Mahalnya harga obat Indonesia, Kepala BPOM beberkan alasannya
Industri farmasi mampu menghasilkan pendapatan sebesar Rp100-140 triliun per tahun.

JAKARTA: Tingginya harga obat di tanah air terutama jika dibanding dengan negara tetangga seperti Malaysia kerap menjadi keluhan.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, mengungkapkan alasan di balik harga obat yang mahal di Indonesia.
Meskipun banyak pihak beranggapan bahwa tingginya harga obat disebabkan oleh ketergantungan pada impor bahan baku, Taruna menegaskan bahwa faktor ini bukan satu-satunya penyebab.
"Harga obat sering kali dianggap mahal karena kita harus mengimpor bahan baku, dan memang harganya naik. Namun, bukan hanya itu penyebabnya. Ada faktor lain, yakni maturitas industri farmasi," ungkap Taruna usai menghadiri acara Focus Group Discussion (FGD) BPOM di Jakarta pada Selasa (24/9).
Maturitas industri farmasi sangat penting untuk menunjukkan kualitas produksi obat dalam negeri.
Menurut Taruna, dilaporkan oleh Suara.com, saat ini industri farmasi Indonesia berada pada tingkat maturitas menengah, yang disebutnya sebagai "kalkulatif".
Kondisi ini memengaruhi harga dan produksi obat.
Dari sekitar 200 perusahaan farmasi yang ada di Indonesia, hanya satu perusahaan yang telah mencapai tingkat maturitas tinggi.
"Meningkatkan maturitas perusahaan farmasi akan membuka peluang lebih besar bagi mereka untuk melakukan ekspor. Produk yang memiliki kualitas terjamin tentu lebih mudah diterima di pasar global," jelas Taruna.
Ia menambahkan bahwa jika seluruh perusahaan farmasi di Indonesia berhasil mencapai tingkat maturitas tertinggi, dampaknya akan terasa pada berbagai aspek, termasuk penurunan harga obat.
"Jika produksi obat meningkat, harga tentu akan turun. Sebaliknya, jika produksi terbatas, harga akan naik," tambahnya.
BPOM mencatat bahwa industri farmasi Indonesia mampu menghasilkan pendapatan sebesar Rp100-140 triliun per tahun.
Taruna optimistis, jika maturitas dan produksi terus meningkat, pendapatan tersebut bisa berlipat ganda.
Dengan populasi lebih dari 282 juta jiwa, Indonesia memiliki pangsa pasar yang besar untuk distribusi obat dalam negeri.
"Selain memenuhi kebutuhan dalam negeri, industri farmasi juga harus mulai memikirkan ekspor," ujar Taruna.
Menurutnya, jika produk-produk farmasi Indonesia terakreditasi dengan baik, mereka dapat diekspor ke berbagai negara, termasuk Eropa, Amerika, dan Afrika.