Okupansi hotel merosot tajam, PHK massal mengintai karyawan
Salah satu faktor utama penyebab penurunan diduga adalah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah

JAKARTA: Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan adanya penurunan signifikan pada tingkat okupansi hotel di Indonesia selama dua bulan pertama tahun 2025.
Data yang dirilis menunjukkan bahwa tingkat penggunaan kamar hotel pada Januari 2025 tercatat hanya sebesar 48,38 persen. Angka ini anjlok 9,68 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Penurunan lebih lanjut terjadi pada Februari 2025, di mana tingkat okupansi hotel mengalami penurunan lagi sebesar 1,17 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) jika dibandingkan dengan Januari 2025.
Secara keseluruhan, BPS mencatatkan bahwa sebanyak 20 provinsi mengalami penurunan tingkat penggunaan kamar hotel bintang pada Februari 2025. Sementara itu, 18 provinsi lainnya melaporkan adanya peningkatan.
Jakarta tercatat sebagai daerah dengan tingkat okupansi hotel berbintang tertinggi pada Februari 2025, yakni mencapai 59,07 persen.
Peningkatan ini dipicu oleh banyaknya acara besar yang berlangsung, seperti konser dan pameran yang digelar sepanjang bulan tersebut.
Meskipun demikian, rata-rata lama menginap di hotel bintang pada Februari 2025 terbilang relatif singkat, yakni hanya 1,58 malam.
Tamu asing tercatat menginap rata-rata selama 2,37 malam, sementara tamu domestik hanya 1,49 malam.
DAMPAK KEBIJAKAN EFISIENSI ANGGARAN?
Kondisi perhotelan yang sedang mengalami penurunan ini turut mendapat perhatian dari Asosiasi General Manager Hotel Indonesia (IHGMA) dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), yang beberapa waktu lalu melakukan pertemuan serta survei terkait dampak situasi ini terhadap industri perhotelan.
Salah satu faktor utama yang diidentifikasi sebagai penyebab penurunan ini adalah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, terutama terkait dengan pemangkasan belanja perjalanan dinas.
Langkah ini telah berimbas pada berkurangnya jumlah tamu dari kalangan pejabat dan pegawai pemerintah, yang selama ini memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan hotel.
Maulana Yusran, Sekretaris Jenderal PHRI, mengungkapkan bahwa kontribusi perjalanan dinas pemerintah terhadap pendapatan hotel bisa mencapai antara 40 hingga 60 persen. Dengan adanya kebijakan pemangkasan anggaran, pendapatan hotel pun terdampak cukup dalam.
Kondisi ini menambah kekhawatiran di kalangan pelaku industri perhotelan, terutama hotel-hotel berbintang empat dan lima.
Ketua IHGMA Balikpapan, Zuwaini, menyatakan bahwa hotel-hotel ini sangat merasakan dampaknya karena banyak memiliki fasilitas besar seperti ballroom dan ruang pertemuan yang kini sepi peminat.
Bahkan, isu pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan mulai mencuat, mengingat okupansi yang terus menurun.
Sektor yang paling terdampak adalah mereka yang bekerja di layanan ruang pertemuan dan katering. Mengingat sepinya penggunaan ruang-ruang ini, banyak pekerja di sektor tersebut yang kini terancam kehilangan pekerjaannya.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.