Mampukah Pindad mewujudkan ambisi mobil nasional Prabowo?
Seluruh pejabat tinggi pemerintahan wajib menggunakan mobil buatan Pindad. Keputusan ini memang menumbuhkan kebanggaan nasional, namun menurut pengamat jalan mewujudkannya masih panjang.
JAKARTA: Ketika Prabowo Subianto tiba untuk pelantikannya di kompleks DPR pada 20 Oktober lalu, dia terlihat menaiki mobil MPV Toyota Alphard berwarna putih.
Tapi selepas Prabowo dilantik menjadi presiden kedelapan Indonesia, tunggangan yang berbeda telah menunggunya di lobi: Maung Garuda.
Mobil RI1 itu berjenis SUV berkelir putih, bodinya besar dan gempal, terlihat lebih cocok berada di medan perang ketibang mengaspal di jalanan Jakarta yang padat.
Tidak heran jika mobil itu lebih mirip mobil tempur, karena memang dibuat oleh PT Pindad, perusahaan negara yang khusus memproduksi senjata dan kendaraan taktis untuk tentara dan polisi.
Prabowo telah menjadikan Maung Garuda sebagai kendaraan kepresidenannya. Setelah sepekan menjabat, dia memerintahkan seluruh menteri, wakil menteri dan kepala lembaga serta pejabat tinggi negara untuk menjadikan Maung Garuda sebagai mobil dinas mereka.
Sebelumnya, presiden Indonesia selalu menggunakan limosin Mercedes-Benz sebagai mobil dinas, sementara para menteri lebih memilih MPV dan SUV keluaran Toyota.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi pada 28 Oktober lalu mengatakan bahwa Prabowo menginginkan kabinetnya menggunakan mobil buatan dalam negeri, bukan hasil impor.
"Pak Prabowo bangga menggunakan mobil limosin Maung Garuda sebagai kendaraan dinasnya," kata Hasan seperti dikutip dari Detik.
Prabowo juga mendorong pertumbuhan industri otomotif dalam negeri agar Indonesia bisa mandiri.
"Terus terang saja, dalam hati, saya tidak terima jika bangsa keempat (penduduk terbanyak) di dunia, bangsa yang diberi kekayaan begitu besar oleh Tuhan Yang Maha Kuasa ... tidak bisa bikin mobil, tidak bisa bikin motor, tidak bisa bikin komputer," kata Prabowo pada acara Rakornas Pemerintah Pusat dan Daerah Tahun 2024, di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, 7 November silam.
Salah satu janji kampanye Prabowo adalah menciptakan 19 juta lapangan pekerjaan, dan di antara cara mewujudkannya adalah mendorong sektor manufaktur.
"Presiden memprioritaskan penggunaan merek dalam negeri adalah sebuah langkah yang positif," kata Dr Tauhid Ahmad, peneliti senior di lembaga riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Jakarta.
"Ini bukan cuma soal kebanggaan nasional. Memaksimalkan penggunaan merek lokal juga dapat menyegarkan industri dalam negeri dan pada akhirnya menciptakan efek berganda (multiplier effect) yang memacu pertumbuhan berbagai sektor."
Menurut Kepala Staf Kepresidenan Anto Mukti Putranto, yang dikutip The Jakarta Post, Pindad memasok 70 persen komponen mobil Maung dari pemasok dalam negeri.
Sementara suku cadang lainnya seperti sasis, mesin dan kerangka dasar dipasok dari perusahaan asing termasuk Ssangyong dari Korea Selatan, Toyota dari Jepang dan Mercedes-Benz dari Jerman.
Meski kendaraan listrik tengah menjadi tren di Indonesia, namun Pindad tidak punya pengalaman memproduksinya dan hanya membuat kendaraan militer dengan mesin pembakaran dalam (internal combustion engine).
Pengamat mengatakan, berbagai tantangan akan mengadang dalam perjalanan mewujudkan industri mobil nasional. Banyak negara telah mencobanya dan gagal menciptakan produk yang bisa bersaing dengan jenama yang telah mapan.
Mampukah Pindad, produsen senjata yang minim pengalaman di industri mobil, menghadapi tantangan-tantangan ini?
SEJARAH KEGAGALAN INDONESIA
Prabowo bukan satu-satunya presiden Indonesia yang berambisi memproduksi mobil nasional.
Presiden pertama Indonesia Soekarno, misalnya, pernah mendirikan PT Industri Mobil Indonesia pada 1962 untuk membuat mobil nasional pertama negara ini.
Namun peristiwa berdarah pada 1965 yang menewaskan 500.000 orang yang dituduh anggota dan simpatisan PKI membuat rencana itu terhenti, bahkan sebelum perusahaan tersebut melakukan produksi.
Upaya memproduksi mobil nasional juga dilakukan di bawah pemerintahan Soeharto. Pada tahun 1990-an, Soeharto membebaskan pajak bagi mobil-mobil yang dibuat seluruhnya di dalam negeri.
Saat itu, upaya produksi mobil nasional menuai kritikan dari dalam dan luar negeri. Pasalnya, mobil-mobil yang menikmati bebas pajak itu ternyata bukan murni buatan sendiri, melainkan hanya versi rebranding dari mobil buatan perusahaan asing.
Setelah Soeharto lengser pada 1998, Indonesia beberapa kali kembali mencoba memproduksi mobil, namun kebanyakan hanya sampai tahap membuat purwarupa.
Bebin Djuana, pakar industri otomotif Indonesia, mengatakan bahwa setelah Soeharto, dukungan yang diberikan pemerintah terhadap perusahaan pengembang otomotif di Indonesia sangat minim.
"Perusahaan-perusahaan ini memerlukan dukungan pemerintah. Jika perusahaan ini dibiarkan berjuang sendirian di tengah kompetisi ketat dengan pabrikan yang lebih mapan, mereka akan habis," kata Bebin, pensiunan eksekutif di perusahaan otomotif yang telah menulis beberapa buku terkait industri mobil Indonesia.
Bebin mengatakan, negara-negara lain telah menggelontorkan dukungan besar untuk industri otomotif dalam negeri mereka, mulai dari bantuan keuangan, subsidi, kemudahan pinjaman hingga percepatan izin dan sertifikasi. Mereka juga berhasil menciptakan permintaan untuk produk tersebut sebelum akhirnya berhasil mengembangkan industri mobil nasional.
Salah satunya adalah Malaysia yang memberikan RM13,9 miliar (hampir Rp50 triliun) untuk hibah riset dan pengembangan, paket stimulus dan insentif pajak untuk Proton sejak perusahaan otomotif itu didirikan pada 1983 hingga tahun 2017.
Berbagai bantuan ini membuat Proton dapat mengembangkan model-model terbaru dengan harga yang lebih murah ketimbang kompetitornya. Di Malaysia, perusahaan otomotif asing harus membayar pajak untuk unit rakitan atau suku cadang yang diimpor dari luar negeri.
"Beberapa negara memberikan subsidi bagi pemilik mobil pertama jika mereka membeli merek lokal. Pemerintahan di berbagai negara membeli mobil lokal dan menggunakannya sebagai mobil dinas dan operasional," kata Bebin kepada CNA.
Berbagai insentif dari pemerintah itu tetap berlaku kendati ada pergantian pemimpin. Ini bedanya dengan Indonesia, yang kebijakannya berganti seiring pergantian pemimpin, bukannya meneruskan kebijakan pendahulunya.
"Negara-negara itu tetap konsisten (memberikan dukungan) terutama di masa-masa awal yang sangat dibutuhkan perusahaan lokal. Tanpa (konsistensi), perusahaan-perusahaan ini akan kolaps dan mereka harus memulai dari awal lagi," kata Bebin.
Pada 2012, perusahaan pengelola aset negara Malaysia, Khazanah Nasional, mendivestasikan saham Proton ke konglomerat DRB-HICO senilai RM1,29 miliar (Rp4,5 triliun). Namun pemerintah Malaysia masih terus menyokong Proton dengan memberikan hibah dan insentif pajak.
Bantuan dari pemerintah dihentikan setelah DRB-HICOm menjual 49,9 persen saham Proton ke perusahaan China Zhejiang Geely Automobile Holdings pada 2017.
Tauhid dari INDEF yakin Pindad juga akan mendapatkan bantuan serupa dari pemerintah Indonesia di bawah Prabowo.
"Sebagai perusahaan milik negara, Pindad juga akan mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah dalam hal perlindungan regulasi (dari kompetitor) dan berbagai insentif. Pindad akan mendapatkan akses ke pendanaan pemerintah atau pinjaman berbunga rendah dari bank milik negara," kata dia.
"Inilah yang membedakan Pindad dari perusahaan swasta yang dulu ingin mengembangkan merek mobil sendiri."
Saat ini Pindad hanya memproduksi beberapa ribu mobil per tahun. Masih belum diketahui seperti apa bantuan finansial yang akan diberikan pemerintah untuk menjadikan Pindad sebagai jenama otomotif.
"Pemerintah perlu memformulasikan strategi jangka panjang untuk membantu pertumbuhan Pindad. Sejauh ini, kita belum melihat strategi itu," kata Tauhid.
TANTANGAN YANG PELIK
Bantuan pemerintah saja tidak akan cukup untuk memastikan keberhasilan perusahaan dalam bisnis otomotif dengan persaingannya yang luar biasa ketat.
"Membangun sebuah mobil melibatkan rantai pasokan suku cadang dan bahan mentah yang kompleks. Produksi sendiri membutuhkan teknologi canggih dan teknik yang mungkin telah dipatenkan," kata Dr Piter Abdullah, direktur lembaga riset Segara Research Institute.
Membangun sebuah mobil juga membutuhkan riset dan pengembangan selama bertahun-tahun, lanjut Piter. Selain itu, para peneliti di industri ini harus mendapatkan gaji dan bonus besar agar tertarik bergabung.
Berbagai tantangan ini telah dilalui oleh VinFast, perusahaan otomotif Vietnam milik grup konglomerat Vingroup dengan pendirinya, Pham Nhat Vuong, orang terkaya di negara itu.
Sejak didirikan pada 2017, Vinfast telah mendapatkan suntikan dana hingga US$13,5 miliar dari perusahaan induknya. Vingroup bahkan telah berkomitmen memberikan investasi tambahan sebesar US$3,4 miliar dalam dua tahun ke depan.
Investasi dalam jumlah besar itu membuat VinFast menjadi pemain utama di pasar mobil listrik Vietnam dalam waktu singkat. Perusahaan itu juga menjangkau pasar luar negeri dengan menjual produk mereka ke Amerika Utara, Eropa dan beberapa negara Asia.
Meski mendapatkan investasi besar dan telah ekspansi ke luar negeri, namun operasional Vinfastt masih merugi.
Menurut data Komisi Bursa Efek Amerika Serikat (SEC) pada Desember 2023, perusahaan yang terdaftar di Nasdaq ini melaporkan kerugian bersih sebesar US$2,4 miliar tahun lalu, naik 14,7 persen dari tahun 2022.
Pengamat mengatakan, kerugian semacam ini adalah risiko yang mengintai Indonesia jika ingin mewujudkan ambisi mobil nasional melalui perusahaan senjata. Pasalnya, Pindad minim pengalaman dalam menjual kendaraan komersil.
"Tidak mudah membuat mobil yang bisa menjual, terutama jika harus berkompetisi dengan merek-merek luar yang telah mendominasi pasar selama puluhan tahun," kata Bebin.
Untuk melakukan ini, kata pengamat, Pindad harus merekrut orang-orang yang memiliki pemahaman mendalam tentang apa yang diinginkan pasar.
Pindad juga menjajaki kemitraan dengan produsen yang lebih mapan, seperti yang dilakukan Proton sebelum 49,9 persen sahamnya dijual ke Geely pada 2017. Proton ketika itu bermitra dengan Mitsubishi untuk berbagi manufaktur dan komponen serta memiliki merek bersama dengan Suzuki.
Sementara pabrikan mobil nasional kedua Malaysia, Perodua, saat ini bermitra dengan Daihatsu untuk produksi dan penjualan salah satu model SUV mereka.
MULAI DARI LANGKAH KECIL
Baru ada empat SUV Maung Garuda yang saat ini sudah mengaspal di jalanan Indonesia: Dua milik Prabowo dan dua lagi digunakan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka.
Kendaraan kepresidenan ini dilengkapi dengan bodi lapis baja yang tahan tembakan peluru 7,62mm serta satu set ban anti bocor. Mobil ini juga difasilitasi dua televisi layar datar 12 inci dan pijakan kaki elektrik untuk memudahkan akses ke dalam kabin.
Dikutip situs Pindad, Maung Garuda memiliki berat 2,9 ton. Panjangnya 5,1 meter, lebar 2 meter dan tinggi 1,8 meter. Mesin 2,5 liternya mampu menghasilkan 199 tenaga kuda dengan kecepatan tertinggi 100 km/jam.
Belum diumumkan berapa harga kendaraan ini, meskipun beberapa media memperkirakan Maung Garuda setidaknya bisa dibanderol Rp1,2 miliar.
Belum diketahui apakah Pindad akan menggunakan spesifikasi yang sama untuk sekitar 10.000 mobil yang akan diproduksi untuk para menteri dan pejabat tinggi pemerintahan.
Direktur Utama Pindad Abraham Mose mengaku bersyukur Prabowo memilih Maung Garuda sebagai kendaraan dinas untuk dirinya dan para pejabat pemerintahan.
“Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan komitmennya terhadap industri dalam negeri dengan memberikan kesempatan kepada Pindad untuk masuk ke dalam industri otomotif,” kata Abraham dalam sebuah pernyataan pada 3 November.
Selain memesan 10.000 unit untuk kantor kepresidenan, Kementerian Pertahanan Indonesia juga memesan 4.600 Maung Garuda untuk kendaraan operasional.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan dengan kapasitas produksi saat ini, Pindad membutuhkan waktu dua tahun untuk memenuhi permintaan.
“Lini produksi (Pindad) perlu dikelola,” katanya pada 3 November, seperti dikutip oleh CNBC Indonesia, sembari menambahkan bahwa pemerintah siap membantu Pindad untuk meningkatkan kapasitas produksinya.
Dalam dua tahun ke depan Pindad memang akan sibuk melayani pesanan. Namun Pindad juga harus terus mengembangkan produknya jika suatu hari nanti ingin menjualnya kepada masyarakat umum.
Maung Garuda adalah satu-satunya mobil sipil yang diproduksi Pindad. Jajaran produk mereka lainnya terdiri dari kendaraan militer dan polisi dengan bodi logam tebal dan dudukan senapan mesin serta turret.
Pada Maret lalu, Detik melaporkan bahwa Pindad telah mencapai kesepakatan dengan sebuah dealer mobil di Jakarta untuk secara eksklusif menjual Maung Garuda. Namun belum diketahui kapan SUV ini akan tersedia untuk umum.
Satu-satunya jenama mobil Indonesia yang sedang diproduksi saat ini adalah Solo Manufaktur Kreasi, yang lebih dikenal sebagai Esemka. Perusahaan ini memproduksi mobil van dan truk pick-up kecil yang merupakan rebranding dari Shangan dan Shineray dari China.
“Pindad akan mendapatkan masukan dari para pengguna mengenai fitur-fitur apa saja yang perlu ditambahkan atau bagaimana produk mereka jika dibandingkan mobil Jepang atau Eropa. Dengan perbaikan dan penyesuaian, Pindad pada waktunya akan siap untuk memasuki pasar publik,” kata Tauhid dari INDEF.
“Tapi sebelum itu, mereka harus terus membuat mobil dan menghasilkan keuntungan, dan pemerintah harus memastikan Pindad bisa terus menerima pesanan.”
📢 Kuis CNA Memahami Asia, eksklusif di saluran WhatsApp CNA Indonesia, sudah dimulai. Ayo uji wawasanmu dan raih hadiah menariknya!
Cek info selengkapnya di sini: https://www.cna.id/kuis-info