Pengamat: PKS tergesa-gesa umumkan cagub Jakarta, Anies-Sohibul terancam ‘layu sebelum berkembang’
Pengamat mengatakan, keputusan PKS ini sama-sama tidak menguntungkan baik bagi Anies maupun bagi Sohibul.
JAKARTA: Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dianggap terlalu cepat mengambil keputusan dan mengumumkan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Jakarta, yaitu Anies Baswedan dan Sohibul Iman. Pengamat mengatakan, langkah PKS yang terlalu dini ini malah berisiko menyebabkan mereka kalah.
Pengumuman pasangan cagub dan cawagub Jakarta itu disampaikan oleh Presiden PKS Ahmad Syaikhu pada Selasa (25 Jun). Menurut Syaikhu, majunya kedua nama itu telah melalui pertimbangan pada Rapat Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) PKS pekan lalu.
Padahal baru beberapa hari sebelumnya PKS menyatakan akan memajukan Sohibul sebagai cagub untuk Pilkada Jakarta yang akan berlangsung November mendatang, namun batal. Menurut Syaikhu, pembatalan itu terjadi karena PKS bersikap realistis. Anies dinilai memiliki kans yang lebih besar.
Menurut pengamat, keputusan PKS mengumumkan cagub-cawagub ini terlalu dini. Pasalnya, pendaftaran pasangan calon gubernur sendiri baru akan dibuka pada Agustus mendatang dan saat ini partai-partai masih menimbang-nimbang siapa calon yang akan mereka usung.
"Kemunculan mereka memang cukup mengagetkan, karena disampaikan terlalu dini. Pendaftarannya masih dua bulan lagi. Ini tergesa-gesa," kata Agung Baskoro, Analis Politik Trias Politika Strategis, kepada CNA.
Menurut Agung, PKS telah mereduksi element of surprise, sebuah strategi penting dalam berpolitik. Unsur keterkejutan ini, kata dia, akan memunculkan "wow factor" yang membuat lawan politik maupun pemilih mendapat sensasi memilih karena rasa penasaran dengan sentimen positif.
Direktur lembaga Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menyampaikan pendapat serupa. Menurut dia, pembatalan Sohibul sebagai cagub dan tergesa-gesanya PKS menyampaikan pengumuman menunjukkan goyahnya kesolidan partai secara internal.
"Tidak ada situasi eksternal yang menghendaki PKS untuk buru-buru mendeklarasikan Anies-Iman. Ini lebih karena perdebatan internal PKS sendiri.
"Dan, karenanya, tidak ada juga tujuan eksternal dari pengumuman ini. Misalnya memlokir kesempatan kepada nama lain untuk masuk," kata Ray.
SAMA-SAMA TIDAK DIUNTUNGKAN
Anies dan Sohibul pernah sama-sama menjabat sebagai rektor di Universitas Paramadina. Anies kemudian ditunjuk menjadi menteri pendidikan di kabinet Presiden Joko Widodo, lalu terpilih gubernur DKI Jakarta 2017-2022.
Pada pemilu presiden Februari lalu, Anies sebagai capres yang berpasangan dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar kalah dari Prabowo Subianto.
Sementara Sohibul lebih banyak berkarier di politik, menjadi anggota DPR dan sempat menjabat presiden PKS.
Para pengamat berpendapat, memasangkan kedua sosok ini sebagai cagub dan cawagub tidak menguntungkan kedua belah pihak. Menduetkan Anies dan Sohibul ibarat "dua orang bersaudara", kata Ray.
"Pemilih Anies itu ya PKS. Idola warga PKS itu ya Anies. Jadi, tidak ada nilai tambah bagi pasangan ini. Mereka hanya berkeliling di lingkaran rumah mereka masing-masing," ujar Ray kepada CNA.
Agung mengutarakan hal yang sama, menyampaikan bahwa Anies dan Sohibul sama-sama merepresentasikan kalangan Islam perkotaan, kelas menengah yang terdidik. Menurut Agung, Anies seharusnya didampingi cawagub dari kalangan nasionalis.
"Anies maupun Sohibul adalah dua kandidat yang basis massanya beririsan. Ketika bertanding dengan lawan yang sepadan, mereka berisiko mengalami kekalahan kalau tidak dipersiapkan dengan baik mesin-mesin politiknya," kata Agung.
Namun hal ini bisa diantisipasi jika pasangan Anies-Sohibul mendapatkan dukungan koalisi dari partai besar. Untuk bisa maju, Anies harus didukung partai-partai dengan perolehan total setidaknya 22 kursi di parlemen.
PKS mengeklaim mereka mendapatkan 18 kursi di DPRD Jakarta, sehingga hanya butuh 4 kursi lagi untuk bisa memajukan Anies. Menurut Ambang Priyonggo, pengamat komunikasi dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), PKB dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) adalah dua partai yang berpotensi berkoalisi dengan PKS.
PDIP kata Ambang, tidak memiliki kader yang pas untuk dimajukan dalam pilgub Jakarta. Selain itu, PDIP tidak mungkin berkoalisi dengan pasangan dari partai pengusung Prabowo usai drama pemilihan Gibran Rakabuming Raka - putra Jokowi - sebagai wakil presiden.
PKB dan PDIP sendiri telah menunjukkan kecondongan mendukung Anies. Mengutip Kompas, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) DKI Jakarta PKB sudah memutuskan mendukung Anies pada Pilkada Jakarta 2024. Sementara itu, Anies juga merupakan salah satu nama yang direkomendasikan oleh DPD PDI-P DKI Jakarta untuk diusung. Namun sikap itu tersirat sebelum Anies dipasangkan dengan Sohibul Iman dari PKS.
"Jadi tantangannya bagi PKS adalah perlu untuk meyakinkan PDIP dan PKB atas cawagub (Shohibul Iman) yang ditawarkannya. Saya kira faktor cawagub ini yang bakal jadi tarik-ulur koalisi," kata Ambang.
Agung dari Trias Politika mengatakan baik PKB dan PDIP akan menimbang apakah memasangkan Anies-Sohibul akan menarik secara elektoral. Pasalnya menurut Agung, "Anies akan lebih ideal dipasangkan dengan calon dari PDIP maupun Koalisi Indonesia Maju, bukan dari PKS".
"Bisa layu sebelum berkembang, karena terlalu dini (memutuskan memasangkan Anies-Sohibul)," ujar Agung.
Namun jika berhasil mendapatkan dukungan PDIP dan PKB, kans Anies-Sohibul untuk menang akan menjadi kuat. Mantan gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memang bisa jadi pesaing berat Anies, namun sampai saat ini Golkar masih tarik-ulur terkait pencalonannya pada Pilgub Jakarta.
"Harus diakui, faktor Anies ini masih kuat. Jadi partai-partai lain ya mesti setidaknya mencari calon yang sekuat Anies. Sayangnya partai-partai lain banyak yang tidak memiliki kader yang secara sosok kuat," kata Ambang.
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.