Krisis lahan makam Jakarta, 69 dari 80 TPU sudah penuh, apa penyebabnya?
Dalam sepuluh tahun terakhir, perluasan area TPU hanya mencapai 3,5 persen, jauh dari cukup untuk menampung jenazah baru.
Pemakaman umum Tanah Kusir di Jakarta Selatan. (iStock)
JAKARTA: Dari total 80 tempat pemakaman umum (TPU) di Jakarta, sebanyak 69 TPU kini sudah penuh. Kondisi ini membuat sebagian besar lokasi hanya melayani pemakaman tumpang atau khusus bagi makam keluarga.
Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan (Distamhut) DKI Jakarta, Fajar Sauri, mengatakan keterbatasan lahan menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan layanan pemakaman di ibu kota.
“Dari 80 lokasi TPU yang tersebar di lima wilayah DKI, 69 TPU sudah penuh dan hanya menerima pelayanan makam tumpang,” ungkap Fajar.
Ia memperingatkan, tanpa terobosan besar, ketersediaan lahan pemakaman di Jakarta hanya akan bertahan sekitar tiga tahun ke depan.
APA PENYEBAB MASALAH LAHAN?
Distamhut diwartakan Kompas, Minggu (26/10), mencatat, jumlah kematian di Jakarta terus meningkat, sementara lahan pemakaman tidak bertambah signifikan.
Dalam sepuluh tahun terakhir, perluasan area TPU hanya mencapai 3,5 persen, jauh dari cukup untuk menampung jenazah baru.
Masalah makin kompleks karena harga tanah di Jakarta tergolong sangat tinggi — bahkan mencapai Rp15 juta per meter persegi di wilayah pusat kota.
Upaya pemerintah untuk membeli atau memperluas lahan baru pun kerap terkendala anggaran terbatas dan penolakan warga. Banyak masyarakat menolak keberadaan TPU di dekat permukiman karena dianggap bisa menurunkan nilai tanah dan mengganggu kenyamanan lingkungan.
Akibat keterbatasan lahan, sistem pemakaman tumpang menjadi solusi umum di banyak TPU Jakarta. Dalam satu liang lahat, bisa dimakamkan hingga lima jenazah dari satu keluarga, dengan jarak minimal tiga tahun antarjenazah.
Praktik ini diterapkan di sejumlah TPU besar seperti Kebagusan, Tanah Kusir dan Pondok Kopi, di mana satu nisan bisa menampung tiga hingga lima nama. Namun, kebijakan ini tidak lepas dari tantangan baru — mulai dari kebingungan identifikasi makam, pungutan liar, hingga izin sewa ulang ilegal di TPU lama.
“Banyak makam lama tidak diperpanjang izinnya, lalu disewakan kembali oleh oknum tanpa izin resmi,” beber Fajar.
SOLUSI JANGKA PENDEK DAN PANJANG
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menyiapkan sejumlah strategi untuk mengatasi krisis lahan makam, di antaranya:
- Optimalisasi lahan TPU eksisting dengan penataan ulang area kosong atau tak terpakai.
- Pemanfaatan TPU khusus COVID-19, seperti di Rorotan dan Tegal Alur, menjadi TPU reguler. Banyak makam COVID-19 kini tak lagi memiliki ahli waris aktif.
- Kerja sama lintas daerah dengan wilayah penyangga seperti Depok dan Tangerang untuk menyediakan TPU regional.
- Perluasan TPU Pegadungan di Jakarta Barat dan pembangunan TPU baru di Tegal Alur seluas 66 hektar.
“Kami berharap tambahan lahan ini mampu menampung kebutuhan hingga beberapa tahun mendatang,” ujar Fajar.
Sementara itu, sebagian warga kelas menengah dan atas memilih pemakaman di Karawang atau Bogor, di mana lahan masih luas dan pengelolaan lebih teratur.
Namun bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pilihan itu tidak realistis karena biayanya tinggi dan jarak yang jauh dari keluarga.