PPN naik jadi 12%, lebih tinggi dari Singapura, nomor satu di ASEAN
Angka PPN Indonesia bahkan melewati negara-negara maju dan kaya seperti Swiss, Jepang, Korea Selatan, dan Australia.
JAKARTA: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal kuat bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan tetap diberlakukan pada Januari 2025.
Dengan tarif 12%, Indonesia akan menyamai Filipina sebagai negara dengan PPN tertinggi di kawasan ASEAN.
Berdasarkan data PricewaterhouseCoopers (PwC) yang dikutip dari CNBC Indonesia, Indonesia sebenarnya saat ini sudah termasuk dalam jajaran negara dengan tarif PPN atau value-added tax (VAT) tertinggi di ASEAN untuk periode 2023-2024.
Sejak 1 April 2022, tarif PPN di Indonesia naik dari 10% menjadi 11%, menempatkannya di posisi kedua setelah Filipina yang menerapkan tarif 12%.
Sementara itu, Kamboja dan Vietnam memasang tarif PPN sebesar 10%, disusul Singapura dengan Pajak Barang dan Jasa atau Goods and Services Tax (GST) sebesar 9%.
Malaysia yang baru saja menaikkan tarif Pajak Pelayanan dan Penjualan pada Maret 2024 menyusul dengan 8%.
Thailand dan Laos tercatat menetapkan tarif PPN sebesar 7%.
Myanmar hanya memberlakukan pajak komersial standar sebesar 5%, tanpa PPN, dan terakhir Timor Leste menerapkan pajak impor sebesar 2,5%.
Di luar ASEAN, tarif PPN 12% di Indonesia juga lebih tinggi dibandingkan beberapa negara maju lain seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia yang masing-masing menetapkan 10%.
Bahkan angka VAT di negara kaya Swiss hanya sebesar 8,1%
Meski begitu, menurut data Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), rata-rata tarif PPN global per 31 Desember 2022 mencapai 19,2%, sehingga tarif PPN Indonesia tetap berada di bawah rata-rata global tersebut.
KEKHAWATIRAN EKONOMI MEMBURUK
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Apregindo), Handaka Santosa, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak kenaikan PPN ini.
"Di Singapura PPN hanya 9%, Thailand 7%, dan Vietnam 10%. Kalau dinaikkan menjadi 12%, Indonesia akan menjadi negara dengan PPN tertinggi di ASEAN," ujar Handaka dalam program Investor Market Today di IDTV, Senin (18/11).
Handaka memahami bahwa kenaikan PPN ini merupakan langkah cepat pemerintah untuk menutup defisit APBN.
Namun, ia memperingatkan adanya potensi "lingkaran setan" yang dapat terjadi, di mana harga barang meningkat, daya beli masyarakat menurun, dan pada akhirnya memperburuk kondisi ekonomi.
Laporan terbaru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) mendukung kekhawatiran ini.
Kenaikan PPN dinilai mampu meningkatkan penerimaan negara tetapi juga berisiko memperburuk tekanan inflasi.
Hal ini dapat berdampak signifikan pada rumah tangga berpenghasilan rendah, yang akan mengalami penurunan daya beli, sehingga konsumsi dan pengeluaran konsumen menurun secara keseluruhan.
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini