Skip to main content
Iklan

Indonesia

Indonesia punya rudal balistik pertama di Asia Tenggara, akankah memicu perlombaan senjata ASEAN?

Pakar mengatakan, negara-negara Asia Tenggara biasanya menghindari pengadaan rudal balistik modern karena sifatnya yang ofensif, namun berkat Indonesia kebiasaan itu akan berubah.

 

Indonesia punya rudal balistik pertama di Asia Tenggara, akankah memicu perlombaan senjata ASEAN?

Sistem rudal balistik KHAN. (Gambar: Roketsan)

SINGAPURA: Indonesia diduga diam-diam telah menempatkan sistem rudal balistik jarak-pendek buatan Turki di Kalimantan Timur. Menurut para pakar, langkah ini akan mengubah keseimbangan kekuatan di kawasan Asia Tenggara.

Para pakar mengatakan, belum ada negara di Asia Tenggara yang memiliki kemampuan operasional rudal balistik modern. Dengan kemampuan serangan cepat dan presisi tinggi yang kini dimiliki Indonesia, ujar mereka, dinamika sistem pertahanan kawasan diperkirakan akan mengalami perubahan.

Dikaitkan dengan relokasi ibukota dari Jakarta menuju IKN, serta memanasnya ketegangan di Laut China Selatan, pakar mengatakan keputusan memiliki rudal balistik menunjukkan pergeseran yang terukur Indonesia dari Indonesia yang sebelumnya defensif menuju postur yang lebih gesit dengan daya tangkal yang proaktif.

Secara geopolitik, langkah ini menegaskan pergeseran Indonesia dari ketergantungan pada negara-negara Barat menuju hubungan yang lebih beragam dengan mitra lain seperti Turki, serta memperkuat posisi tawarnya dalam dinamika kekuatan global.

Para pakar mengatakan, lokasi penempatan rudal balistik di Kalimantan Timur juga menunjukkan adanya pertimbangan geopolitik, geografis dan simbolis. 

Kaltim diduga dipilih karena lokasinya yang relatif aman dari serangan langsung, posisinya yang strategis menghadap jalur pelayaran utama di bagian utara, dan perannya sebagai tempat ibukota baru, IKN, berdiri. Jadi, penempatan rudal di Kaltim dianggap ideal untuk melindungi negara sekaligus IKN.

Sistem rudal balistik KHAN yang dikembangkan oleh produsen senjata asal Turki, Roketsan, pertama kali terlihat oleh penghobi militer di Mako Raipur A Yonarmed 18 Buritkang (Yonarmed 18) di Tenggarong, Kalimantan Timur.

Foto-foto rudal KHAN mulai beredar di halaman Facebook Sahabat Keris pada 1 Agustus dan telah banyak diberitakan oleh blog pertahanan serta media Indonesia, salah satunya Kompas.

Rudal balistik KHAN dilaporkan terlihat di Mako Raipur A Yonarmed 18 Buritkang, Kalimantan Timur, pada 1 Agustus 2025. (Foto: Facebook/ASEAN Defense Studies)

Rudal balistik adalah rudal berpeluncur roket yang bisa membawa hulu ledak konvensional atau nuklir. Menurut situs Defence Security Asia, rudal KHAN yang dimiliki Indonesia memiliki jarak tembak hingga 280km, memungkinkan serangan hingga ke perairan sengketa.

Indonesia telah memesan rudal KHAN sejak 2022, menjadikannya negara pertama yang memiliki senjata ini di luar Turki, seperti yang disampaikan oleh wakil general manajer Roketsan, Murat Kurtulus, ketika itu.

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengonfirmasi pengiriman rudal balistik jarak-pendek tersebut dari Turki ke Indonesia. 

Dia mengatakan, ini adalah gelombang pertama pembelian oleh Kementerian Pertahanan dan belum diserahterimakan kepada TNI AD. Karena itulah, dia tidak bisa berkomentar apakah sistem rudal telah resmi ditempatkan di Kaltim.

Wahyu tidak memberikan rincian soal berapa rudal KHAN yang dibeli Indonesia dan di mana saja akan ditempatkan.

Kepala Biro (Karo) Infohan Setjen Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang mengatakan kepada CNA Indonesia Kamis pekan lalu bahwa mereka "belum monitor update" terkait rudal tersebut.

PERTAMA DI ASIA TENGGARA, TAPI BUKAN YANG TERAKHIR?

Indonesia adalah negara pertama di Asia Tenggara yang memiliki sistem rudal balistik taktis modern - alat utama sistem senjata (alutsista) yang biasanya dimiliki kekuatan militer besar di luar kawasan.

Menurut Ridzwan Rahmat, pengamat pertahanan di lembaga riset Janes di Singapura, kepemilikan rudal balistik oleh Indonesia akan memicu perlombaan senjata di Asia Tenggara.

Ridzwan mengatakan, sampai sekarang secara umum negara-negara di kawasan menghindari pengadaan rudal balistik karena sifatnya yang ofensif, bukan hanya untuk defensif.

Namun kondisi itu sepertinya akan berubah.

Langkah Indonesia, kata dia, akan memicu negara-negara ASEAN lainnya untuk memiliki rudal balistik sendiri serta meningkatkan sistem pertahanan udara.

Di Asia Tenggara, Vietnam diketahui memiliki rudal balistik kelas Scud era Soviet dan turunannya dari Korea Utara seperti Hwasong-6, dengan jangkauan antara 300 hingga 500 km. Namun, alutsista tersebut berasal dari era Perang Dingin dan bukan merupakan akuisisi baru.

Sementara itu Myanmar diyakini memiliki rudal balistik Hwasong-5 buatan Korea Utara dan BP-12A buatan China yang bisa diluncurkan dengan sistem peluncur rudal SY-400. Namun, sampai saat ini belum ada konfirmasi resmi soal apakah rudal-rudal tersebut sudah beroperasional.  

Ridzwan mengatakan, kepemilikan rudal KHAN oleh Indonesia akan mengubah keseimbangan kekuatan regional.

“Saya khawatir dengan kemungkinan terjadinya perlombaan senjata,” ujarnya.

“Ini adalah rudal pertama dari jenisnya di kawasan, dan sampai sekarang, negara-negara (Asia Tenggara) menahan diri untuk tidak mengakuisisi rudal balistik taktis karena jangkauannya serta sifat senjatanya yang sulit ditangkis karena batas waktu intersepsinya yang sempit."

Langkah Indonesia ini akan berimplikasi ganda, kata Beni Sukadis, pakar militer dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (LESPERSSI).

Beni berpendapat, kepemilikan rudal balistik memang akan meningkatkan postur pertahanan Indonesia namun juga akan menambah kekhawatiran negara-negara tetangga dan kekuatan-kekuatan besar yang memiliki kepentingan di kawasan.

"Mereka mungkin melihat langkah ini sebagai eskalasi militer yang berpotensi memicu perlombaan senjata di Asia Tenggara."

Meskipun penempatan rudal KHAN tersebut sah dalam konteks pertahanan nasional, namun Beni mengatakan bahwa Indonesia tetap perlu mengedepankan transparansi dan diplomasi pertahanan agar tidak menciptakan persepsi ancaman yang berlebihan serta demi menjaga stabilitas kawasan.

Khairul Fahmi, pakar militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) di Jakarta, mengatakan bahwa pengadaan rudal balistik perlu dilihat dalam kerangka postur militer Indonesia yang "aktif dan defensif", bukan sebagai alat ekspansi atau provokasi.

"Dengan kata lain, penguatan ini bersifat responsif terhadap dinamika kawasan dan global, bukan agresif," kata Khairul.

Meski begitu, Khairul mengakui bahwa langkah Indonesia ini akan memicu negara-negara tertentu di kawasan untuk mulai mempertimbangkan memiliki rudal balistik juga.

Vietnam dan Thailand misalnya, kata Khairul, mungkin akan mulai mengkaji kebutuhan dan implikasi dari pengembangan sistem rudal serupa, terutama jika terjadi peningkatan ketegangan di Laut China Selatan atau jika kompetisi regional menguat.

Khairul memprediksi respons tersebut mungkin terjadi dalam jangka menengah, sekitar tiga hingga tujuh tahun ke depan. Pasalnya, tidak semua negara anggota ASEAN memiliki kapasitas fiskal, basis industri pertahanan, atau justifikasi strategis yang cukup kuat untuk mengadopsi teknologi pertahanan baru dengan cepat. 

Soal mengapa sampai saat ini Indonesia belum mengungkapkan jumlah rudal KHAN yang telah dibeli, menurut Khairul hal itu bisa dipahami karena biasanya informasinya terbatas atau bahkan rahasia.

"Keterbukaan penuh atas jumlah, spesifikasi dan penempatannya, dapat membuka celah yang merugikan kepentingan pertahanan nasional," kata dia.

MENGAPA DI KALIMANTAN TIMUR?

Penempatan rudal KHAN dekat IKN juga merupakan langkah yang penting, kata para pengamat.

"Penggelaran sistem senjata strategis seperti KHAN mengirimkan sinyal bahwa Indonesia serius dalam membangun arsitektur pertahanan untuk melindungi pusat pemerintahan baru dari berbagai skenario ancaman, termasuk serangan rudal presisi jarak jauh," kata Khairul.

Rencana penempatan rudal balistik di Kaltim pertama kali disampaikan pada Januari 2024 oleh Mayjen TNI Mohammad Naudi Nurdika yang ketika itu menjabat Komandan Pusat Kesenjataan Artileri Medan (Danpussesarmed).

Berdasarkan postingan di akun Instagram Pusat Kesenjataan Artileri Medan TNI AD, Naudi yang ketika itu berkunjung ke Mako Raipur A Yonarmed 18 Buritkang mengonfirmasi adanya persiapan kedatangan rudal baru di IKN.

Beni mengatakan pemindahan ibukota dari Jakarta ke IKN tidak hanya mencakup aspek administratif dan pemerintahan, tetapi juga berimplikasi pada reposisi postur pertahanan nasional, termasuk markas komando dan sistem pertahanan strategis. 

"Mengingat Kalimantan Timur akan menjadi pusat pemerintahan baru, keberadaan sistem pertahanan yang andal dan terintegrasi sangat krusial untuk menjamin keamanan wilayah dan pusat kekuasaan nasional," kata Beni.

Keberadaan IKN sebagai ibukota baru Indonesia menempatkan Kalimantan sebagai bagian dari lapis pertahanan inti dan menengah bagi wilayah IKN di masa mendatang. 

Menurut Khairul, Kaltim dipilih sebagai lokasi penempatan rudal karena secara geografis provinsi ini relatif aman dari ancaman langsung, sehingga cocok sebagai pangkalan logistik dan peluncuran sistem senjata strategis dengan tingkat survivabilitas tinggi.

Kaltim juga memiliki nilai strategis karena berdekatan dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II yang kerap dilintasi kapal perang asing dan kapal militer dalam lalu lintas internasional.

ALKI II melintasi Selat Makassar antara Kalimantan dan Sulawesi, Laut Flores, serta Selat Lombok. Jalur ini memungkinkan kapal-kapal internasional untuk melintas antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang memberikan hak lintas melalui alur laut kepulauan yang telah ditetapkan.

Kondisi tanah yang lebih kering dan padat di Kalimantan Timur juga menjadi kondisi ideal untuk penempatan satuan rudal bergerak. Dipasang pada platform mobilitas tinggi Tatra 8x8, rudal KHAN dirancang untuk operasi cepat “tembak-dan-gerak” — menembak, berpindah lokasi, dan menghindari serangan balasan, ujar Ridzwan dari Janes.

“Dibandingkan dengan pulau Jawa yang tanah lunaknya membatasi mobilitas, Kalimantan menawarkan lokasi geografi peluncuran yang ideal karena memiliki dataran yang lebih tinggi sehingga meningkatkan jangkauan rudal,” kata Ridzwan.

"Lokasi ini juga memungkinkan Indonesia mengawasi langsung jalur-jalur maritim penting seperti Selat Makassar dan Laut Sulawesi.”

Ridzwan mengatakan kepada CNA bahwa posisi ini membuat Indonesia bisa merespons lebih cepat jika ada perkembangan dari arah timurlaut, khususnya Laut China Selatan, wilayah dengan aktivitas angkatan laut yang padat di tengah ketegangan diplomatik.

Meskipun Indonesia bukan negara pengklaim di Laut China Selatan, namun klaim “sembilan garis putus-putus” China tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di dekat Kepulauan Natuna yang kaya minyak dan gas.

DIVERSIFIKASI DAN ALIH TEKNOLOGI

Para pengamat mengatakan, pembelian rudal KHAN mencerminkan pergeseran orientasi Indonesia dalam membangun kemandirian pertahanan.

Khairul mengatakan, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Indonesia mulai menghilangkan ketergantungan pada mitra-mitra Barat dan mulai membangun poros strategis dengan negara-negara seperti Turki, India dan kekuatan baru lainnya.

Hal ini terlihat dari akuisisi alutsista besar-besaran yang dilakukan Indonesia belakangan ini. Pada 2022, Indonesia telah memesan 42 jet Rafale dari Prancis dan pada 2023 memesan 36 jet tempur F-15EX Eagle II dari AS. Pada 2025, Indonesia teken kontrak pembelian 48 jet siluman KAAN buatan Turki, dan negara ini juga terus terlibat aktif dalam program pengembangan jet tempur KF-21 Boramae bersama Korea Selatan.

Indonesia juga tengah mengevaluasi pembelian jet tempur J-10C buatan China dan menjajaki pembicaraan mengenai akuisisi rudal jelajah supersonik BrahMos dengan India.

Diversifikasi ini penting untuk mengurangi ketergantungan dan memperkuat posisi tawar Indonesia dalam dinamika kekuatan global, kata Khairul.

"Ini merupakan pernyataan strategis Indonesia bahwa pertahanan kawasan akan memasuki babak baru. Babak di mana kekuatan rudal bukan lagi monopoli negara besar," ucap Khairul.

"Indonesia menegaskan komitmen dan kontribusinya sebagai pemain strategis dalam menjaga keseimbangan kawasan dengan cara yang layak dan terukur."

Beni mengatakan, langkah ini juga sejalan dengan upaya Indonesia memodernisasi alutsista dan meningkatkan interoperabilitas sistem pertahanannya dalam menghadapi ancaman kontemporer, termasuk serangan rudal dan intervensi asing.

Khairul mencatat bahwa akuisisi rudal ini adalah bagian dari kemitraan strategis yang lebih luas antara Indonesia dan Turki, termasuk peluang alih teknologi dan kemungkinan produksi alutsista di dalam negeri pada masa mendatang. 

Pada Juni lalu dalam pameran Indo Defence 2025, salah satu dari dua kontrak yang ditandatangani Indonesia dengan Roketsan adalah perjanjian usaha patungan untuk mengembangkan kemampuan dalam negeri dalam “perakitan, produksi, dan keberlanjutan teknologi rudal,” menurut pernyataan Roketsan.

Laporan tambahan oleh Denny Armandhanu

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan