Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Indonesia

Pakar hukum: Waspada, RUU MK memang ditolak tapi bisa muncul lagi dari jalan lain

RUU yang diinisiasi DPR pada 13 Mei ini jadi ancaman bagi para hakim MK yang menentang perubahan UU yang meloloskan Gibran menjadi cawapres.

Pakar hukum: Waspada, RUU MK memang ditolak tapi bisa muncul lagi dari jalan lain

Polisi melakukan pemeriksaan keamanan di luar gedung Mahkamah Konstitusi pada 22 April 2024 menjelang putusan sengketa hasil pemilihan presiden. (Foto: CNA/Danang Wisanggeni)

JAKARTA: Penolakan dari partai terbesar di Indonesia berhasil membuat pengajuan revisi undang-undang Mahkamah Konstitusi (MK) di DPR ditolak. Menurut pengamat, Rancangan Undang-Undang (RUU) MK ini mengancam independensi hakim dan memberikan kuasa lebih besar kepada presiden mendatang.

Pada Selasa pekan lalu, DPR memutuskan untuk tidak memajukan RUU tersebut setelah mendapatkan penolakan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). RUU itu memuat soal pengurangan masa jabatan hakim MK dan persyaratan tambahan bagi para hakim agar bisa terus menjabat.

“(PDIP) menolak pasal-pasal yang melemahkan MK, menolak pasal-pasal yang berpotensi menghambat atau merintangi hakim-hakim MK yang obyektif, kritis, dan berani,” kata Politisi PDIP Djarot Saiful Hidayat kepada para wartawan di gedung DPR, Jakarta, pada 28 Mei lalu. Dia juga mengatakan bahwa PDIP akan melobi partai-partai lain untuk turut menolaknya.

Namun meski partai dan para pakar hukum menolaknya, pengamat dan politisi mengatakan upaya perubahan undang-undang yang akan melemahkan MK dan independensi hakimnya masih bisa muncul kembali.

Djarot mengatakan revisi UU ini bisa kembali muncul dalam bentuk RUU yang diinisiasi pemerintah sebagai lembaga eksekutif atau diusulkan anggota DPR periode 2024-2029.

Kompleks Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (DPR dan MPR) di Jakarta pada 12 Januari 2024. (Foto: CNA/Danang Wisanggeni)

Pada 13 Mei, tepatnya di hari terakhir masa reses lima minggu DPR, revisi UU MK dimasukkan dalam daftar RUU yang diajukan dibahas oleh DPR. 

Dalam RUU tersebut, para hakim MK yang telah bertugas antara lima hingga 10 tahun harus mendapatkan persetujuan dari lembaga pengusulnya untuk melanjutkan masa jabatan.

Saat ini, penunjukan hakim MK diusulkan oleh presiden, DPR atau Mahkamah Agung.

RUU itu juga mengatur pengurangan masa jabatan hakim dari 15 tahun menjadi 10 tahun.

RUU juga memuat perubahan pada komposisi anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dengan menyertakan perwakilan dari presiden, DPR, dan Mahkamah Agung. MKMK memiliki kewenangan untuk memecat dan menjatuhkan sanksi hakim MK yang dianggap melakukan pelanggaran etika. 

Para pakar hukum melancarkan kritikan keras terkait RUU yang menurut mereka mengancam independensi hakim MK ini.

"Jika revisi ini diloloskan menjadi undang-undang, kita akan melihat para hakim akan membuat keputusan yang memihak lembaga pengusul, karena taruhannya adalah jabatan mereka," kata Feri Amsari, pakar hukum tata negara dan dosen di Universitas Andalas, Sumatra Barat, kepada CNA.

Saat ini ada tiga hakim yang sudah menjabat antara lima dan 10 tahun, yaitu Dr Suhartoyo, Profesor Saldi Isra dan Profesor Enny Nurbaningsih.

Suhartoyo dan Saldi dikenal sebagai hakim yang menyampaikan perbedaan pendapat atas beberapa keputusan MK yang terkenal, salah satunya perubahan undang-undang pemilu yang memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka menjadi wakil presiden terpilih.

Hakim Mahkamah Konstitusi Indonesia, Saldi Isra (kiri) dan Suhartoyo (kanan) terlihat berdiskusi di tengah-tengah sidang sengketa hasil pemilihan umum pada 22 April 2024. (Foto: CNA/Danang Wisanggeni)

Berkat perubahan UU MK soal batas usia peserta pemilihan presiden, Gibran bisa mendampingi Prabowo Subianto sebagai cawapres pada pemilu Februari lalu. Mereka menang dengan memperoleh 59 persen suara, dan akan dilantik sebagai presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober mendatang.

"Revisi UU MK akan memberikan kendali yang lebih besar bagi presiden dan parlemen untuk menunjuk hakim yang memihak mereka, dan mengganti hakim yang menentang," kata Feri.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi mengumumkan Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (kanan) sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada April 2024. (Foto: CNA/Danang Wisanggeni)

BUKAN PERUBAHAN PERTAMA

Undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi telah direvisi sebanyak tiga kali sejak ditetapkan pada 2003. Perubahan terakhir dilakukan 2020 ketika DPR memutuskan, salah satunya, memperpanjang masa jabatan hakim MK dari 10 menjadi 15 tahun.

Bivitri Susanti, pakar hukum dan dosen di Sekolah Tinggi Hukum Jentera Jakarta, mencatat bahwa revisi-revisi di masa lalu sebagian besar seputar penyesuaian masa jabatan hakim dengan kondisi politik saat itu.

"Yang belum kita lihat dari revisi ini adalah lebih ketat dan transparannya proses pencalonan dan seleksi hakim untuk memastikan MK hanya diisi oleh orang-orang yang tidak hanya memenuhi syarat, tapi juga berintegritas tinggi dan independen," kata dia kepada CNA.

Menurut catatan pakar, revisi UU MK tahun 2020 sangat menguntungkan mantan ketua MK, Profesor Anwar Usman. Tanpa adanya revisi itu, Anwar yang sudah menjabat selama 10 tahun akan berakhir masa tugasnya pada 2021, bukan 2026.

Pada Mei 2022, Anwar yang memimpin MK sejak April 2018 menikahi adik bungsu Presiden Jokowi.

Dia juga merupakan ketua MK terlama menjabat, karena revisi 2020 juga memperpanjang masa jabatan ketua dari dua setengah tahun menjadi lima tahun, dengan kemungkinan terpilih kembali untuk periode berikutnya. 

Beberapa bulan setelah terpilih kembali untuk periode kedua pada Maret 2023, Anwar dicopot jabatannya pada November di tahun yang sama.

Pencopotan dilakukan setelah Anwar dinyatakan bersalah melanggar kode etik terkait keputusan MK pada Oktober yang memuluskan jalan keponakannya, Gibran, untuk menjadi cawapres.

Posisi Ketua MK yang ditinggalkan Anwar kemudian digantikan oleh Suhartoyo.

Feri dari Universitas Andalas mengaku sulit menerka mengapa DPR tiba-tiba ingin merevisi UU MK untuk keempat kalinya.

"Fakta bahwa ada begitu banyak ketidakjelasan tentang bagaimana revisi ini diprakarsai, bagaimana revisi ini tiba-tiba dimasukkan ke dalam daftar RUU yang akan dibahas, menunjukkan bahwa (revisi) ini mungkin bersifat politis," ujarnya.

Andi Agtas, ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR yang berwenang menentukan RUU prioritas, membantah tuduhan tersebut.

Upaya revisi ini dikeluarkan setelah beberapa hakimnya menyatakan berbeda pendapat soal keputusan MK yang menguntungkan Gibran dan sebelum Prabowo dan Gibran dilantik. Menurut Andi seperti dikutip Kompas pada 29 Mei lalu, semua itu "hanya kebetulan".

Andi sendiri adalah anggota dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pimpinan Prabowo. 

Juru bicara MK Fajar Laksono menolak mengomentari rencana revisi UU tersebut.

"MK tidak bisa mengomentari RUU tersebut karena setiap UU yang ditetapkan berpotensi untuk digugat (oleh masyarakat) ke MK," kata Fajar kepada CNA.

Mahkamah Konstitusi Indonesia menolak gugatan atas hasil pemilihan presiden yang dimenangkan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (Foto: AFP/Bay Ismoyo)

DITOLAK, TAPI BISA MUNCUL LAGI

Mahkamah Konstitusi adalah satu-satunya lembaga peradilan yang berwenang mengadili sengketa pemilu dan menghapuskan sebagian atau seluruh UU jika dinyatakan tidak sesuai konstitusi.

Indonesia akan menggelar pemilihan kepala daerah serentak pada 27 November mendatang, dengan 206 juta orang yang akan memilih 39 gubernur, 416 bupati dan 98 walikota.

"Inilah mengapa penting untuk menjaga independensi MK dan hakimnya dari intervensi pihak luar," kata Bivitri.

Meski DPR telah mengeluarkan revisi UU MK dari daftar RUU prioritas, namun percobaan untuk mengubah UU tersebut masih bisa dimunculkan kembali kapan saja sebagai RUU yang diajukan pemerintah.

RUU semacam itu akan dirancang dan diusulkan untuk dibahas oleh menteri hukum dan hak asasi manusia. Menteri saat ini, Yasonna Laoly adalah anggota PDIP yang juga menyuarakan penolakannya terhadap perubahan UU MK.

Para pakar mengatakan bahwa anggota DPR periode 2024-2029, yang didominasi politisi parpol pendukung Prabowo, juga dapat memajukan kembali RUU tersebut.

Koalisi Indonesia Maju pendukung Prabowo diperkirakan akan menguasai 280 dari 580 kursi di parlemen. Dua partai lainnya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) telah menyatakan keinginannya bergabung dalam koalisi Prabowo, berpotensi menghasilkan 417 dukungan anggota DPR.

"Kita harus mewaspadainya dan menolak segala upaya merongrong independensi hakim," kata Bivitri.

"Hanya komite etik yang seharusnya berwenang menilai hakim, dan penilaiannya bahkan hanya terbatas pada etika dan moral mereka. Kewenangan ini tidak boleh diberikan kepada presiden, parlemen atau lembaga lainnya."

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan