lain diperlukan untuk menuntut warga negara asing, melacak aset yang disembunyikan di luar negeri, serta mengumpulkan bukti untuk proses hukum di Indonesia, ujarnya.

Juru bicara Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang kebal hukum.

“Selama tindak pidana dilakukan dalam yurisdiksi Indonesia, hukum kita berlaku. Artinya, siapa pun bisa dituntut,” kata Anang pada 17 Oktober, seperti dikutip Tempo.

Kendaraan militer produksi PT Pindad. (Foto: Partai Gerindra)

PERLUKAH ADA PENGECUALIAN?

Para ahli mengingatkan agar BUMN berhati-hati dalam merekrut eksekutif asing di level puncak.

Kebijakan ini, kata mereka, sebaiknya tidak diterapkan secara menyeluruh, melainkan dibatasi pada BUMN yang sehat dan di sektor yang masih kekurangan keahlian khusus di dalam negeri.

“Garuda membutuhkan orang-orang yang berpengalaman di pasar penerbangan internasional, dan jumlah talenta yang memenuhi syarat di dalam negeri masih terbatas. Namun untuk BUMN di sektor seperti keuangan, telekomunikasi, dan pertambangan, prioritas harus tetap diberikan kepada talenta lokal,” kata Tauhid dari INDEF.

Sepakat bahwa Danantara memang perlu merampingkan jumlah BUMN Indonesia, Tauhid mengatakan, “Kita membayar ekspatriat dengan biaya besar, jadi mereka sebaiknya hanya direkrut untuk perusahaan yang masih memiliki potensi kinerja baik. Sementara BUMN yang sudah tidak bisa diselamatkan seharusnya digabung, ditutup, atau dijual ke sektor swasta.”

Perekrutan warga asing untuk posisi manajemen puncak juga sebaiknya dihindari dalam kasus tertentu, ujar Toto dari Universitas Indonesia.

Beberapa BUMN strategis seperti produsen amunisi Pindad menangani rahasia negara dan perdagangan yang sensitif, sehingga menurut Toto, kepemimpinannya harus tetap dipegang oleh orang Indonesia.

Hal yang sama, lanjutnya, berlaku bagi perusahaan layanan publik seperti operator kereta api, PT Kereta Api Indonesia, di mana kewajiban sosial sering kali lebih diutamakan dibanding keuntungan.

Semua pemangku kepentingan, katanya, harus bersikap transparan dalam proses perekrutan.

“Danantara, BP BUMN, dan BUMN itu sendiri harus terbuka kepada publik mengenai siapa orang-orang ini, mengapa mereka direkrut, dan bagaimana kualifikasinya dibanding kandidat lain,” kata Toto.

“Transparansi seperti ini harus berlaku sama bagi eksekutif WNI maupun WNA, agar tidak muncul kecurigaan adanya intervensi politik atau konflik kepentingan.”

Pemerintah juga dapat menyusun regulasi yang lebih rinci untuk memastikan “kita merekrut talenta terbaik bagi BUMN tanpa mengorbankan kepentingan nasional,” ujar Toto.

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan