Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Indonesia

Polusi sebabkan penyakit pernapasan, Indonesia gerak cepat tangani pencemaran udara Jakarta

Sejak Juni lalu, Jakarta konsisten menjadi salah satu kota paling berpolusi di dunia.

Polusi sebabkan penyakit pernapasan, Indonesia gerak cepat tangani pencemaran udara Jakarta
Kabut polusi menyelimuti pusat bisnis di Jakarta pada 11 Agustus 2023. (Foto: AP/Dita Alangkara)

JAKARTA: Polusi udara memburuk di wilayah Jakarta dan sekitarnya di tengah terpaan fenomena cuaca El Nino. Presiden Joko Widodo - yang menderita batuk-batuk akibat udara buruk - menekankan perlunya campur tangan pemerintah untuk segera mengatasi situasi ini. 

Seperti diberitakan Kompas, pada Selasa pagi (15 Agustus), Jakarta tercatat sebagai kota kedua dengan kualitas udara terburuk di dunia berdasarkan situs pemantau kualitas udara IQAir, naik dari posisi keempat pada sehari sebelumnya.

Kepada media pekan lalu, seorang pejabat senior di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia mengatakan bahwa Jakarta telah menjadi salah satu kota paling berpolusi di dunia sejak bulan Juni.

"Jika diperlukan kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan hybrid working. Work from office, work from home (WFH)," kata Presiden Joko Widodo - atau yang dikenal dengan Jokowi - seperti dikutip dari Antara dalam rapat dengan beberapa menteri untuk membahas polusi udara Jakarta.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno pada Senin lalu mengatakan bahwa Jokowi sudah menderita batuk-batuk selama empat pekan karena polusi udara Jakarta. "Beliau belum pernah merasakan seperti ini," imbuh Sandiaga dikutip dari Katadata.

Sebagai solusi jangka pendek dalam mengatasi polusi udara, Jokowi memerintahkan kementerian atau lembaga terkait untuk melakukan intervensi guna meningkatkan kualitas udara di Jabodetabek.

Jabodetabek adalah kawasan metropolitan yang meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

Mengutip Antara, Presiden memaparkan beberapa intervensi jangka pendek yang bisa dilakukan, di antaranya rekayasa cuaca untuk memancing hujan juga regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi.

"Kemarau panjang selama tiga bulan terakhir ... serta pembuangan emisi dari transportasi dan juga aktivitas industri di Jabodetabek, terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur (telah menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tinggi)," kata Jokowi.

Jokowi juga memerintahkan untuk memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH) di Jabodetabek dan meminta dipersiapkan anggaran agar penyediaan RTH dapat segera dilakukan.

Sementara untuk solusi jangka menengah, pemerintah akan menerapkan kebijakan untuk mengurangi penggunaan kendaraan berbasis fosil dan meminta warga beralih ke moda transportasi massal.

Untuk solusi jangka panjang, Jokowi mengatakan perlunya memperkuat aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

“Harus dilakukan pengawasan kepada sektor industri dan pembangkit listrik terutama di sekitar Jabodetabek dan mengedukasi publik yang seluas-luasnya,” kata Jokowi, seperti diberitakan Antara.

Setelah rapat pada Senin lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan pemerintah juga tengah menggodok pajak pencemaran udara untuk mencegah semakin parahnya polusi di Jakarta.

Dilaporkan CNN Indonesia, Menteri Siti mengatakan bahwa formulasi terkait pajak pencemaran udara masih dipersiapkan oleh Badan Riset dan Investasi Nasional (BRIN) dan kementeriannya.

Dalam rapat tersebut, pemerintah dilaporkan juga sepakat bahwa kementerian, lembaga dan pemerintah daerah harus memberlakukan kewajiban uji emisi acak untuk seluruh kendaraan bermotor yang masuk ke fasilitas perkantorannya.

"Kemudian memasukkan persyaratan lulus uji emisi untuk perpanjangan STNK dan pembayaran pajak kendaraan," kata Siti Nurbaya.

PENYAKIT ISPA AKIBAT POLUSI MENGINTAI MASYARAKAT

Warga Jabodetabek yang berbicara kepada CNA mengeluh mengalami gangguan kesehatan akibat polusi udara di wilayah mereka.

Salah satunya Nurul, seorang ASN warga Jakarta berusia 20 tahun, yang mengaku menderita infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan batuk-batuk selama sebulan.

"Batuknya tidak berhenti," kata Nurul. Dia juga mengaku alerginya jadi lebih mudah kambuh karena sistem kekebalan tubuh yang turun.

Menurut Kompas, mengutip Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Jakarta mencatatkan 100.000 kasus ISPA setiap bulan dari 11 juta penduduknya. 

Untuk mengurangi dampak polusi, Nurul mengatakan dia harus memakai masker, mengonsumsi makanan sehat dan juga vitamin C untuk memulihkan imunitas tubuh.

Langit sore di Jakarta pada 15 Agustus 2023. (Foto: Nurul)

Seorang warga Jabodetabek lainnya juga mengatakan bahwa dirinya dan anaknya menderita ISPA.

Anggraini Puspita Sari, warga Bekasi berusia 37 tahun, kepada CNA mengatakan: "Minggu malam lalu saya dan anak ke dokter. Dokter bilang kami berdua menderita ISPA. Gejalanya adalah batuk yang sulit sembuh, sakit tenggorokan, lemas dan anak saya juga demam."

"Gejala ini sudah lama saya rasakan, awalnya kayak flu biasa, sampai akhirnya memutuskan berobat karena tenggorokan sangat sakit sampai mengganggu tidur, suhu badan juga mulai naik."

Dia juga mengatakan bahwa beberapa tetangga dekat rumahnya juga mulai jatuh sakit.

"Bisa jadi karena polusi, bisa juga karena perubahan cuaca yang terlalu cepat, antara hujan dan tiba-tiba panas. Sempat ke Jakarta dua minggu lalu, tapi di dekat rumah saya juga ramai motor dan mobil," kata Anggraini.

Kepada CNA, seorang ahli menyarankan masyarakat untuk merencanakan aktivitas mereka dengan bijak, seperti menghindari kegiatan luar ruangan selama angka partikel PM2.5 masih tinggi, terutama bagi mereka yang memiliki gangguan pernapasan kronis.

"Ketika keluar rumah, seseorang harus mengenakan masker N95 untuk mengurangi paparan partikel tersebut di udara.

"Jika berada dalam ruangan, akan sangat berguna jika menyalakan air purifier dengan filter udara partikulat efisiensi tinggi (HEPA) dan memiliki sirkulasi udara bersih yang tepat," kata Dr Steve Yim, lektor kepala di Fakultas Lingkungan Hidup Asia, Universitas Teknologi Nanyang (NTU).

Dr Yim menambahkan, dinas kesehatan di Indonesia juga harus bersiap untuk peningkatan jumlah pasien di rumah sakit di tengah masalah polusi udara Jakarta.

"Sektor kesehatan harus memastikan adanya sumber daya medis yang cukup untuk peningkatan mendadak jumlah pasien selama masa-masa ini," kata Dr Yim kepada CNA.

Di saat bersamaan, kata Dr Yim, pemerintah Indonesia juga harus secara rutin memberikan saran kesehatan kepada masyarakat sesuai dengan perkembangan dan prediksi kualitas udara yang terbaru.

Mengenai masalah polusi di Jakarta, Dr Yim mengatakan kualitas udara dapat memburuk selama periode El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif, yang dibarengi dengan fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO). 

El Nino adalah pola iklim di Samudera Pasifik yang dapat memengaruhi cuaca di seluruh dunia, sementara IOD menekan pembentukan awan di beberapa bagian Samudera Hindia yang tropis. Kedua kondisi ini mengakibatkan cuaca panas dan kering di banyak wilayah selatan Asia Tenggara.

Sementara MJO adalah gangguan pada awan, curah hujan, angin dan tekanan udara yang bergerak ke arah timur melintasi daerah tropis global dan kembali ke titik awalnya dalam waktu 30 hingga 60 hari.

"Di bawah pengaruh El Nino dan IOD positif, iklim yang melatari kawasan ini akan lebih kering dan panas. (Pergerakan MJO) ke fase 1 membuat iklim di atas Jakarta dan sekitarnya menjadi lebih kering," kata Dr Yim kepada CNA.

"Kondisi ini membentuk akumulasi polutan udara. Ditambah dengan emisi gas buang di Jakarta, polusi udara dapat terjadi."

Puji Lestari, profesor di Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) kepada CNA mengatakan bahwa meski langkah-langkah yang akan diambil pemerintah dapat membantu mengurangi polusi, namun menyelesaikan masalah dari akarnya lebih penting.

"Regulasi yang ada saat ini mungkin sudah tepat, tapi masih banyak langkah yang bisa dilakukan untuk mendapatkan kualitas udara yang lebih baik," kata dia.

Langkah-langkah yang bisa diambil, kata Puji, adalah beralih dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum, memperketat standar emisi dan pengawasan pada industri pembangkit tenaga listrik.

Senada dengan Puji, Dr Yim mengatakan bahwa Jakarta, seperti kota-kota lainnya juga, harus mengurangi emisinya sebanyak mungkin. 

"Contohnya untuk perspektif jangka panjang, pemerintah dapat mempertimbangkan penghapusan kendaraan tua dari Eropa yang memiliki emisi standar dan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan untuk pembangkit tenaga. 

"Dari perspektif jangka pendek, misalnya, pemerintah dapat mempertimbangkan pengendalian masa operasional aktivitas industri-industri berpolusi," kata Dr Yim kepada CNA.

Laporan tambahan oleh Denny Armandhanu.

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.

Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai kisah daerah- daerah di Indonesia yang mulai kekurangan air akibat fenomena El Nino.

Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.

Source: CNA/da(ih)

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan