Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Indonesia

Pengamat: Jadi anggota penuh BRICS, Indonesia harus mewaspadai ancaman Donald Trump

Presiden terpilih AS Donald Trump mengancam akan mematok tarif tinggi kepada negara-negara anggota BRICS jika mereka mewujudkan rencana membuat mata uang sendiri.

Pengamat: Jadi anggota penuh BRICS, Indonesia harus mewaspadai ancaman Donald Trump

Bendera negara-negara anggota BRICS. (iStock)

JAKARTA: Indonesia secara resmi telah menjadi anggota penuh BRICS, sebuah keberhasilan atas upaya yang telah dilakukan selama ini. Meski para pengamat mengatakan ini adalah pencapaian pemerintahan Prabowo Subianto, namun Indonesia perlu mewaspadai ancaman yang pernah disampaikan Donald Trump, presiden terpilih Amerika Serikat, kepada BRICS.

Seperti diberitakan Reuters, Brazil yang saat ini menjabat presiden BRICS pada Senin (6/1) mengatakan Indonesia telah secara konsensus disepakati sebagai anggota baru. Sebelumnya, perluasan keanggotaan BRICS telah disepakati pada KTT organisasi ini di Johannesburg, Afrika Selatan, pada 2023 lalu.

"Indonesia memiliki pandangan yang sama dengan anggota BRICS lainnya soal reformasi tata kelola institusi global, dan berkontribusi secara positif dalam meningkatkan kerja sama di Selatan Global," ujar pemerintahan Brazil dalam pernyataannya.

BRIC adalah kelompok yang didirikan pada 2009 oleh empat negara dengan perekonomian yang berkembang pesat, yaitu Brasil, Rusia, India, China. Setahun kemudian, Afrika Selatan bergabung, mengubah namanya menjadi BRICS.

Dalam perkembangannya, BRICS sebagai organisasi non-formal diminati oleh negara-negara lain sehingga memperluas keanggotaan. Pada 2024 negara-negara yang bergabung dalam BRICS adalah Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab.

Terdiri dari negara-negara non-Barat, BRICS kerap dianggap hadir untuk menantang dominasi politik dan ekonomi negara-negara kaya dan berpengaruh di Amerika Utara dan Eropa barat.

Belum termasuk Indonesia, negara-negara anggota BRICS memiliki populasi sekitar 3,5 miliar atau 45 persen dari populasi dunia. Jika digabungkan, ekonomi negara-negara BRICS mencakup sekitar 28 persen dari ekonomi global.

Dengan masuknya Indonesia, posisi BRICS akan semakin kuat, ujar Dr Teuku Rezasyah, dosen hubungan internasional di Universitas Padjadjaran dan President University.

"Indonesia sangat menarik bukan hanya bagi kelompok BRICS, tapi juga bagi kelompok non-BRICS," kata Teuku kepada CNA.

"Perekonomian Indonesia stabil, kemudian pemerintahannya di bawah Prabowo Subianto juga sudah semakin outward looking," lanjut dia.

Indonesia memang telah menyatakan minatnya bergabung dengan BRICS Sejak 2023, namun baru secara resmi mengajukan keanggotaan pada 2024 setelah pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto terbentuk.

"Kementerian Luar Negeri RI menyampaikan apresiasi kepada Rusia sebagai Ketua BRICS 2024, atas dukungan dan kepemimpinannya dalam memfasilitasi bergabungnya Indonesia ke BRICS, serta kepada Brazil sebagai Ketua BRICS 2025 yang telah mengumumkan keikutsertaan Indonesia pada BRICS," ujar pernyataan Kemlu RI.

"Keanggotaan ini merupakan hasil dari keterlibatan aktif Indonesia dengan BRICS selama beberapa tahun terakhir, termasuk saat menghadiri KTT BRICS di Johannesburg pada 2023 di bawah Keketuaan Afrika Selatan, dan KTT Kazan 2024 di bawah Keketuaan Rusia," lanjut Kemlu.

Kemlu RI mengatakan bahwa Indonesia berkomitmen berkontribusi secara aktif dalam agenda BRICS, termasuk mendorong ketahanan ekonomi, kerja sama teknologi, pembangunan berkelanjutan, dan mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan kesehatan masyarakat. 

"BRICS menjadi wadah penting bagi Indonesia untuk menguatkan kerja sama Selatan-Selatan, memastikan suara dan aspirasi negara-negara Global South terdengar dan terwakili dalam proses pengambilan keputusan global," ujar pernyataan Kemlu RI.

"Kami berdedikasi penuh untuk bekerja sama dengan seluruh anggota BRICS, ataupun dengan pihak lainnya, untuk mewujudkan terciptanya dunia yang adil, damai, dan sejahtera."

Teuku mengatakan bahwa ini adalah sebuah "pencapaian kilat" Prabowo dan sebuah bukti bahwa kebijakan luar negeri menjadi salah satu prioritas penting pada pemerintahan kali ini.

"Ini adalah pencapaian kilat Prabowo. Karena beliau sudah melakukan pendalaman soal ini pada saat terpilih sebagai presiden. Prabowo banyak keliling (negara-negara), banyak terlibat dalam forum internasional," kata Dr Teuku.

WASPADAI ANCAMAN DONALD TRUMP

Namun para pengamat mengatakan Indonesia harus mencermati ancaman presiden terpilih AS Donald Trump kepada BRICS.

Pada awal Desember tahun lalu, Donald Trump mengancam akan menerapkan tarif dagang hingga 100 persen bagi negara anggota BRICS jika mereka mewujudkan rencana menciptakan mata uang baru untuk menandingi dominasi dolar AS.

"Kami akan meminta komitmen dari negara-negara agar mereka tidak menciptakan mata uang baru BRICS atau mendukung mata uang lain untuk menggantikan dolar AS, atau mereka akan menghadapi tarif 100 persen," ancam Trump melalui Truth Social.

Presiden terpilih AS Donald Trump mengancam akan menerapkan tarif tinggi jika BRICS mewujudkan rencana membuat mata uang baru untuk menyaingi dolar AS. (Foto arsip: Reuters/Brendan McDermid)

Membuat mata uang BRICS diusulkan oleh Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva pada pertemuan di Johannesburg tahun 2023 lalu. Namun usulan ini belum mendapatkan dukungan sepenuhnya dari anggota BRICS lain.

Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, mengatakan bahwa ancaman Trump harus menjadi perhatian bagi Prabowo.

"Ini yang kita harus hati-hati karena nanti tanggal 20 Januari Trump akan dilantik, dan kekhawatiran saya Trump akan menganggap Indonesia hostile dengan AS," kata Hikmahanto kepada CNA.

"Jika demikian, maka berbagai keistimewaan, fasilitas yang diberikan oleh AS selama ini kepada Indonesia akan dicabut."

AS adalah salah satu mitra dagang utama Indonesia dengan nilai perdagangan mencapai lebih dari US$34,5 miliar (Rp559 triliun) pada 2023.

"Indonesia harus mengkaji bagaimana sikap Donald Trump saat beliau nanti menjadi Presiden Amerika Serikat, dan memikirkan konsekuensi dari bergabungnya Indonesia ke BRICS," ujar Hikmahanto.

Hal senada disampaikan Dr Akbar Kurnia Putra, pakar hukum internasional dari Universitas Jambi. Dia mengatakan bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS akan berdampak pada hubungan Indonesia terhadap blok negara-negara Barat, khususnya pada akses perdagangan internasional.

"Untuk itu, perlu pemahaman yang komprehensif dan langkah strategis bagi pengambil kebijakan di Indonesia dalam memanfaatkan dinamika politik internasional yang terjadi," kata Akbar saat dihubungi CNA.

INDONESIA HARUS TETAP NON-BLOK

Akbar mengatakan, keanggotaan di BRICS berpotensi membatasi ruang gerak politik luar negeri Indonesia, terutama jika terkait isu dengan blok Barat yang digawangi AS dan Uni Eropa yang notabene merupakan rival China dan Rusia dalam berbagai urusan, dari ekonomi hingga pertahanan.

"Indonesia itu punya banyak kepentingan juga dengan blok Barat, khususnya dalam akses pasar," kata Akbar.

Dia melanjutkan, Indonesia berpotensi mengalami "turbulensi dukungan dalam mengakses pasar" di blok Barat jika dianggap berada di kubu Rusia atau China pada BRICS. 

"Produk-produk perdagangan Indonesia akan sulit masuk di blok tersebut. Apalagi saat ini sengketa dagang antara Indonesia dan negara-negara Eropa khususnya mengenai produk sawit dan nikel masih berlangsung," ujar Akbar.

"Artinya, Indonesia harus cerdik dan cerdas memainkan perannya di antara kedua blok."

Kekhawatiran yang sama disampaikan oleh Teuku Rezasyah yang mengatakan bahwa Indonesia bisa dianggap "keluar dari garis negara-negara non-blok" dengan bergabung di dalam BRICS.

Untuk itu, kata Teuku, Indonesia secara khusus harus menegaskan sikapnya kepada AS bahwa bergabungnya Indonesia dalam BRICS adalah pengejawantahan dari politik luar negeri bebas aktif negeri ini.

"Ini harus dikomunikasikan terus menerus. Misalnya ada komunikasi kepada AS bahwa ekonomi Indonesia tetap terbuka. Terbuka untuk investasi, terbuka juga buat pencapaian sistem ekonomi dunia yang berdasarkan keadilan dan mengedepankan hak asasi manusia," tegas Teuku.

Politik bebas aktif adalah prinsip Indonesia dalam menjalin hubungan internasional. Dengan prinsip ini, Indonesia bebas dan tidak memihak pada blok kekuatan tertentu serta aktif berkontribusi mendorong perdamaian, keadilan dan kerja sama internasional.

Dengan prinsip ini, Indonesia menjadi salah satu pelopor dalam Gerakan Non Blok pada 1961, terdiri lebih dari 100 negara-negara yang menyatakan diri tidak beraliansi dengan kekuatan besar mana pun.

Di masa pemerintahan saat ini, Teuku mengatakan bahwa Prabowo ingin menjadikan Indonesia sebagai "kekuatan menengah yang berkualitas". Middle power ini, kata dia, bekerja dengan cara membangun koalisi untuk hal-hal yang praktis seperti percepatan pembangunan dan perdamaian dunia.

"Harus disampaikan kepada AS dan Uni Eropa bahwa masuknya Indonesia ke BRICS akan menguntungkan mereka juga. Karena Indonesia akan jadi negara pertama yang menentang jika BRICS diarahkan menjadi blok ekonomi dan bertarung dengan blok Amerika atau Uni Eropa," ujar Teuku.

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. ​​​​​

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan