Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Indonesia

Wamen PPA Veronica Tan: Perempuan beredukasi tahu anak adalah beban jika tidak bisa urus

Veronica menilai perempuan yang paham akan kebutuhan kualitas hidup anak mungkin memilih untuk tidak memiliki buah hati.

Wamen PPA Veronica Tan: Perempuan beredukasi tahu anak adalah beban jika tidak bisa urus
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veronica Tan (Instagram/Veronica Tan)

JAKARTA: Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sekitar 71 ribu perempuan Indonesia, atau sekitar 8,2 persen dari kelompok usia 15 hingga 49 tahun, memilih untuk tidak memiliki anak, memicu perhatian publik.

Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veronica Tan, turut menanggapi fenomena childfree yang diduga kini menjadi tren di masyarakat.

Perempuan yang akrab disapa Vero, itu mengungkapkan bahwa meskipun ada peningkatan jumlah perempuan yang memilih childfree, angka ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah keluarga yang memiliki banyak anak.

Menurutnya, hal ini berkaitan dengan persepsi tradisional yang masih dipegang oleh sebagian masyarakat Indonesia, yakni “banyak anak, banyak rezeki.”

Namun, Vero tak menampik bahwa pilihan childfree lebih sering muncul di kalangan perempuan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

“Perempuan yang lebih teredukasi cenderung memahami bahwa memiliki anak bisa menjadi tanggung jawab besar jika mereka tidak bisa memberikan kualitas terbaik dalam pengasuhan,” ujar Vero kepada detikHealth, Jumat (14/11).

Menurutnya, perempuan yang sadar akan kebutuhan kualitas dalam membesarkan anak mungkin memilih untuk tidak memiliki anak jika merasa belum mampu memberikan yang terbaik.

“Mereka berpikir, kalau tidak bisa memberi yang terbaik, untuk apa punya anak. Ini berbeda dengan perempuan yang kurang teredukasi, di mana pernikahan dini sering terjadi,” lanjutnya.

Pernikahan dini, yang terjadi sebelum usia 19 tahun, turut menjadi sorotan Vero.

Ia menjelaskan bahwa pernikahan di usia muda kerap kali berdampak pada minimnya edukasi dalam mengasuh anak, serta kurangnya kesiapan mental yang dapat mempengaruhi kesehatan mental para ibu muda ini.

“Banyak perempuan muda menikah sebelum usia 19 tahun tanpa pemahaman tentang konsekuensi jangka panjangnya. Kadang-kadang, karena suami tidak mengizinkan penggunaan kontrasepsi, perempuan-perempuan ini akhirnya memiliki banyak anak,” tegas Vero.

Di sisi lain, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Wihaji, menilai bahwa fenomena childfree di Indonesia masih bersifat dugaan dan baru terjadi di sebagian warga.

Meski begitu, ia menghormati keputusan individu yang memilih untuk tidak memiliki anak dan menganggapnya sebagai pilihan pribadi.

Wihaji menekankan pentingnya perencanaan keluarga bagi masa depan masyarakat Indonesia agar dapat melahirkan generasi yang sehat.

“Upaya kami adalah memastikan layanan terus menerus digerakkan untuk mewujudkan keluarga yang berencana, yaitu keluarga yang memiliki visi masa depan yang jelas,” pungkasnya.

📢 Kuis CNA Memahami Asia sudah memasuki putaran pertama, eksklusif di saluran WhatsApp CNA Indonesia. Ayo uji wawasanmu dan raih hadiah menariknya!

Jangan lupa, terus pantau saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk mendapatkan tautan kuisnya 👀

🔗 Cek info selengkapnya di sini: https://cna.asia/4dHRT3V

Source: Others/ew

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan