Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Indonesia

Kisah Kang Darga: Menukar sampah jadi berkah di Kota Hujan

Melalui bank sampah miliknya, Darga mencoba membantu menyelesaikan masalah sampah di Kota Bogor, sekaligus memberikan pemasukan tambahan bagi warga. 

Kisah Kang Darga: Menukar sampah jadi berkah di Kota Hujan

Darga Sulthon, pemilik Bank Sampah Barokah di Bogor, Jawa Barat. (CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Artikel ini adalah bagian dari seri 'Hero adalah Kita'.

BOGOR, Jawa Barat: Mobil pick up yang baru dibelinya mendadak mogok di tengah jalan, Darga Sulthon meminta maaf karena akan telat menemui kami.

"Maaf tunggu sebentar ya Kang, mobil saya mogok di Cilebut," kata Darga kepada CNA yang telah tiba di Bank Sampah Barokah miliknya di daerah Tanah Sereal, Bogor, Jawa Barat, pertengahan bulan ini.

Sekitar satu jam kemudian, Darga tiba dan langsung menyapa kami yang menunggu di gudang pemilahan sampah di tepi kali kecil yang bermuara ke Ciliwung itu.

"Kita baru ada kendaraannya bulan ini, itu juga second, untuk memaksimalkan pengangkutan," ujar Darga soal mobilnya yang mogok.

Mobil itu adalah Suzuki Carry Futura keluaran tahun 1990-an, jadi wajar jika sesekali 'ngadat'. 

Sampah plastik hasil pemilahan oleh warga Kota Bogor yang dikumpulkan oleh Darga Sulthon. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Meski kendaraan itu tua, namun Darga bahagia karena sudah punya mobil pengangkut sendiri setelah beberapa tahun berkecimpung di usaha dan edukasi pemilahan sampah. Sebuah kemajuan kecil yang patut disyukuri.

"Alhamdulillah dikasih kemudahan, sampai kita ada kendaraan dan gudang," kata pria 38 tahun itu.

Selain tidak perlu lagi sewa mobil setiap kali mengangkut sampah, kini Darga bisa lebih jauh menjangkau ke beberapa kabupaten di Bogor.

Dia juga baru memiliki gudang sendiri yang cukup besar di daerah Cibuluh untuk pengumpulan sampah daur ulang. Tempat sebelumnya di Tanah Sereal terlalu kecil untuk menampung sampah kiriman dari masyakat yang kian antusias.

Darga Sulthon di depan gudang barunya di Bogor, Jawa Barat. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Bank Sampah Barokah yang dikelolanya adalah satu sekitar 300 usaha serupa di kota Bogor. Dinamakan bank sampah, karena masyarakat bisa langsung menukarkan sampah mereka yang sudah dipilah dengan sejumlah uang.

"Uangnya bisa ditabung oleh 'nasabah', dibayarkan tunai, atau tukar sembako," kata Darga.

BUKAN MENGAJARKAN JADI PEMULUNG

Darga mulai belajar soal pemilahan sampah sejak 2010 ketika dia aktif pada kegiatan pelestarian lingkungan di karang taruna Kota Bogor. Setelah berjalan beberapa tahun, bisnis bank sampah miliknya diakui oleh kelurahan dengan surat keputusan pada 2021.  

Sesuai namanya, bank, Bank Sampah Barokah menampung sampah rumah tangga yang dikirim para nasabahnya. Tapi bukan sampah sembarangan, melainkan sampah daur ulang yang telah dipilah dengan rapi sesuai dengan jenisnya. 

Misalnya sampah plastik, kertas, logam, kaleng dipisahkan dalam kantong berbeda agar mudah didaur ulang. 

Masyarakat datang berbondong-bondong ke penimbangan bank sampah membawa sampah mereka yang telah dipilah. Setelah ditimbang, warga mendapatkan uang sesuai dengan beban sampah yang dibawa. Bank sampah sendiri tidak mengambil untung besar.

"Harganya variatif, berbeda tergantung jenisnya, dan naik-turun. Contoh kardus dari pabrik itu harganya Rp2.000 (per kilogram), bank sampah membayar kepada warga Rp1.500, ada margin Rp500 (untuk bank sampah)," kata pria yang akrab disapa Kang Darga oleh warga ini.

Penimbangan sampah hasil pemilahan warga untuk daur ulang oleh Darga Sulthon. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Dari situ, sampah tersebut kemudian diserahkan ke pengepul yang telah ditunjuk oleh perusahaan daur ulang. 

Setiap kali pengumpulan, Darga bisa mendapakan 300kg sampah. Selain sampah daur ulang, ayah dua anak ini juga mengumpulkan minyak jelantah untuk diolah kembali.

Untuk minyak jelantah, Darga mengumpulkannya dengan mendatangi restoran mitra dan rumah warga secara rutin. Dia membawa beberapa jerigen besar yang mampu menampung sekitar 90kg jelantah, dijejalkan  di atas motor Honda Kirana tuanya.

"Jelantah bisa diolah untuk bahan baku biosolar, untuk lilin, atau sabun pencuci lap," kata Darga.

"Kalau dibuang ke tanah atau sungai, jelantah bisa mencemarinya. Kalau dikonsumsi lagi, bisa memicu serangan jantung, kanker, atau yang lain," lanjut dia.

Minyak jelantah yang dikumpulkan dari warga oleh Bank Sampah Barokah pimpinan Darga Sulthon di Bogor, Jawa Barat. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Namun menampung sampah adalah sebagian kecil dari kerja bank sampah. Sebagian besar waktu Darga dihabiskan untuk memberikan edukasi secara sukarela kepada masyarakat mengenai pentingnya pemilahan sampah bagi lingkungan.

"Kegiatan bank sampah bukan hanya menjadi solusi permasalahan sampah, tapi kita juga ingin menyelesaikan permasalahan sosial. Karena dari kegiatan lingkungan ini ada nilai yang bisa dirasakan masyarakat yaitu kompensasi (uang)," kata dia.

Ada sekitar 90 kepala keluarga di Kota Bogor yang mendapatkan edukasi dan arahan rutin dari Bank Sampah Barokah soal pemilahan sampah. Darga juga kerap dipanggil untuk melakukan edukasi ke sekolah-sekolah terkait pemilahan sampah. 

"Kami edukasi ke masyarakat tentang apa itu sampah, jenis sampah dan pengolahannya. Sampah organik bisa dijadikan pupuk kompos, atau budidaya magot. Kalau untuk sampah anorganik, seperti plastik, kertas, logam itu bisa dibawa ke industri daur ulang," ujar Darga.

Darga Sulthon ketika memberikan edukasi tentang pemilahan sampah kepada masyarakat Kota Bogor, Jawa Barat. (Foto: Dok. Darga Sulthon)

Darga mengatakan bahwa dia memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa "sampahku adalah tanggung jawabku".

"Sampah plastik butuh ratusan tahun untuk bisa terurai, sementara umur kita hanya 60 sampai 70 tahunan. Jangan sampai sampah yang kita buang jadi dosa jariyah," kata Darga.

Sampah plastik yang sulit terurai adalah salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan, dan jumlahnya terus bertambah karena kurangnya pengelolaan sampah dan kesadaran masyarakat di negara ini.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam data tahun 2017 yang dilansir Kompas menyebutkan timbunan sampah plastik nasional mencapai 9,2 juta ton. Diperkirakan pada 2025, jumlahnya naik mencapai 9,9 juta ton.

Masyarakat turut menyumbang pada banyaknya timbunan sampah plastik ini. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tentang perilaku ketidakpedulian lingkungan hidup tahun 2018, sebanyak 72 persen masyarakat Indonesia tidak peduli dengan sampah. 

Tumpukan sampah yang akan didaur ulang hasil pemilahan oleh warga yang dikumpulkan Darga Sulthon. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Peneliti Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Wahyu Purwanta pada penelitiannya tahun 2022 menyebutkan bahwa dari 41 juta ton sampah yang terkumpul dari 149 kota/kabupaten dalam satu tahun, sampah yang berhasil terkelola hanya sebesar 43 persen. Dilansir situs BRIN, Wahyu menemukan bahwa 80 persen masyarakat Indonesia tidak memilah sampah.

Menurut Darga, sampah akan sulit didaur ulang jika sudah tercampur dengan sampah lainnya. Itulah yang membuat edukasi soal pemilahan sampah menjadi sangat penting. Selain itu, sampah hasil pemilahan itu juga bisa memberikan pemasukan tambahan bagi masyarakat.

"Kita tidak mengajarkan menjadi pemulung, tapi kalau mereka sudah teredukasi, maka sampah bisa dilihat sebagai cuan," kata Darga.

Selain mengedukasi soal pentingnya pemilahan sampah daur ulang, Darga juga mengajarkan kerajinan dari sampah, misalnya membuat kain pegangan panci dan yang lainnya. 

"Kaos bekas bisa jadi bermanfaat, tidak jadi sampah tapi produk bernilai ekonomi," kata dia.  

Darga Suithon membawa karung sampah daur ulang hasil pengumpulan dari warga di Bogor. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

BIAYA MELAHIRKAN DARI SAMPAH

Darga sebelumnya sempat kerja di pabrik sebelum di-PHK dan memutuskan purnawaktu menekuni bank sampah. Dia mengaku senang memberikan edukasi kepada masyarakat sejak masih berkecimpung di Karang Taruna.

Awalnya dia sempat bimbang apakah yang dijalaninya ini akan memberikan dampak kepada masyarakat, diri dan keluarganya. Namun setelah ditekuni dengan niat berbuat kebaikan, Darga mengaku telah tercukupi kebutuhannya dari usahanya ini.

"Dasarnya saya memang senang berkegiatan sosial. Saya berbuat dulu saja kebaikan, rezeki akan ikut," kata dia.

Bank sampah menurutnya telah menjadi solusi permasalahan sosial, yaitu masalah sampah sekaligus membantu perekonomian masyarakat. 

"Yang biasanya lingkungannya agak kotor, dengan adanya edukasi (pemilahan sampah) sudah mulai agak berkurang," kata dia.

Darga sudah memiliki rencana untuk mengembangkan program bank sampahnya agar semakin berdampak kepada masyarakat. Salah satunya adalah sebuah program yang dia namakan "Kelahiran Bahagia".

Dia menjelaskan, program ini akan membantu ibu hamil dalam pembiayaan persalinan dengan cara menabung sampah setiap bulannya.

"Banyak masyarakat menengah ke bawah belum mempersiapkan untuk bersalin, belum punya BPJS. Ini juga untuk menekan kematian ibu dan anak," kata dia.

Nantinya, ibu hamil akan menabung sampah di Bank Sampah Barokah selama masa kehamilan. Oleh relawan kesehatan uang hasil menabung sampah ini akan digunakan untuk mendaftar BPJS dan iurannya, serta dibantu transportasi ke rumah bersalin.

"Kami telah bekerja sama dengan relawan kesehatan, kami support di sampahnya," lanjut dia.

Bank Sampah Barokah, kata Darga, juga telah menandatangani nota kesepakatan dengan lembaga pelatihan kerja untuk program magang ke Jepang. Dalam rencana ini, orang tua bisa mendaftarkan anak mereka magang ke Jepang dengan menabung di bank sampah untuk membiayai sebagian ongkosnya.

"Intinya adalah bagaimana kami bisa menyelesaikan permasalahan sosial," ujar dia.

Darga Sulthon dalam salah satu kegiatan penimbangan sampah untuk didaur ulang. (Foto: Dok. Darga Sulthon)

MEMBUKA LAPANGAN PEKERJAAN

Beberapa hari setelah wawancara dengan CNA, mobil Carry Futura yang sempat mogok sudah mulai beroperasi. Galon-galon air minum, kardus bekas, ember, plastik dan kertas penuh sesak membubung tinggi di bak mobil tersebut.

Dengan mobil itu, Darga keliling ke beberapa tempat penimbangan untuk mengumpulkan sampah terpilah. Karena sampah kering itu berupa plastik dan kertas, tidak bercampur dengan sisa makanan, maka tidak ada bau busuk yang menguar.

Mobil milik Bank Sampah Barokah pimpinan Darga Sulthon yang digunakan untuk mengangkut sampah dari masyarakat. (Foto: Darga Sulthon)

Selain membantu masyarakat, Darga mengaku kegiatannya itu juga telah membantu diri dan keluarganya. Per bulan, dia mendapatkan pemasukan sekitar Rp8 juta dari kegiatan itu.

"Kalau dari segi bisnis, jika ditekuni, ini menguntungkan, asal dikejar volumenya," kata dia. 

Dari bank sampah itu juga, dia berhasil membuka lapangan pekerjaan bagi saudara-saudaranya. Darga mengaku akan terus melakoni pekerjaan ini dan meniatkannya sebagai ibadah.

"Apa yang bisa bermanfaat buat masyarakat dan Allah ridho, jalanin saja. Kita tidak akan tahu, siapa tahu kegiatan ini yang mengantarkan kita ke Surga-Nya," kata dia.

Darga Sulton, pendiri Bank Sampah Barokah di Bogor, Jawa Barat. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

'Hero adalah Kita' adalah seri tulisan yang mengangkat kisah inspiratif dari pahlawan sehari-hari di Indonesia. CNA Indonesia menyoroti individu-individu yang berdedikasi tulus demi kebaikan masyarakat dan lingkungan di sekitar mereka.

Seri ini adalah bentuk apresiasi kami kepada mereka yang sering kali tidak terlihat namun berdampak besar bagi banyak orang. Ayo sama-sama kenali dan hargai para pahlawan di sekitar kita, karena Hero adalah Kita!

Kenal sosok pahlawan di sekitarmu yang telah membantu masyarakat? Beri tahu kami lewat email di cnaindonesia [at] mediacorp.com.sg.

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya.
Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan