Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Indonesia

Perlukah seluruh tuntutan dagang AS dipenuhi? Menurut pakar, Indonesia harus bersikap tegas

Pemerintahan Donald Trump ingin Indonesia menghilangkan hambatan perdagangan sebagai bagian dari negosiasi tarif. Namun menurut pengamat, beberapa kebijakan di Indonesia itu diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional.

Perlukah seluruh tuntutan dagang AS dipenuhi? Menurut pakar, Indonesia harus bersikap tegas

Kontainer diturunkan dari kapal ke truk di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, 12 Februari 2025. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan /File Photo)

JAKARTA: Indonesia harus tegas menanggapi tuntutan Amerika Serikat untuk menghapuskan praktik-praktik dagang yang dianggap tidak adil, ujar para pengamat. Berbagai kebijakan dagang Indonesia ini, kata mereka, justru diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional.  

Berbagai praktik yang dianggap sebagai "hambatan perdagangan" itu dirinci dalam laporan Perwakilan Dagang AS (USTR) pada 31 Maret lalu.

Bertajuk Laporan Perkiraan Perdagangan Nasional (NTE) 2025 tentang Hambatan Perdagangan Luar Negeri, USTR di dalamnya menjabarkan berbagai faktor yang menghambat perusahaan AS memasuki pasar Indonesia.

Laporan ini menjadi salah satu dasar bagi Trump untuk memberlakukan tarif 32 persen terhadap barang-barang Indonesia.

Saat ini USTR memimpin negosiasi teknis dengan berbagai negara, salah satunya Indonesia, terkait tarif tersebut.

Di antara hambatan dagang yang dilaporkan USTR adalah kurangnya perlindungan hak cipta di Indonesia, korupsi yang merajalela dan birokrasi yang berbelit-belit.

Namun menurut para pakar, laporan USTR juga mencakup kebijakan-kebijakan di Indonesia yang seharusnya tidak bisa dianggap sebagai hambatan perdagangan.

Salah satunya adalah sistem pembayaran nontunai Indonesia, serta kebijakan melindungi kepentingan nasional seperti kuota impor dan kewajiban pemenuhan Tingkat Komponen Dalam Negeri atau TKDN sebelum produk bisa dijual di negara ini.

"Beberapa kebijakan ini diperlukan untuk melindungi sektor manufaktur dalam negeri, mendorong investasi dan merangsang perekonomian. Akan tidak masuk akal jika Indonesia memenuhi semua tuntutan (dari AS) tersebut," kata Tauhid Ahmad, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) di Jakarta, kepada CNA.

Tanpa kebijakan-kebijakan ini, kata para pakar, Indonesia bisa kehilangan banyak investasi asing, meningkatkan angka pengangguran, bahkan resesi.

Dalam dua pekan terakhir, beberapa pejabat tinggi Indonesia bertemu dengan kolega mereka dari AS di sela pertempuan IMF dan World Bank Group di Washington DC, menegosiasikan tarif 32 persen yang ingin dijatuhkan kepada Indonesia.

Penerapan tarif ini ditangguhkan selama 90 hari sejak 9 April, bersamaan dengan tarif "resiprokal" lainnya terhadap hampir 60 negara. Namun, tarif dasar sebesar 10 persen masih tetap berlaku.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang memimpin delegasi Indonesia, mengatakan bahwa Indonesia siap merundingkan hambatan perdagangan ini, selain membeli produk-produk AS senilai miliaran dolar yang menjadi syarat untuk penurunan tarif.

“Pada prinsipnya, apa yang ditawarkan Indonesia … dihargai oleh Amerika,” kata Airlangga kepada wartawan pada Senin pekan lalu. Namun Airlangga menolak memberikan rincian lebih lanjut, mengatakan bahwa kesepakatan kedua negara nantinya akan menjadi “win-win solution”.

Airlangga Hartarto, mantan ketua umum Golkar. (Foto: CNA/Danang Wisanggeni)

Ketika Indonesia masuk dalam 180 negara yang terkena tarif resiprokal AS pada 2 April lalu, pemerintah mengatakan tidak akan melancarkan tarif balasan. Bahkan, Indonesia akan mengimpor lebih banyak lagi barang dari AS demi menyeimbangkan surplus perdagangan.

Di tengah perundingan yang masih berlangsung, para pakar mengatakan bahwa pemerintahan Trump sepertinya belum puas, ingin lebih banyak lagi, dan mendesak Indonesia menghapuskan hal-hal yang dianggap AS sebagai "hambatan perdagangan".

"Berbagai hambatan perdagangan ini telah diidentifikasi di laporan USTR sebelumnya, jauh sebelum Trump menjadi presiden. Bedanya kali ini, AS menggunakan tarif sebagai ancaman untuk mendapatkan apa yang mereka mau," kata Tauhid dari INDEF.

Ancaman tarif AS telah menyebabkan ketakutan akan terjadinya resesi. Pada hari pertama perdagangan saham setelah libur panjang Idul Fitri 8 April lalu, bursa anjlok hingga sembilan persen.

Pada April lalu juga, Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia dari 5,1 persen menjadi 4,7 persen tahun ini. Kendati demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yakin Indonesia masih bisa tumbuh hingga 5 persen, meski itu pun lebih rendah dari target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen di tahun ini.

PELONGGARAN SEBAGIAN

Salah satu alasan mengapa Trump mematok tarif 32 persen kepada Indonesia adalah karena AS lebih banyak membeli dari negara ini ketimbang menjual.

Tahun lalu, Indonesia mengekspor peralatan elektronik, pakaian, furnitur, dan produk lainnya ke AS hingga senilai US$28,1 miliar, naik 4,8 persen dari tahun 2023. Sementara ekspor AS ke Indonesia pada 2024 adalah US$10,2 miliar, naik 3,7 persen dari tahun sebelumnya.

Artinya, dari tahun 2023 ke 2024, defisit perdagangan AS dengan Indonesia meningkat sebesar 5,4 persen, dari US$17 miliar menjadi US$17,9 miliar.

Suasana kerja di pabrik garmen PT Trisula Garmindo Manufacturing, di Bandung, Jawa Barat, 17 September 2013. (Foto: Reuters)

Presiden Prabowo Subianto mengatakan Indonesia siap bersikap fleksibel terkait TKDN yang dianggap USTR sebagai penghambat perdagangan. TKDN mengatur agar ada komponen yang diproduksi di Indonesia pada sebuah produk asing untuk bisa dijual di pasar dalam negeri.

“Tapi kita harus realistis, TKDN dipaksakan, ini akhirnya kita kalah kompetitif. Saya sangat setuju, TKDN fleksibel saja, mungkin diganti dengan insentif,” kata Prabowo pada 9 April lalu, sepekan setelah Trump mengumumkan tarif.

Persyaratan TKDN ini jadi salah satu alasan mengapa Apple tidak dapat menjual iPhone 16 di Indonesia setelah peluncurannya pada Oktober tahun lalu. Larangan tersebut dicabut pada Maret ketika Apple akhirnya memenuhi persyaratan TKDN 40 persen dan setuju membangun dua pabrik aksesoris Apple di Indonesia.

Meski belum ada perubahan terkait persyaratan TKDN, namun para pakar mengecam pernyataan Prabowo. Menurut mereka, kata-kata Prabowo itu sudah cukup membuat investor enggan menanamkan modal di Indonesia.

"Para investor menantikan apa yang akan dilakukan Indonesia berikutnya. Kalau Indonesia benar-benar menghapus persyaratan TKDN seperti yang diinginkan AS, lalu apa gunanya membangun pabrik (di Indonesia) untuk memproduksi komponen di dalam negeri," kata Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), kepada CNA.

Para pakar juga mendukung keputusan Indonesia mengembangkan sistem pembayaran berbasis QR Code sendiri atau QRIS. Dengan sistem ini, konsumen bisa membayar melalui ponsel mereka, tidak perlu lagi kartu debit atau kredit.

Karena semakin banyak orang Indonesia menggunakan QRIS dan meninggalkan kartu pembayaran dari AS seperi Visa atau Mastercard, USTR menganggapnya salah satu penghambat perdagangan.

Menurut USTR, perusahaan-perusahaan AS "tidak diundang ... untuk membagikan pandangan soal bagaimana sistem ini akan berinteraksi dengan kerangka pembayaran global yang sudah ada".

Bank Indonesia mencatat, transaksi dengan QRIS dalam tiga bulan perama 2025 mencapai lebih dari Rp2,6 miliar, naik hingga 170 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, mengatakan bahwa bank sentral terbuka untuk bekerja sama dengan negara mana pun, termasuk AS, dalam pengembangan QRIS atau teknologi pembayaran cepat lainnya.

“Visa dan Mastercard masih menjadi pemain utama dalam sektor kartu kredit kita, jadi sebenarnya tidak ada masalah,” ujarnya pekan lalu seperti dikutip oleh Jakarta Globe.

Pada Senin pekan lalu, Airlangga mengatakan bahwa beberapa penghambat perdagangan yang disebutkan USTR sudah dilonggarkan atau bahkan dihapuskan sama sekali, tanpa menyebutkan yang mana.

Dalam 60 hari ke depan, kata Airlangga, akan ada lebih banyak pertemuan dengan AS terkait masalah ini.

RISIKO MEMBUKA KERAN IMPOR

Indonesia juga berupaya meningkatkan impor produk-produk dari Amerika.

Airlangga mengatakan, Indonesia siap menambah impor dari AS tahun ini menjadi US$18,5 miliar, naik signifikan dari US$10,2 miliar tahun lalu. Ia juga menyatakan bahwa Indonesia siap memberikan insentif agar beberapa produk AS dapat dijual dengan lebih kompetitif di Indonesia.

Perangkat iPhone 16 dipajang di sebuah toko di London, Inggris, 6 Oktober 2024. (Foto: REUTERS/Hollie Adams)

Bhima dari CELIOS mengatakan Indonesia tidak perlu lagi melonggarkan hambatan dagang non-tarif, karena tawaran meningkatkan keran impor oleh Indonesia sudah cukup murah hati. 

“Trump berkali-kali menyatakan bahwa tarif ini bertujuan mengatasi defisit perdagangan AS dengan negara-negara lain, dan Indonesia sudah menawarkan untuk menutup defisit tersebut,” ujarnya.

Menurut Bhima, melonggarkan beberapa kebijakan proteksionis Indonesia seperti kuota impor atau persyaratan TKDN bisa menyebabkan masuknya produk asing secara besar-besaran.

“Karena perang dagang, negara-negara mencari cara membuang produk yang tidak bisa mereka jual ke AS. Jika kita membuka beberapa hambatan ini, Indonesia akan dibanjiri barang-barang asing dan sektor manufaktur kita akan menderita,” kata Bhima.

Yusuf Rendy Manilet, ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE), mengatakan bahwa Indonesia bisa melonggarkan beberapa kuota dan persyaratan untuk produk-produk tertentu.

“Terutama komoditas yang tidak bisa kita produksi sendiri tapi AS punya banyak, seperti gandum atau kedelai,” ujarnya.

“Intinya, kita tidak boleh gegabah dalam membuka kuota impor atau hambatan perdagangan non-tarif lainnya.”

Yusuf mengatakan, negara-negara penghasil gandum dan kedelai lainnya akan memastikan Indonesia tetap membeli produk mereka ketimbang AS.

“Kita bisa memanfaatkan hal itu, terutama untuk mendiversifikasi pasar bagi produk-produk kita sendiri,” tambahnya.

Airlangga mengatakan Indonesia saat ini tengah berdiskusi dengan banyak negara tentang kerja sama apa yang akan dilakukan di tengah kondisi perang dagang saat ini.

"Di saat yang sama, kita perlu mengatasi kekhawatiran USTR lainnya yang bisa dibenarkan, seperti kurangnya perlindungan hak cipta yang menyebabkan maraknya pembajakan software buatan perusahaan teknologi AS,” kata Yusuf.

Selama 13 tahun berturut-turut, Indonesia masuk dalam Daftar Pantauan Prioritas USTR terkait perlindungan dan penegakan hak kekayaan intelektual.

Lembaga AS itu menulis dalam laporan Maret lalu bahwa software bajakan, pakaian palsu, dan barang tiruan lainnya dijual secara terbuka dengan “sedikit atau sama sekali tidak ada tindakan penegakan hukum”. Bahkan ketika penegak hukum turun tangan, produsen dan penjual barang palsu jarang diseret ke pengadilan.

Bhima dari CELIOS mengatakan bahwa Indonesia juga perlu menyederhanakan birokrasi dan memberantas korupsi.

"Kita perlu menunjukkan bahwa kita menanggapi secara serius kekhawatiran USTR yang beralasan,” ujarnya.

Para pakar juga mengatakan bahwa Indonesia perlu mengingatkan Trump bahwa negara ini telah menjadi sahabat bagi AS.

“Selama puluhan tahun kita telah memberikan konsesi pertambangan, izin eksplorasi minyak, serta berbagai hak istimewa serta keuntungan bagi perusahaan-perusahaan AS,” kata Bhima.

“Menerapkan tarif bukanlah cara memperlakukan seorang sahabat.”

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan