Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Indonesia

KBRI Seoul akan lobi bebas visa untuk WNI ke Korea Selatan

Pemegang paspor Indonesia yang hendak berkunjung ke Korea Selatan harus mengajukan visa kunjungan, kecuali ke Pulau Jeju.

KBRI Seoul akan lobi bebas visa untuk WNI ke Korea Selatan
Distrik Seongsu di ibu kota Korea Selatan, Seoul, diselimuti salju musim dingin pada 24 Desember 2023. (CNA/Ericssen)
16 May 2024 12:20PM (Diperbarui: 17 May 2024 07:36PM)

SEOUL: KBRI Seoul akan melobi untuk mengupayakan fasilitas bebas visa buat kunjungan singkat Warga Negara Indonesia (WNI) ke Korea Selatan (Korsel).

“Ini sudah lama menjadi perhatian kita,” kata Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI Seoul Teuku Zulkaryadi dikutip kantor berita Antara, Selasa (14 Mei).

Adapun menurut regulasi saat ini, pemegang paspor Indonesia yang hendak berkunjung ke Korea Selatan harus mengajukan visa kunjungan, kecuali ke Pulau Jeju.

DUA KENDALA BEBAS VISA

Ketika ditanya mengapa Indonesia tak kunjung mendapatkan bebas visa kunjungan ke Korea Selatan, Yadi menjelaskan ada dua penyebab.

Kendala pertama adalah asas resiprokal atau timbal balik yang biasanya diberlakukan dalam hubungan diplomatik antara dua negara.

Sejauh ini pemerintah Indonesia belum mengajukan resmi permohonan bebas visa untuk WNI kepada pemerintah negeri “Ginseng”.

Pemegang paspor Korea Selatan saat ini hanya perlu mengajukan Visa on Arrival (VoA) untuk berkunjung ke Indonesia.

Status VoA sebagai ijin keluar-masuk sebuah negara masih satu tingkat di bawah bebas visa.

VoA ini memungkinkan pemegang passpor Korsel tinggal di Indonesia untuk liburan, kunjungan pemerintah, keperluan bisnis, dan transit, selama maksimal 30 hari.

Asas resiprokal melalui VoA ni tidak dapat diminta pemerintah Indonesia karena Korea Selatan tidak memiliki kebijakan VoA.

“Permasalahannya, Korea tidak mengenal kebijakan Visa on Arrival. Sementara kita mintanya bebas visa. Ini masih menjadi perdebatan karena kita belum pernah menemukan timbal balik yang sepadan,” jelas Yadi.

Jika pun  pemerintah Korsel memberikan fasilitas bebas visa, WNI harus tetap mendaftar melalui sistem daring—seperti yang saat ini  diberlakukan Korsel untuk sekitar 70 negara.

Isu pekerja migran Indonesia (PMI) di Korea Selatan menjadi kendala kedua.

Yadi mengungkapkan dari total sekitar 50.000 PMI di Korsel, 10.000 di antaranya adalah ilegal

Secara persentase, angka ini  besar jika dibandingkan dengan negara lain seperti China dan Vietnam.

Dari total 500.000-an pekerja migran China di Korea Selatan, hanya ada 100.000 yang ilegal, sementara Vietnam dari 200.000 pekerja migran hanya ada 20.000-an yang ilegal.

Dengan persentase pekerja ilegal sekitar 20 persen, isu tenaga kerja ilegal dari Indonesia dianggap pemerintah Korsel lebih mengkhawatirkan daripada tenaga kerja ilegal dari China atau Vietnam.

Sementara pemerintah Indonesia menilai penyelesaian isu ini cukup kompleks, karena banyaknya PMI ilegal di Korea menunjukkan banyaknya permintaan dari perusahaan setempat.

Namun, pihak Korsel kemudian bisa membalasnya lagi dengan meminta rincian urusan apa saja yang ilegal.

"Giliran ditanyakan ke teman-teman, enggak ada yang mau kasih tahu perusahaanya mana saja karena berdampak pada sisi pendapatan mereka," tutur Yadi.

KBRI Seoul berencana mengundang Dirjen Imigrasi Indonesia Silmy Karim untuk bertemu Dirjen Imigrasi Korsel dalam forum konsultasi imigrasi bilateral tahun ini guna membahas masalah PMI ilegal itu.

Forum serupa terakhir kali diselenggarakan pada 2020 sebelum pandemi COVID-19, sehingga KBRI Seoul menganggap sudah saatnya kembali menindaklanjuti dialog imigrasi antara kedua negara.

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.

Source: Others/ew

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan