Siapa Mary Jane Veloso? Terpidana mati narkoba yang akan dipulangkan ke Filipina
Mary Jane batal dieksekusi pada menit-menit terakhir tahun 2015 silam.
JAKARTA: Mary Jane Veloso, seorang warga negara Filipina, menjadi sorotan dunia internasional sejak kasus penyelundupan narkoba yang menjeratnya di Indonesia lebih dari satu dekade lalu.
Selama itu, ia menjalani masa tahanan sebagai terpidana mati, dengan dinamika kasus yang penuh kontroversi dan perhatian global termasuk drama penundaan eksekusi di menit-menit terakhir.
Mary Jane dilansir dari Liputan 6 ditangkap pada 25 April 2010 di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, setelah petugas menemukan 2,6 kilogram heroin tersembunyi di dalam kopernya.
Pengadilan Negeri Sleman menjatuhkan vonis hukuman mati pada Oktober 2010, dengan dasar pelanggaran Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Proses hukum Mary Jane tidak berjalan tanpa polemik.
Tim pembelanya mengajukan banding sebanyak dua kali, dengan alasan utama bahwa ia adalah korban penipuan dan tidak didampingi penerjemah yang kompeten. Sayangnya, upaya banding tersebut ditolak.
Dalam persidangan, terungkap bahwa penerjemah yang ditugaskan adalah seorang mahasiswa yang tidak memahami bahasa Tagalog, satu-satunya bahasa yang dikuasai Mary Jane.
PENUNDAAN EKSEKUSI DAN PENGAKUAN SEBAGAI KORBAN
Mary Jane dijadwalkan dieksekusi pada April 2015 di Nusakambangan bersama delapan terpidana mati lainnya.
Namun, pada menit-menit terakhir, eksekusi tersebut ditangguhkan.
Bahkan, keluarga Mary Jane berkunjung dan yang bersangkutan telah menyampaikan pesan perpisahan kepada kedua putranya.
Penundaan ini terjadi setelah gelombang protes besar-besaran di Indonesia dan Filipina, yang menyerukan pembebasannya.
Mary Jane mengaku sebagai korban perdagangan manusia. Sebelumnya, ia bekerja sebagai asisten rumah tangga di Uni Emirat Arab sebelum melarikan diri dari percobaan pemerkosaan.
Tawaran pekerjaan di Indonesia oleh putri wali baptisnya, Maria Kristina Sergio, membuat Mary Jane terbang ke Indonesia tanpa menyadari bahwa koper yang dibawanya berisi heroin.
Pada tahun 2020, pengadilan di Filipina menjatuhkan hukuman kepada Maria Kristina Sergio dan Julius Lacanilao atas kasus perekrutan ilegal, yang memperkuat klaim Mary Jane sebagai korban perdagangan manusia.
UPAYA DIPLOMATIK BERKELANJUTAN
Setelah penundaan eksekusi, berbagai upaya diplomatik dilakukan untuk membebaskan Mary Jane.
Pada September 2022, Presiden Filipina Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr mengajukan permohonan grasi melalui Menteri Luar Negeri Filipina kepada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Momentum lain terjadi awal tahun 2023 ketika Celia Veloso, ibu Mary Jane, secara langsung memohon kepada Presiden Joko Widodo yang sedang berkunjung ke Manila untuk membebaskan putrinya.
Puncak dari berbagai upaya ini terjadi pada November 2024, ketika Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi Yusril Ihza Mahendra mengumumkan opsi pemindahan narapidana (transfer of prisoner) untuk Mary Jane.
Dengan kebijakan ini, Mary Jane dipindahkan ke Filipina untuk menjalani sisa hukuman di negara asalnya.
Yusril menekankan bahwa perempuan berusia 39 tahun itu tidak dibebaskan melainkan dipindahkan.
"Dalam kasus Mary Jane, yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia, mungkin saja Presiden Marcos akan memberikan grasi dan mengubah hukumannya menjadi hukuman seumur hidup, mengingat pidana mati telah dihapuskan dalam hukum Filipina," jelas Yusril dikutip Berita Satu.
📢 Kuis CNA Memahami Asia sudah memasuki putaran pertama, eksklusif di saluran WhatsApp CNA Indonesia. Ayo uji wawasanmu dan raih hadiah menariknya!
Jangan lupa, terus pantau saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk mendapatkan tautan kuisnya 👀
🔗 Cek info selengkapnya di sini: https://cna.asia/4dHRT3V