Pasca banjir, Jabodetabek butuh hutan, bukan kawasan wisata
Data menunjukkan bahwa sisa hutan di DAS Ciliwung, Kali Bekasi, dan Cisadane berada di bawah angka 30 persen yang diwajibkan undang-undang.
JAKARTA: Banjir besar yang melanda Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) menjadi peringatan akan pentingnya menjaga hutan penyangga sebagai benteng alami dalam mitigasi bencana.
Namun, alih-alih difokuskan untuk perlindungan alam, pengelolaan hutan di sejumlah wilayah justru lebih condong pada kepentingan pembangunan wisata yang berisiko merusak ekosistem.
Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI), Anggi Putra Prayoga, menegaskan bahwa banjir parah di Jabodetabek seharusnya menjadi pelajaran untuk menyadari urgensi mempertahankan kawasan hutan.
"Sayangnya, hutan tidak lagi dilihat sebagai fungsi ekologis, melainkan sebagai komoditas yang selalu dikalahkan demi berbagai kepentingan," ujarnya, dikutip dari Antara, Jumat (14/3).
Menurut analisis FWI, kawasan hutan di tiga daerah aliran sungai (DAS) utama, yakni Ciliwung, Kali Bekasi, dan Cisadane, mengalami degradasi sekitar 2.300 hektare dari 2017 hingga 2023.
Saat ini, luas hutan yang tersisa di DAS tersebut jauh di bawah ambang batas minimal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UUK), yakni 30 persen dari total luas DAS.
Data sisa hutamenunjukkan angka memprihantinkan yaitu hanya 14 persen di DAS Ciliwung, 4 persen di Kali Bekasi, dan Cisadane 21 persen.
Anggi menyoroti bahwa peran pemerintah juga patut dipertanyakan karena turut berperan dalam penyusutan kawasan hutan, terutama melalui perubahan kebijakan tata ruang yang mempermudah alih fungsi lahan di hulu sungai, misal di Kabupaten Bogor.
Rencana pola ruang Kabupaten Bogor mengalami revisi yang menyebabkan penyusutan kawasan lindung hingga 71.595 hektare, mengalihkannya menjadi kawasan hutan budi daya.
Di kawasan Puncak Bogor, perkebunan teh dan hutan produksi sebelumnya dikategorikan sebagai kawasan lindung dalam Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) yang lama, sehingga pembangunan sangat dibatasi.
Namun, revisi RTRW memungkinkan peruntukan lahan berubah menjadi kawasan budi daya, membuka peluang bagi pembangunan infrastruktur wisata secara masif.
Salah satu contoh nyata adalah alih fungsi daerah resapan air di kawasan Puncak Bogor untuk pembangunan objek wisata Hibisc Fantasy Puncak yang baru-baru ini disegel setelah banjir bandang.
Jika laju deforestasi di hulu DAS tidak segera dikendalikan, ditakutkan risiko banjir di Jabodetabek akan semakin memburuk.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.