Indonesia bantah rencana buka hubungan diplomatik dengan Israel demi keanggotaan OECD
Indonesia dan Israel diberitakan telah melakukan pembicaraan rahasia selama 3 bulan terakhir untuk memuluskan persyaratan keanggotaan Indonesia di OECD.
.jpg?itok=j9wg8qT2)
JAKARTA: Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia membantah laporan surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, yang memberitakan Indonesia akan menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel sebagai syarat untuk menjadi anggota Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
“Saya tegaskan hingga saat ini, tidak ada rencana untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel, terlebih di tengah situasi kekejaman Israel di Gaza,” kata Juru Bicara Kemlu Lalu Muhamad Iqbal kepada kantor berita Antara, Kamis malam (11 April).
Lalu menekankan posisi Indonesia tidak berubah dan tetap solid dalam mendukung kemerdekaan Palestina dalam konteks solusi dua negara.
"Indonesia akan selalu konsisten, berada di garis terdepan membela hak-hak bangsa Palestina," tambahnya.
Terkait keanggotaan Indonesia di OECD, Lalu mengatakan bahwa prosesnya akan membutuhkan waktu yang cukup panjang.
Dia menyebut beberapa negara membutuhkan waktu tiga hingga lima tahun untuk menjadi anggota.
"Kapan Indonesia akan diterima menjadi anggota penuh OECD masih tidak bisa dipastikan," ungkapnya.
Peta jalan keanggotaan Indonesia di OECD direncanakan akan diadopsi pada Mei mendatang dan banyak hal yang harus disiapkan oleh Indonesia.
Istana sebelumnya telah membantah Israel dan Indonesia berencana mengumumkan normalisasi hubungan diplomatik pada Oktober 2023 lalu. Namun, langkah itu tertunda karena perang di Gaza, Palestina.
"Informasi yang disampaikan media Jewish Insider itu sama sekali tidak benar," kata Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana.
KLAIM ISRAEL
Sebelumnya, sejumlah surat kabar terkemuka Israel melaporkan bahwa Indonesia telah setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel sebagai syarat untuk bergabung dengan OECD.
Negosiasi rahasia selama tiga bulan antara Jakarta, Tel Aviv, dan Sekjen OECD, Mathias Cormann, menjadi landasan kesepakatan ini.
Indonesia sepakat menyertakan ketentuan yang menyatakan Indonesia harus membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebelum keanggotaannya disetujui oleh organisasi tersebut.
"Saya senang mengumumkan Dewan telah secara resmi menyetujui syarat awal yang jelas dan tegas di mana Indonesia harus memiliki hubungan diplomatik dengan semua negara anggota OECD sebelum pengambilan keputusan untuk mengakui Indonesia menjadi anggota OECD," Cormann menuliskan dalam surat yang diterbitkan dua minggu lalu kepada Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz.
Dalam surat balasan yang dikirim oleh Katz kepada Cormann, Rabu (10 April), dia menyambut baik terobosan tersebut.
"Saya turut mengharapkan proses ini akan menjadi perubahan dari Indonesia, saya mengantisipasi perubahan positif dalam kebijakannya terhadap Israel, terutama dalam mengakhiri permusuhan sebelumnya, dan membuka jalan menuju hubungan diplomatik penuh antara kedua negara."
Menurut seorang pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya, normalisasi hubungan Indonesia dan Israel adalah sesuatu yang signifikan di tengah tingginya sentimen anti Israel akibat serangan militernya ke Jalur Gaza.
Normalisasi hubungan itu akan mengakhiri penolakan Israel terhadap keanggotaan Indonesia di OECD.
Israel menolak Indonesia bergabung karena sejumlah alasan mulai dari kedua negara tak punya hubungan formal, kritik lantang Indonesia atas tindakan Israel di Gaza, dan dukungan Indonesia terhadap gugatan Afrika Selatan kepada Israel di Pengadilan Internasional di Den Haag.
OECD merupakan organisasi ekonomi internasional yang dibentuk untuk mendukung pembangunan serta pertumbuhan ekonomi negara-negara anggotanya.
Penambahan negara baru ke dalam organisasi ini memerlukan persetujuan bulat dari 38 negara anggota, termasuk Israel.
Indonesia merupakan negara pertama di Asia Tenggara dan ketiga di Asia yang mencapai status open for accession discussion untuk menjadi anggota penuh OECD.
Keanggotaan OECD diyakini akan berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia karena dapat meningkatkan investasi dari negara-negara OECD hingga 0,37 persen dan menaikkan Produk Domestik Bruto hingga 0,94 persen.