Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Indonesia

Disebut aktor kunci korupsi, vonis banding Harvey Moeis diperberat: 20 tahun bui, denda ratusan miliar

"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, telah wafat rule of law pada hari Kamis, 13 Februari 2025," ujar kuasa hukum suami artis Sandra Dewi ini merespons putusan hakim.

Disebut aktor kunci korupsi, vonis banding Harvey Moeis diperberat: 20 tahun bui, denda ratusan miliar

Pasangan artis dan pengusaha, Sandra Dewi (kiri) dan Harvey Moeis (kanan), dalam salah satu unggahan mereka di media sosial. (Foto: Instagram/@sandradewi88)

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menjatuhkan vonis 20 tahun penjara terhadap perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), Harvey Moeis, atas kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022 serta tindak pidana pencucian uang (TPPU). 

Hukuman ini jauh lebih berat dibanding tuntutan jaksa yang sebelumnya meminta 12 tahun penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 20 tahun dan denda sejumlah Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana 8 bulan kurungan," ujar Ketua Majelis Hakim banding di PT Jakarta, Kamis (13/2), dikutip dari Antara.

Harvey juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp420 miliar subsider 10 tahun penjara. Hukuman ini menjadi salah satu vonis tertinggi dalam kasus korupsi di Indonesia.

AKTOR KUNCI KORUPSI TIMAH

Majelis hakim menilai Harvey sebagai salah satu aktor utama dalam kasus ini. Ia disebut berperan sebagai penghubung antara penambang ilegal dengan perusahaan smelter swasta serta koordinator sejumlah perusahaan boneka.

"Terdakwa berperan penting dalam terjadinya tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk., yang telah merugikan keuangan negara sebegitu besar," ungkap Ketua Majelis Hakim, Teguh Harianto.

Dalam persidangan, terungkap bahwa Harvey menginisiasi pengumpulan dana tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) sebesar 500 hingga 750 dolar AS per metrik ton dari smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah. 

Dana tersebut diklaim digunakan sebagai bagian dari skema bisnis, tetapi justru berujung pada kerugian negara.

Selain itu, fakta hukum menunjukkan Harvey telah memperkaya diri sendiri dan pihak lain. 

"Dalam fakta persidangan, terungkap bahwa Harvey telah memperkaya diri senilai Rp420 miliar bersama dengan Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim," lanjut hakim.

HARVEY MOEIS KECEWA

Pihak Harvey Moeis menanggapi putusan ini dengan kecewa. Kuasa hukum Harvey, Junaedi Saibih, menilai bahwa majelis hakim tidak mempertimbangkan asas hukum secara objektif dan lebih mengedepankan kepentingan publik.

"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, telah wafat rule of law pada hari Kamis, 13 Februari 2025, setelah rilisnya bocoran putusan pengadilan tinggi," ujar Junaedi, dikutip dari Metro TV News.

Ia berpendapat bahwa kliennya hanya terlibat dalam diskusi bisnis terkait strategi peningkatan produksi PT Timah, yang justru menguntungkan perusahaan hingga Rp1 triliun. 

Menurutnya, penggunaan hukum dalam perkara ini tidak tepat dan bersifat ultra petita.

VONIS 20 TAHUN TERLALU BERAT?

Sejumlah ahli hukum turut mengomentari vonis Harvey. Pakar hukum Universitas Sahid, Saiful Anam, menyebut bahwa hukuman 20 tahun terlalu berat, mengingat kerugian yang dituduhkan masih bersifat potensial dan belum terbukti secara konkret.

"Jadi kerugian yang bersifat potensial tidak jelas berapa, jumlahnya pun tidak dapat ditentukan secara pasti, sehingga tidak adil jika yang bersangkutan dikenakan hukuman sampai dengan 20 tahun," ujarnya kepada Metro TV News.

Menurutnya, dalam hukum pidana terdapat prinsip Lex Scripta dan Lex Certa, yang mengharuskan rumusan delik pidana jelas dan tertulis. 

Oleh karena itu, pengadilan harus mempertimbangkan keseimbangan antara kesalahan dan hukuman yang diberikan.

JAUH LEBIH BERAT DARI SEBELUMNYA

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hanya menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan kepada Harvey. 

Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara. Namun, jaksa mengajukan banding karena menilai hukuman itu tidak mencerminkan rasa keadilan, menurut laporan CNN Indonesia.

Dengan putusan banding ini, hukuman Harvey naik drastis menjadi 20 tahun penjara. Selain itu, seluruh aset yang terkait dengan perkara ini diputuskan dirampas untuk negara sebagai bagian dari pembayaran uang pengganti.

Dalam kasus ini, Harvey Moeis dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ikuti Kuis CNA Memahami Asia dengan bergabung di saluran WhatsApp CNA Indonesia. Menangkan iPhone 15 serta hadiah menarik lainnya.

Source: Others/ps

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan