Muncul bir dan wine halal di Indonesia, apa kata MUI dan Menag Yaqut?
MUI menekankan sebuah produk halal jika tidak mengandung unsur haram, dari segi bahan maupun penamaannya.
JAKARTA: Kehebohan terjadi setelah munculnya produk bir dan wine halal di pasar Indonesia, memicu reaksi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Produk-produk tersebut dengan nama-nama kontroversial seperti tuyul, tuak, dan rum, dilaporkan telah memperoleh sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama melalui jalur self declare.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, menekankan bahwa hasil investigasi MUI memvalidasi laporan masyarakat terkait produk-produk yang memicu keresahan di kalangan umat Muslim itu.
Dikutip dari Inilah.com pada Selasa (1/10), Asrorun menegaskan bahwa sertifikasi halal produk ini dilakukan tanpa melalui audit dari Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) serta tanpa penetapan kehalalan dari Komisi Fatwa MUI.
"MUI tidak bertanggung jawab atas klaim kehalalan terhadap produk-produk tersebut," ujar Asrorun, mengatakan bahwa nama-nama produk seperti itu tidak sesuai dengan standar fatwa yang berlaku di MUI.
MUI mengacu pada Fatwa Nomor 4 Tahun 2003 dan Fatwa Nomor 44 Tahun 2020 yang secara tegas melarang penggunaan nama atau simbol yang mengarah pada kekufuran, kemaksiatan, atau berkonotasi negatif pada produk yang disertifikasi halal.
Menurut MUI, sebuah produk hanya dapat dinyatakan halal jika tidak mengandung unsur haram, baik dari segi bahan maupun penamaannya.
Belakangan, nama-nama produk tersebut tidak lagi ditemukan dalam aplikasi BPJPH.
Miftahul Huda, Sekretaris Komisi Fatwa MUI, memperingatkan bahwa sertifikasi halal melalui metode self declare sangat rentan disalahgunakan.
Direktur Halal Corner, Aishah Maharani, juga mengkritik metode self declare tanpa audit dari LPH, karena sering kali menimbulkan masalah.
"Ini bisa merusak reputasi Indonesia dalam penjaminan produk halal di mata global, karena metode yang tidak profesional. Perlu ada perbaikan. Jika tidak, lebih baik metode ini dihapus," tegasnya.
Menanggapi kontroversi ini, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan bahwa pihaknya akan mengkaji ulang produk-produk yang dinilai tidak layak mendapatkan sertifikat halal, meskipun telah mendapatkannya.
"Saya belum tahu, kalau begitu kita cek dulu ya, apakah benar seperti itu," ujar Menag Yaqut kepada CNN Indonesia pada Minggu (29/9) di Tokyo.
Menag juga mengimbau Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) yang telah diakui BPJPH untuk lebih selektif dalam mensertifikasi produk-produk luar negeri yang akan masuk ke pasar Indonesi
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini