Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Indonesia

Pekerja, serikat buruh, dan pengusaha ramai-ramai tolak Tapera

Iuran ini menurut pekerja dan serikat buruh berpotensi menjadi beban tambahan bagi pekerja yang sudah mencicil rumahnya.

Pekerja, serikat buruh, dan pengusaha ramai-ramai tolak Tapera
Ilustrasi Tapera dan Rupiah (iStock)

JAKARTA: Kewajiban pembayaran iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) terus menuai kontroversi.

Besaran iuran Tapera adalah 3 persen dari gaji yang diterima per bulan dengan ketentuan pemberi kerja membayar 0,5 persen dan pekerja membayar 2,5 persen.

Suara-suara penolakan mulai bermunculan dari berbagai kelompok masyarakat termasuk para pekerja, serikat buruh, dan pengusaha.

PENOLAKAN PEKERJA DAN SERIKAT BURUH

“Sebagai freelancer, saya sudah direpotkan oleh banyak iuran mulai dari BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan cicilan rumah,” kata Muhammad Gilang Toni dengan nada frustasi kepada CNA, Selasa (28 Mei).

Gilang mendesak pemerintah untuk menjelaskan lebih jauh mengenai skema pembiayaan dan pilihan rumah dari program Tapera.

Dia juga mengutarakan kekhawatirannya mengenai lokasi perumahan Tapera yang belum diungkapkan sejauh ini.

Gilang mengatakan dia lebih memilih tinggal di Jakarta dibandingkan di lokasi seperti Depok atau Bekasi.

Pekerja lain yang dihubungi CNA juga menyampaikan keluh kesahnya.

Anne Saraswati mempertanyakan efektivitas program Tapera ini karena dia sendiri sedang membayar cicilan rumahnya saat ini.

Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Saepul Tavip dilansir Kontan menegaskan nilai iuran sebesar 2,5% sangat memberatkan pekerja karena angka upah minimum di Indonesia tidak mengalami kenaikan signifikan.

Menurutnya pekerja sudah kewalahan dengan beban iuran dari JKN (Jaminan Kesehatan), JHT (Jaminan Hari Tua) dan JP (Jaminan Pensiun).

Selain itu, dia menekankan tidak ada jaminan pekerja akan mendapatkan rumah dengan membayar iuran.

Saepul menilai pemerintah lebih baik mengefektifkan program manfaat layanan tambahan dari BPJS Ketenagakerjaan yakni kredit kepemilikan rumah (KPR), pinjaman uang muka perumahan (PUMP), pinjaman renovasi perumahan (PRP), dan fasilitas pembiayaan perumahan pekerja/kredit konstruksi (FPPP/KK).

Sementara itu Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Silaban menilai iuran ini akan menjadi beban tambahan bagi pekerja yang sudah mencicil rumahnya.

“Jangan dianggap bahwa pekerja itu hanya kos semua, kalau wajib artinya orang yang sudah punya rumah seperti saya, masa iya harus bayar cicil lagi," kritiknya.

PENOLAKAN PENGUSAHA

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) secara resmi menolak iuran Tapera

Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dilansir Antara menjabarkan kenapa Program Tapera memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja.

Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) periode 2023-2028 yang baru terpilih berfoto bersama Presiden Joko Widodo di Jakarta, 31 Juli 2023. (Apindo)

Menurut Shinta, iuran Tapera akan menambah banyak beban yang harus ditanggung perusahaan

Shinta menjelaskan beban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja sudah sebesar 18,24-19,74 persen dari penghasilan pekerja dengan rincian dari Jaminan Sosial Ketenagakerjaan terdiri atas Jaminan Hari Tua 3,7 persen; Jaminan Kematian 0,3 persen; Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24-1,74 persen; dan Jaminan Pensiun 2 persen.

Kemudian, pemberi kerja juga membayar Jaminan Sosial Kesehatan sebesar 4 persen untuk Jaminan Kesehatan.

Tidak ketinggalan ada juga Cadangan Pesangon sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) sekitar 8 persen.

Shinta juga menilai iuran Tapera ini menduplikasi program sebelumnya, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.

Lebih lanjut, dia mengatakan pemerintah seharusnya lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan, di mana sesuai PP maksimal 30 persen atau Rp138 triliun, maka aset JHT sebesar 460 Triliun dapat di gunakan untuk program MLT perumahan Pekerja.

"Tambahan beban bagi pekerja 2,5 persen dan pemberi kerja 0,5 persen dari gaji yang tidak diperlukan karena bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan," jelasnya.

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.

Source: Others/ew

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan