Tragedi Juliana Marins, pemerintah evaluasi total SOP pendakian Gunung Rinjani
Menteri Kehutanan Raja Juli menyoroti tren FOMO (fear of missing out) di kalangan muda yang kerap ikut-ikutan mendaki tanpa persiapan memadai.
JAKARTA: Insiden tragis yang menimpa pendaki asal Brasil, Juliana Marins, yang tewas setelah terjatuh ke jurang di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, memicu sorotan tajam terhadap standar keamanan pendakian di Indonesia.
Pemerintah pun bergerak cepat mengevaluasi prosedur operasional standar (SOP) pendakian gunung, khususnya di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni bersama Kepala Basarnas Marsekal Madya Mohammad Syafii langsung memimpin rapat evaluasi di Kantor Basarnas, Jakarta, pada Senin (30/6).
"Pak Prabowo Subianto selalu menekankan bahwa pemerintah tidak boleh antikritik. Maka dari itu, kami akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap SOP pengamanan pendakian," ujar Raja Juli kepada detikNews.
USULAN RFID dan POSKO DARURAT
Menurut Raja Juli, sejumlah masukan telah dikantongi pemerintah. Beberapa di antaranya mencakup pemasangan papan penunjuk arah di jalur pendakian, penambahan posko siaga yang saling berdekatan, hingga penggunaan teknologi seperti Radio Frequency Identification (RFID) dan Emergency Locator Transmitter (ELT).
"Dengan teknologi seperti RFID atau ELT yang bisa dipasang di gelang, kita dapat merespons situasi darurat secara lebih cepat dan akurat," jelasnya.
Kementerian Kehutanan juga akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di lapangan. Salah satunya dengan mendorong sertifikasi untuk para pemandu dan porter pendakian.
"Perlu ada klasifikasi tingkat kesulitan dan risiko setiap gunung. Pendaki yang belum memiliki pengalaman tidak boleh langsung naik ke gunung dengan risiko tinggi," tegas Raja Juli.
NAIK GUNUNG BUKAN SEKEDAR HEALING
Menteri Kehutanan juga mengingatkan masyarakat bahwa mendaki gunung tidak bisa disamakan dengan aktivitas liburan biasa. Diperlukan persiapan fisik, mental, serta logistik yang matang.
"Naik gunung itu beda dengan ke mal. Kita perlu edukasi dan kesadaran bahwa medan pendakian punya tantangan dan risiko yang nyata," tekannya.
Ia juga menyoroti tren FOMO (fear of missing out) di kalangan muda yang kerap ikut-ikutan mendaki tanpa persiapan memadai.
"Silakan eksplorasi taman nasional, tapi harus bertanggung jawab atas keselamatan diri sendiri."
Sementara itu, Forum Wisata Lingkar Rinjani turut angkat suara. Ketua forum, Royal Sembahulun, menyoroti minimnya standar keselamatan di jalur pendakian Rinjani.
Menurutnya, seluruh pemandu dan porter seharusnya wajib memiliki sertifikasi first aid dan pelatihan penyelamatan dasar. Selain itu, peralatan darurat seperti tandu dan oksigen harus tersedia di semua pos pendakian, termasuk di area Danau Segara Anak.
Royal juga mendesak pemerintah untuk mengalokasikan kembali sebagian Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari TNGR demi peningkatan fasilitas keselamatan.
"Kita butuh tim penyelamat profesional. Jangan sampai korban baru bisa dievakuasi sore padahal jatuhnya dari pagi," tegasnya.
Ia juga menyarankan penggunaan drone logistik untuk mempercepat evakuasi di medan sulit.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.