Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Indonesia

Harga obat Indonesia 5 kali lipat lebih mahal dari negara lain, apa penyebabnya?

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar diminta untuk menurunkan harga obat di tanah air.

Harga obat Indonesia 5 kali lipat lebih mahal dari negara lain, apa penyebabnya?
Ilustrasi obat-obatan (iStock)

JAKARTA: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar yang baru dilantik mengungkapkan harga obat Indonesia lima kali lipat lebih mahal atau 400 persen dibandingkan dengan negara lain.

Taruna mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memintanya mengendalikan harga obat di tanah air.

"Dalam laporan yang Bapak Presiden terima, dibandingkan dengan harga obat yang beredar di negeri kita, bisa sampai dengan 400% lebih tinggi," katanya kepada Bisnis.com usai menemui Kepala Negara di Istana Presiden, Jakarta, Selasa (20/8).

Taruna menuturkan bahwa harga obat sesungguhnya bisa dikontrol sehingga serupa dengan harga obat generik atau mirip dengan harga obat di negara tetangga misal di Malaysia, Filipina, dan Singapura.

Menurutnya, pemerintah bisa menekan harga obat dengan mengatur harga eceran tertinggi (HET).

Pemerintah bisa menyeimbangkan harga tertinggi yang beredar dengan menggunakan HET.

Harga tersebut, lanjutnya, tidak mahal-mahal untuk masyarakat dan juga tidak merugikan industri obat.

Mengutip detikFinance, harga obat di Indonesia, papar Taruna, mahal karena beberapa faktor.

Pertama adalah biaya promosi dan periklanan. Pemerintah menurutnya bisa meminta perusahaan untuk menekan biaya tersebut.

Kedua, bahan baku yang terlalu banyak diimpor juga menjadi pemicu mahalnya harga obat.

"Saya kira salah satunya juga impor. Pak Presiden bilang di atas 80%, di atas 90% obat yang diproduksi di sini itu bahannya impor. Bahan baku obat impor itu kan harganya mau-maunya pemasok, bisa naikkan harga dasar, kalau harganya mahal masuk sini terpaksa dijual mahal," Taruna menguraikan.

Dan yang ketiga adalah karena beberapa obat di Indonesia belum dapat menjadi obat generik.

Taruna menjelaskan obat non generik hak patennya masih ada, sehingga harganya mahal sedangkan obat generik bisa murah karena hak patennya sudah habis.

"Obat kan dibagi 3 ada generik yang patennya hilang itu kan murah, kalau obat paten biasanya mahal karena ada biaya riset dan pengembangan. Namun, ada juga biasanya obat sudah generik, kemasan itu diubah dan dibuat semacam obat paten, itu biasanya yang dimainkan harganya.”

Taruna menekankan BPOM tidak dapat bekerja sendiri dan akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perdagangan untuk menurunkan harga obat-obatan.

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini

Source: Others/ew

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan