Membaca tak harus sendiri: Giat literasi Hestia gaungkan budaya membaca kolektif di ruang publik
Di tengah tantangan rendahnya minat baca di Indonesia, Hestia menginisiasi komunitas Baca Bareng Jakarta yang mendorong budaya membaca buku sebagai sarana hiburan tanpa tekanan sosial.

Inisiator komunitas membaca senyap Baca Bareng Jakarta, Hestia Istiviani, seusai mengadakan sesi membaca di Taman Langsat, Jakarta Selatan, Minggu, 27 Januari 2025. (Foto: CNA/Amanda Puspita Sari)
Artikel ini adalah bagian dari seri 'Hero adalah Kita'.
JAKARTA: Hari Minggu terakhir di bulan Januari 2025 itu terasa sedikit mendung, khas suasana musim hujan di Jakarta. Bagi banyak orang, akhir pekan adalah waktu yang sempurna untuk bermalas-malasan atau tidur hingga siang. Namun, pagi itu, Hestia Istiviani sudah bersiap di Taman Langsat, Jakarta Selatan, menggelar sesi membaca senyap yang sebelumnya ia umumkan di media sosial, @bacabareng.sbc.
Dengan tikar merah bermotif kotak-kotak terhampar di samping x banner bertuliskan "Baca Bareng Jakarta"—komunitas membaca senyap yang ia rintis sejak 2019—Hestia duduk tenang di bawah rindangnya pepohonan taman.
Tak lama, beberapa anak muda berusia 20-an hingga 30-an mulai berdatangan. Tanpa banyak basa-basi, mereka menggelar alas duduk masing-masing dan mengeluarkan buku dari dalam tas.
Beberapa peserta dengan ramah menawarkan tempat kepada mereka yang baru tiba. Senyum tipis menghiasi wajah-wajah yang masih canggung, tetapi mereka semua datang dengan satu tujuan: menikmati buku di pagi yang tenang.
Tanpa perkenalan atau sesi pembuka, tepat pukul 10 pagi, Hestia bersama puluhan peserta mulai membaca. Ada yang tenggelam dalam novel tebal, ada yang menikmati komik, dan ada yang larut dalam buku nonfiksi. Beberapa memilih membaca buku elektronik lewat gawai Kindle dan Kobo.
Tak ada percakapan, hanya ada suara halaman-halaman buku yang dibalik, menciptakan suasana tenang yang kontras dengan hiruk-pikuk Jakarta.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak peserta yang datang, tak hanya anak muda, tetapi juga ada pula yang membawa orang tua. Satu hal yang menyatukan semua: mereka menggenggam sebuah buku, siap menyelami dunia di dalamnya.
CNA pun turut larut dalam suasana, menikmati pengalaman membaca di tengah sekelompok orang yang sama sekali asing, duduk berdekatan di atas tikar yang sama.
Sekitar pukul 11, Hestia menutup bukunya dan berdiri. Dibantu adik dan tunangannya, ia berkeliling menghitung jumlah peserta sekaligus menanyakan apakah mereka membawa loyalty card Baca Bareng. Program ini memberikan merchandise khusus bagi mereka yang sudah mengikuti 8 sesi membaca senyap.
Berbeda dari klub buku kebanyakan, tak ada sesi diskusi setelah membaca. Sebagai penutup, para peserta berfoto bersama sambil memamerkan buku yang mereka baca.
Total 102 orang hadir di sesi pagi itu. Siapa sangka, di hari Minggu yang mendung, lebih dari 100 orang rela datang dari berbagai penjuru kota hanya untuk membaca di taman.
Beberapa peserta bahkan datang dari Bekasi, Ciledug, Depok, Kalibata, dan Kelapa Gading. Sebagian besar datang bersama sahabat, tetapi ada juga yang datang sendiri.
Usai sesi berakhir, CNA yang sudah menjadwalkan wawancara dengan Hestia harus menunggu sejenak, karena beberapa peserta menghampiri sang inisiator.
Dari obrolan yang terdengar, mereka berterima kasih atas terselenggaranya kegiatan ini dan berbagi cerita seputar literasi di Jakarta. Sebuah pagi yang hening, tetapi penuh makna.

DARI PATAH HATI JADI KOMUNITAS LITERASI
"Aku ingin mengkampanyekan reading for pleasure, membaca sebagai sarana hiburan," kata Hestia memulai percakapan dengan kami terkait tujuannya menginisiasi Baca Bareng Jakarta, satu dari lebih dari 1.000 cabang komunitas membaca senyap atau silent reading book club di seluruh dunia.
Ada yang unik dari idenya membentuk komunitas ini. Berawal dari pengalaman pribadi, Hestia menemukan bahwa membaca bersama bisa menjadi sarana hiburan yang menyenangkan.
Kebiasaan membaca sudah tertanam sejak kecil dalam keluarganya, tetapi ketika ia mulai bekerja di Jakarta dan jauh dari lingkungan tersebut, ia merasa kehilangan momen membaca ditemani orang lain.
"Membaca itu memang aktivitas yang personal, dan setiap orang akan bertemu dengan bacaan yang sesuai untuknya. Tapi bukan berarti kegiatan personal itu tidak bisa dilakukan secara kolektif," jelas sarjana Ilmu Informasi dan Perpustakaan Universitas Airlangga ini.
Puncaknya terjadi pada 2019, ketika ia mengalami patah hati dan putus cinta. Ia mendapati bahwa membaca seorang diri di kedai kopi tidak lagi memberikan kenyamanan yang sama.
Dari situ, ia menemukan artikel tentang Silent Book Club, sebuah komunitas membaca dari San Francisco, Amerika Serikat, yang mengusung konsep membaca dalam keheningan di tempat umum.
Merasa tertarik, ia menghubungi pendiri komunitas tersebut dan mendapatkan izin untuk mengadaptasi konsepnya di Jakarta. Dari sinilah lahir Baca Bareng Jakarta, komunitas yang menggelar sesi membaca senyap bersama sebulan sekali, dan kini telah berjalan selama enam tahun.

KAMPANYEKAN LITERASI DI JAKARTA
Melalui slogan khasnya, "Datang, Baca, Bubar", komunitas Baca Bareng Jakarta memiliki format sederhana: peserta datang, membaca buku yang mereka bawa sendiri, dan bubar tanpa kewajiban untuk berdiskusi atau berbasa-basi.
Tidak ada keanggotaan, grup WhatsApp, atau aturan yang membebani peserta.
Selain mengkampanyekan membaca buku sebagai sarana hiburan, Baca Bareng Jakarta juga hadir untuk mengatasi tantangan membaca di ruang publik.
Banyak orang merasa canggung membaca sendirian di tempat umum atau mudah teralihkan oleh notifikasi media sosial saat membaca di rumah. Dengan membaca bersama dalam suasana yang mendukung, peserta bisa lebih fokus menikmati buku tanpa distraksi.
"Aku ingin mengakomodasi mereka yang mungkin takut dihakimi karena pilihan bacaan mereka atau yang masih ragu untuk datang ke klub buku yang mengharuskan partisipasi aktif," ujar Hestia mengungkapkan alasan mengapa tidak ada sesi diskusi setelah membaca.
Sepanjang perjalanannya, Baca Bareng Jakarta telah berkolaborasi dengan berbagai komunitas dan lembaga, seperti Kumpul Baca, Kedutaan Besar Irlandia, pusat kebudayaan Jerman Goethe-Institut, dan komunitas literasi dan tur kota @Literatour_ID.
Salah satu acara unik yang mereka adakan adalah sesi membaca senyap di MRT Jakarta, yang memberikan pengalaman membaca di tengah perjalanan di dalam kereta.
'PUNYA TEMPAT UNTUK BELONGING'
Dampak dari kegiatan membaca senyap ini dirasakan langsung oleh para peserta yang diwawancarai oleh CNA.
Eka, yang datang dari Kalibata, Jakarta Selatan, mengungkapkan bahwa pengalaman membaca bersama di taman publik terasa berbeda dari membaca di rumah.
"Membaca bersama di taman publik itu rasanya berbeda. Sebagai warga Jakarta, sebagian besar kita membaca ketika berada di dalam rumah atau gedung. Itu membosankan. Membaca bersama di taman seperti ini menciptakan suasana yang lebih adem," katanya, sambil menunjuk pepohonan rindang di sekitar Taman Langsat.
Ia menjelaskan bahwa membaca di rumah sering kali membuatnya cepat bosan karena ada banyak gangguan dan godaan untuk melakukan hal lain.
Namun, ketika mengikuti sesi membaca senyap, Eka merasa lebih termotivasi. Melihat orang-orang lain juga membaca membuatnya terdorong untuk tetap fokus pada bukunya. "Aku pun harus baca juga dong," tambahnya sambil tersenyum.
Annisa, peserta lain yang datang dari Bekasi, mengaku sudah empat kali mengikuti sesi membaca senyap. Kali ini, ia membawa buku nonfiksi Talk Like TED karya Carmine Gallo.
Bagi Annisa, komunitas ini memberikan rasa memiliki yang sebelumnya sulit ia temukan.
"Aku merasa dengan adanya komunitas ini, aku jadi punya tempat untuk belonging, jadi merasa punya banyak teman," ungkapnya.
Annisa juga menambahkan bahwa suasana membaca bersama membuatnya lebih bersemangat. Ia bahkan sering merasa penasaran dengan buku yang sedang dibaca peserta lain.
Menurutnya, sesi membaca senyap tidak hanya membantunya menyelesaikan bacaan, tetapi juga memperkenalkannya pada lebih banyak judul buku yang mungkin menarik perhatiannya.
"Terkadang aku juga memperhatian orang lain sedang baca buku apa, jadi ingin tahu juga buku-buku yang dinikmati orang lain," katanya.
Sementara itu, Tere, seorang peserta baru di komunitas ini, datang dengan membawa novel horor The Only One Left karya Riley Sager.
Ia mengaku bahwa sesi membaca senyap membantunya lebih fokus dan menghindari distraksi.
"Biasanya aku gampang terdistraksi sama ponsel. Tapi di sini, aku bisa menyelesaikan lima halaman tanpa cek notifikasi sama sekali," ujarnya dengan nada puas.
Tere mengakui ia tertarik mengikuti sesi membaca di ruang publik seperti ini karena ia menyukai keramaian.
Sebagai seorang extrovert, ia merasa senang bisa berada dalam suasana di mana banyak orang berkumpul untuk tujuan yang sama.
"Aku suka baca buku, tapi juga suka suasana ramai. Makanya aku senang ada acara seperti ini," katanya, sembari berharap bisa kembali ke sesi membaca berikutnya dengan membawa lebih banyak buku favoritnya.
MINIMNYA RUANG PUBLIK NYAMAN
Mengorganisir komunitas literasi di Jakarta bukan tanpa tantangan. Salah satu kendala utama adalah perizinan lokasi dan gangguan asap rokok.
Ada kekhawatiran ditanyai perihal perizinan oleh petugas ketika mengadakan baca bareng di taman dan ruang publik. Berbeda dengan Taman Literasi Blok M dan Taman Langsat, izin membaca bersama cukup mudah diperoleh.
Meski begitu, di Taman Literasi Blok M yang menjadi lokasi Baca Bareng dari Oktober 2022 hingga Desember 2024, banyak pengunjung taman yang tidak mengindahkan larangan merokok di sana.
Hestia gencar menyuarakan pentingnya ruang publik yang bebas dari asap rokok. Aturan larangan merokok dan vaping saat kegiatan berlangsung menjadi bagian dari Do’s and Don’ts komunitas ini.
Ia akhirnya memutuskan memindahkan sesi membaca senyap ke Taman Langsat mulai Januari 2025. Selain izin membaca bersama mudah didapat, pengelola taman bahkan bersedia jika aktivitas pemangkasan rumput dihentikan sementara demi kenyamanan peserta.
Saat CNA mengikuti sesi membaca senyap tersebut, tidak ada peserta maupun pengunjung yang merokok di taman itu.
"Kita berhak atas udara bersih. Makanya aku berani, dan mungkin agak sedikit galak terkait peraturan ini, agar kita mendapatkan hak udara bersih seperti di sini," ujarnya.

TANTANGAN LITERASI DI INDONESIA
Minat membaca buku di Indonesia memang masih sangat rendah. Menurut laporan RRI pada 2024, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menyebut indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001%. Atau, bisa disimpulkan, dari 1.000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.
Sementara, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam laman resminya tahun 2020 juga pernah merilis hasil riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu.
Riset itu menunjukkan Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).
Di tengah tantangan rendahnya minat baca, Hestia terus mengkampanyekan budaya membaca buku di ruang publik. Selain menjadi inisitor Baca Bareng Jakarta, Hestia pernah didapuk menjadi Duta Baca DKI Jakarta selama satu tahun pada 2023. Dengan perannya tersebut, ia mengaku menjadi punya wadah untuk lebih masif mengkampanyekan gerakan literasi di Jakarta.

Perempuan asal Surabaya ini juga vokal mengangkat berbagai tantangan literasi di Indonesia, termasuk tentang akses masyarakat terhadap bacaan, belum banyaknya ketersediaan buku-buku berkualitas di perpustakaan daerah, dan maraknya pembajakan buku di platform e-commerce.
"Kalau yang menyuarakan isu tersebut tokoh terkenal, langsung ada tindakan. Tapi kalau kita yang bicara, sering kali tidak ada respons," keluhnya.
Meskipun pernah menjadi Duta Baca Jakarta, Hestia mengaku ia merasa lebih nyaman bergerak secara independen dalam mengembangkan komunitasnya.
Melalui gerakan literasi ini, Hestia berharap semakin banyak pembaca yang tergerak membuat komunitas serupa di lingkungan mereka sendiri.
"Aku ingin menunjukkan ke banyak orang bahwa membaca itu semenyenangkan itu. Kamu cukup datang, duduk, dan membaca bersama," katanya.
Kini, sebagai seorang kreator konten penuh waktu, Hestia terus mengaungkan budaya membaca buku melalui media sosial dan menjadi narasumber di berbagai seminar terkait literasi dan minat baca.
Lewat Baca Bareng Jakarta, ia berharap semakin banyak orang menemukan bahwa membaca bukan hanya kebutuhan akademis atau profesional, tetapi juga bisa menjadi aktivitas santai yang dinikmati bersama.
"Ternyata ditemani membaca bisa menyenangkan itu," tutupnya.
Ikuti Kuis CNA Memahami Asia dengan bergabung di saluran WhatsApp CNA Indonesia. Menangkan iPhone 15 serta hadiah menarik lainnya.