Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Indonesia

'Terkesan main-main': Pengamat soroti kebijakan Perpusnas batal pangkas jam operasional

Pengamat menekankan bahwa masyarakat luas, khususnya pengunjung Perpustakaan Nasional, berhak mendapatkan informasi yang transparan dan jelas mengenai kebijakan publik agar tidak menimbulkan kebingungan.

'Terkesan main-main': Pengamat soroti kebijakan Perpusnas batal pangkas jam operasional

Tampak depan gedung Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. (Foto: iStock/Edy Waluyo Nugroho)

Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia membatalkan rencana pemangkasan jam operasional yang sebelumnya diumumkan sebagai bagian dari kebijakan efisiensi anggaran dalam APBN 2025 yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto.

Rencana ini sempat disampaikan melalui unggahan di akun Instagram resmi @perpusnas.go.id pada Jumat (7/2) pagi, sebelum akhirnya dihapus. 

Dalam unggahan tersebut, Perpusnas mengumumkan bahwa mulai 10 Februari 2025, jam operasional akan dikurangi, dengan layanan Senin-Kamis hanya berlangsung pukul 08.00-16.00 WIB, Jumat hingga pukul 16.30 WIB, serta Sabtu pukul 09.00-15.00 WIB. 

Perpusnas juga sempat berencana menutup layanan pada Minggu, cuti bersama, dan hari libur nasional.

Kebijakan ini langsung menuai kritik dari masyarakat. 

Seorang warganet di platform X menuliskan, "Katanya INDONESIA DARURAT MEMBACA. Tapi tempat sarana buat akses membaca malah dikurangi jam bukanya demi 'efisiensi'. Kayaknya memang mau disuruh rebahan kunyah Bansos (bantuan sosial), main Judol (judi online) dan Pinjol (pinjaman online) saja ya."

Warganet lain menambahkan, "Loh sengaja begini, biar rakyat makin minim literasi, biar makin bodoh jadi bisa dibohongi pejabat serakah, kan pendidikan bukan faktor utama lagi, yang penting kenyang, pintar nomor sekian."

Tidak sampai satu hari setelah pengumuman, Perpusnas merilis pernyataan baru pada Jumat (7/2) sore yang menegaskan pembatalan kebijakan tersebut.

"Dengan ini kami beritahukan bahwa pengumuman pagi ini tentang rencana perubahan waktu layanan di Perpusnas DIRALAT dan dinyatakan tidak berlaku," tulis Perpusnas dalam unggahannya di Instagram sekitar pukul 18.00 WIB sore. 

"Waktu layanan kami akan kembali mengikuti jadwal biasa," lanjut pernyataan tersebut.

Pembatalan rencana pemangkasan jam operasional tersebut dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpusnas, Suharyanto. 

"Kami sangat mengapresiasi masukan dari masyarakat terkait layanan Perpustakaan Nasional. Ini menunjukkan minat membaca masyarakat atau peningkatan literasi di masyarakat cukup tinggi," ujar Suharyanto ketika dihubungi CNA pada Jumat (7/2). 

"Dan dengan masukan seperti itu, jam layanan dikembalikan lagi seperti semula," pungkasnya.

Pengumuman ini langsung disambut baik oleh warganet. 

"Terima kasih, Perpusnas atas tanggapan cepatnya. Salam sehat untuk Mimin dan rekan-rekan di Perpusnas," tulis penulis Okky Madasari di kolom komentar unggahan tersebut. 

TERKESAN MAIN-MAIN

Menanggapi keputusan yang berubah secara tiba-tiba, pengamat pendidikan dari Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai kebijakan ini "terkesan seperti main-main."

"Perubahan kebijakan yang tiba-tiba mengindikasikan kurangnya komunikasi publik yang efektif dari pihak Perpusnas," ujarnya kepada CNA, Jumat (7/2).

Menurutnya, masyarakat, khususnya pengguna layanan Perpusnas, berhak mendapatkan informasi yang transparan dan jelas mengenai kebijakan publik agar tidak menimbulkan kebingungan.

MEMPERLEBAR KESENJANGAN

Ubaid menilai bahwa jika kebijakan pemangkasan jam operasional jadi diterapkan, dampaknya akan sangat terasa bagi pelajar dan mahasiswa yang membutuhkan akses ke sumber belajar. 

Ia juga mengingatkan bahwa akses terhadap buku di Indonesia masih sulit dan mahal. Pengurangan jam operasional perpustakaan dapat memperlebar kesenjangan literasi dan berpotensi memicu ketidakpuasan sosial.

"Jika anggaran untuk perpustakaan dipotong, jelas sudah bahwa ini bukan merupakan prioritas utama pemerintah. Padahal, perpustakaan memiliki peran penting dalam mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia," tegasnya.

Ubaid juga menyoroti bahwa pemotongan anggaran perpustakaan justru berlawanan dengan visi Indonesia Emas yang dicanangkan pemerintah. 

"Aneh, katanya menuju Indonesia Emas, tapi sektor pendidikan dan literasi disepelekan dan tidak diprioritaskan," ujarnya. 

Sebagai solusi, Ubaid menyarankan agar Indonesia meniru praktik di negara lain seperti Kanada, yang memanfaatkan teknologi untuk memperluas layanan perpustakaan secara daring atau bekerja sama dengan sektor swasta untuk meningkatkan akses publik terhadap literasi.

MENGURANGI MINAT BACA YANG SUDAH RENDAH

Pengamat pendidikan dan rektor Institut Media Digital Emtek (IMDE), Totok Amin Soefijanto, turut mengkhawatirkan dampak dari rencana pemangkasan jam operasional Perpusnas, terutama bagi masyarakat yang hanya memiliki waktu luang pada akhir pekan. 

Ia menilai kebijakan ini dapat menghambat kebiasaan membaca di masyarakat.

"Anak-anak dan masyarakat dari kelompok menengah ke bawah yang mengandalkan perpustakaan untuk mendapatkan bahan bacaan akan semakin tertinggal," ujarnya, kepada CNA. 

Totok juga menyoroti bahwa kebiasaan membaca di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya. 

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Gemar Membaca (TGM) di Indonesia pada 2021 berada di angka 59,52, meningkat menjadi 66,77 pada 2023. 

Namun, menurut laporan SEAASIA.STAT 2024, Indonesia masih kalah dari Singapura dan Thailand dalam hal durasi membaca mingguan.

"Kita menghabiskan 1 jam 43 menit per minggu untuk membaca, sementara Singapura dan Thailand masing-masing mencapai 3 jam dan 2,8 jam per minggu. Meskipun harus diakui, kita masih lebih baik dibandingkan Filipina, Malaysia, dan Vietnam."

Meskipun memahami adanya tantangan anggaran, Totok menegaskan bahwa pemerintah seharusnya mencari solusi yang lebih inovatif daripada sekadar memangkas jam operasional. 

Salah satu alternatif yang ia ajukan adalah membuka perpustakaan sekolah untuk umum guna mengisi kekosongan layanan.

"Efisiensinya tidak signifikan, tetapi dampaknya luar biasa ke kualitas kehidupan banyak keluarga miskin," pungkasnya. 

Ikuti Kuis CNA Memahami Asia dengan bergabung di saluran WhatsApp CNA IndonesiaMenangkan iPhone 15 serta hadiah menarik lainnya.

Source: Others/ps

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan